6- Menghajar Pelakor dengan Elegan

1602 Words
Selamat Membaca (POV Fira) Wajah mas Leo terlihat memucat dan juga panik, karena ketahuan selingkuh olehku. Tapi, seperti saran Arman sahabat ku itu, aku harus bersikap tenang dan elegan menghadapi pelakor. Aku gak boleh bertindak gegabah, apalagi sampai bertengkar di depan umum. Karena, akan mempermalukan diriku juga selain pasangan biadab itu. Terlebih ada anak ku di sini. Aku gak mau Tiara melihat pertengkaran orang tua nya. Oke, aku akan menghajar Pelakor itu dengan elegan. Bagaimana pun, aku adalah isteri sah mas Leo. Aku gak boleh kalah sama pelakor itu! Baiklah, akting di mulai! "Eh, ada mas Leo? Kok bisa di sini Mas? Dan ini siapa?" tanyaku dengan senyuman yang manis. Entah kekuatan dari mana, tapi aku bisa berakting dengan sangat baik saat bertanya. Aku berusaha memasang mimik wajah sebiasa mungkin. Meski sulit, namun syukurlah aku berhasil. Jarakku tidak terlalu jauh saat ini, aku segera mendekati mas Leo. Aku kini berada tepat di hadapan nya, dengan senyuman yang kupasang semanis mungkin, ku belai pipi mas Leo lembut di depan pelakor itu. Wajah Mas Leo yang pucat sedikit mulai merona. Mungkin dia pikir aku gak melihat dan curiga padanya, kamu masuk perangkapku suamiku yang sialan! "E, em. Ini tadi mas baru pulang kerja. Gak sengaja ketemu Salma, dia teman mas masa SMA dulu. Dia lagi nunggu taxi, karena mas kasian padanya, apalagi dia bawa anak kecil, jadi Mas anterin aja." Hahaha, emang nya aku percaya! Mas Leo pasti sedang berbohong saat ini. Aku yakin, sangat, sangat yakin. Cih, dasar pembohong! Hatiku geram bukan main, kalau kuajak pergi pasti bilangnya sibuk terus coba. Untuk gundiknya, dia selalu siaga. "Oh gitu ya." Aku tersenyum manis, lalu menoleh ke arah gundiknya itu. Aku tersenyum manis padanya, percaya lah senyuman ku cuma akting. Sebenarnya, saat ini aku sangat ingin mencakar wajahnya yang cantik itu. Apa? Cantik! Percuma punya wajah cantik kalau jadi pelakor! Gak ada cowok lain kah! Yang masih bujangan tentunya! Aku benar-benar kesal setengah mati. Sebisa mungkin aku menahan emosi ku, dan memperlihatkan wajah yang biasa. Aku menatap wanita itu. "Suami saya ini memang sangat baik mbak. Jadi mbak gak usah baper ya." Aku tersenyum mengejek dia sebenarnya. Hahaha, lihatlah! Wajahnya yang tadi pucat, sekarang memerah. Merah karena marah, bukan nya blushing. Sepertinya dia sangat cemburu padaku dan tidak suka mendengar perkataan ku. Aku semakin senang melihatnya begitu, aku sengaja menunjukkan kemesraan ku pada mas Leo. Ku peluk lengannya, badan ku pun merapat. Kulirik dia, terlihat sangat jelas dia menahan emosinya. Rasakan, kamu cemburu kan! Apa lagi aku! Aku adalah isteri nya, isteri sah nya tau! "Iya, Mas Leo memang sangat baik dan perhatian. Aku bangga bisa jadi temannya." Si ikan salmon itu menjawab dengan penekanan pada kata teman, apa maksudnya coba. Sepertinya, dia ingin menunjukkan betapa dia dekat dengan suamiku. Tapi sayang, aku sudah tau! Simpan saja tujuan mu untuk menghasut ku itu. Kulirik mas Leo, Dia menatap tajam di salmon itu. Dia langsung kikuk, saat aku menoleh padanya. "Maah lapar!" pekik Tiara puteriku. Aku sampai lupa, Tiara memang belum makan malam. Kulirik mas Leo, dia sepertinya sedang memperhatikan ku. "Mas kita makan malam dulu yuk, kasian Tiara lapar." Aku menatap suami ku dengan senyuman manis. Bahkan suaraku, aku buat agak manja gitu. Huek, jijik rasanya aku bersikap manja. Benar-benar bukan diriku. "I iya, ayo kita makan malam di kafe yang ada di depan situ." Kulihat, mas Leo melirik si ikan salmon itu penuh sesal. Bahkan, aku melihat jelas bahasa bibirnya untuk wanita itu. Dia berkata 'maaf'. Hah, apaan coba. Membuatku makin kesal saja. Aku memalingkan wajah ku, takut mereka menyadari perubahan mimik wajah ku. Setelah itu, aku berusaha bersikap normal kembali. Si ikan salmon itu tersenyum masam, maaf ya jika aku menyebut mu ikan salmon. Masih untung bukan ikan asin kan! "Mbak Salma mau ikut makan bareng juga? " Tanya ku ramah. Asli, aku merasa muak pada setiap perkataan manis yang keluar dari mulutku sendiri saat ini. "Boleh," jawabnya dengan mata yang berbinar, dia tersenyum senang melirik suamiku. Dan suamiku terlihat tidak nyaman akan situasi saat ini. Sungguh tak tau malu, wanita itu langsung setuju ikut. Padahal, aku kan cuma basa - basi doang. Tadinya, kupikir dia akan menolak. Tapi, nyatanya dia malah setuju ikut. Sungguh menyesal aku mengajak nya tadi. Baiklah, aku gak akan menyerah. Akan ku tunjukkan, akulah pemenang nya. Tiba-tiba saja aku sangat bersemangat dan berambisi, bagaikan sedang memainkan sebuah permainan. "Ayah gendong ya." Mas Leo segera membawa Tiara ke pangkuannya. "Elin juga mau di gendong sama papa!" Mas Leo langsung terlihat panik, dia menatap wanita itu dengan cemas. Aku terperanjat kaget, tak menyangka anak si salmon itu memanggil suamiku dengan sebutan papa. Sudah sejauh apa hubungan mereka sebenarnya? Ah, pikiran ku langsung bertambah negatif. Jangan- jangan mereka sudah menikah di belakang ku! Atau jangan-jangan, anak itu anak mereka! Jika begitu, aku pasti yang pelakornya. Melihat usia anak itu lebih besar dari usia anak ku! Tidak, itu tidak benar kan! Pikiran ku seketika kacau. "Eh, maap mbak. Elin memang seperti itu, sering panggil teman ku yang laki-laki dengan papa. Mungkin, karena dia sudah lama gak punya papa," ujarnya sendu. Aku gak tau, dia memang sedih atau pura-pura saja. Biarlah, aku gak mau tau urusannya. Semoga saja, anak itu memang bukan anak suamiku. "Oh begitu ya, aku pikir kamu dan suami ku ada main. Jadi anaknya udah berani panggil papa pada suami ku. Heheh, maaf cuma bercanda, jangan marah ya." Ujar ku dengan tertawa kecil seolah-olah memang sedang bercanda. Mas Leo dan gundik nya tampak ikut tertawa. Aku bisa melihat tawa itu begitu penuh ke khawatiran. Mungkin, takut ketahuan. Heh, kalian salah. Aku sudah tau kebusukan kalian! Suamiku menggendong Tiara puteriku yang berusia tiga tahun itu, aku berjalan disampingnya dengan tangan yang memeluk salah satu lengannya. Si ikan salmon itu, berjalan di belakang kami sambil menuntun anaknya. Sesekali ku lirik ke belakang, dia tampak kesal. Aku hanya tertawa dalam hati melihat muka masamnya itu. Sementara, aku bisa melihat suamiku sesekali melirik kearah ku. "Ada apa mas?" tanyaku heran. "Hem, gak apa-apa. Kamu beda hari ini." Suamiku tersenyum hangat. "Apa bedanya mas?" Aku makin penasaran. "Kamu cantik banget." Entah dia berkata jujur atau cuma gombal, supaya aku gak curiga mungkin. Tapi, aku senang mendengarnya. Apalagi, pasti tuh si ikan salmon bisa denger. Dia pasti makin geram pada ku! Syukurin! Hah, rasanya aku sedikit berpikiran jahat pada nya. Semoga Alloh mengampuni dosaku, aku terlalu geram pada pelakor itu. "Ah, mas gombal." Aku tertawa kecil. Sementara yang di belakang, sudah mencak- mencak geram. Dia sangat marah sepertinya. Aku bisa tau dari suara langkah kakinya yang berubah, seolah sengaja saat menginjak lantai dia tekan kuat-kuat. Terserahlah! Pikirku. Akhirnya kami keluar dari zona bermain itu. Mas Leo ngambil motor nya ke tempat parkir. Karena kami banyak kan, sementara motor paling muat dua orang tambah satu anak, akhirnya aku memberi solusi. Mas Leo naik motor bareng anak-anak ke kafe, sedangkan aku jalan kaki sama si Salma itu. Toh kafe nya deket ini, tepat ada di depan mall besar itu. Meski terlihat enggan, akhirnya Salma setuju. Akhirnya kusebut namanya juga, kasihan orang tuanya yang udah kasih dia nama, masa aku ledek terus sih. Kini kami sudah berada di dalam kafe. Setelah memesan makanan, kami mulai makan dengan tenang. Dengan sengaja aku bersikap mesra saat ini. Ku usap bibir suamiku jika ada sedikit bumbu makanan yang belepotan dengan tisu, sesekali aku suapi suami ku. Jangan tanya, senyuman ku sudah secerah mentari pagi hari. Aku makan sambil nyuapin anak ku. Aku sengaja melirik kearah Salma saat bersikap mesra pada suamiku, sekedar ingin tau reaksinya saja sih. Mukanya itu sudah sangat masam, seperti buah asam yang belum matang dari pohon nya. Aku hanya tersenyum, senyuman sinis tentunya. Sementara mas Leo sedikit canggung sepertinya. Dia ingin menjaga perasaan gundik nya kali. "Hem, gak usah suapin juga. Aku udah dewasa, Fir." Suamiku menolakku lembut, tapi mulutnya dia buka. "Aaa." Apaan coba, katanya gak usah suapin tapi buka mulut. Aku terkekeh. " Katanya gak mau suapin, tapi kok buka mulut." Aku sengaja mengejeknya dengan nada bercanda. Suamiku terkekeh. "Kasian kamu, udah nyodorin sendok ke mulut masa aku tolak, heheh." Aku hanya meresponnya dengan mencebikkan bibirku. Teng Aku dan Mas Leo sontak menoleh ke arah Salma. Dia menjatuhkan sendok nya ke lantai, entah sengaja atau tidak aku tak tau. Mungkin hatinya terbakar cemburu. "Ah, sendok ku jatuh." Salma terlihat kesal. "Biar aku minta lagi sama pelayan ya." Suamiku segera memanggil pelayan, dan minta sendok lainnya. Setelah pelayan itu pergi wanita itu berulah. " Aku sangat lapar, pinjam sendokmu dulu ya. Nanti kamu pakai sendok yang baru, oke." Aku terkejut melihat Salma, tanpa malu nyambar sendok dari tangan Mas Leo. Dia pakai sendok bekas suamiku itu, untuk dirinya. Aku geram melihatnya. "Itu kan sendok bekas suamiku!" akhirnya aku berkata dengan ketus. "Ah gak apa - apa, aku tidak masalah dapat bekas atau pun punya orang," jawabnya santai, sambil melirik suamiku dengan senyumannya. Suamiku terlihat gusar, dia tau maksud Salma. Sekali lagi Si Salma itu mau menunjukkan hubungannya dengan suamiku sepertinya, tapi sekali lagi dia salah. Karena, aku sudah tau semuanya. "Hah, aku gak nyangka ternyata cantik- cantik begini kamu suka barang bekas dan milik orang. Semoga saja, suami kamu gak marah dengan hal ini." Jawabanku sepertinya membuat dia kesal, terlihat dari raut wajahnya yang kembali masam. "Suamiku gak akan marah kok, karena kami kan udah bercerai," perkataannya membuatku sedikit syok. Jadi dia janda, jangan-jangan penyebab perceraiannya adalah suamiku. Aku jadi gelisah sendiri. Pelayan pun datang membawa sendok baru. Kami mulai makan dengan tenang. Suamiku menggenggam tanganku dan menatapku seolah ingin mengatakan sesuatu. Aku tersenyum dan mencium pipi suamiku, hanya ingin menunjukkan kalau aku pemilik sebenarnya. Si Salma itu terlihat sangat marah. Kenapa harus marah? Aku istrinya, heh!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD