1- Seperti Nenek-nenek
"Mas Leo lagi chating sama siapa ya? Sampai cengar-cengir gitu! Mencurigakan!"
Fira tak sengaja melihat suaminya yang lagi duduk di teras belakang rumah.
Suaminya itu sedang duduk sambil memegang ponsel, sesekali mengetikkan sesuatu.
Fira yakin, suaminya pasti sedang chatingan.
Rasa tidak nyaman langsung muncul, tiba-tiba dia ingin mengecek isi pesan chat suaminya itu.
Sesuatu yang tidak pernah dia lakukan sama sekali.
"Mama, mau bubur!" Tiara kecil puteri Fira yang baru berusia tiga tahunan itu menarik-narik dasternya.
Sontak Leo nengok, dan segera memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya.
"Eh, Tiara puteri ayah yang cantik udah bangun." Leo tersenyum hangat, lalu menggendong Tiara.
Kecurigaan Fira sedikit berkurang, karena melihat sikap suaminya yang selalu baik dan hangat.
"Kenapa bengong?" Leo memencet hidung Fira pelan.
"Gak ada." Fira nyengir, tapi masih ada rasa penasaran meski sedikit saja.
"Mau bubur!" Tiara kembali merengek.
"Iya, ayah beliin ya sayang," ucap Leo dengan lembut.
"Fir, mas beli dulu bubur ayam untuk Tia, ya. Kamu mau juga?" tanyanya.
"Gak usah mas, aku mau sarapan nasi aja," jawab Fira dengan senyuman manis yang mengembang.
"Kalau gitu, Mas makan buburnya di tempat aja sama Tiara ya."
Fira mengangguk.
Leo pun menggendong Tiara, lalu pergi menuju tempat tukang bubur langganan. Letaknya tidak terlalu jauh dari rumah.
Sedangkan Tiara langsung melanjutkan beres- beres rumah.
Tiga puluh menit kemudian, Leo pulang dari membeli bubur.
Tiara, katanya ikut neneknya. Tadi ketemu di jalan.
"Aku mau mandi dulu ya, tolong kamu cassin hp aku." Leo menyodorkan ponselnya kepada Fira.
"Iya, mas," sahut Fira senang.
"Yes, akhirnya ada kesempatan cari tau, chatingan sama siapa dia tadi!" gumamnya dalam hati dengan menggebu-gebu.
Saat suaminya mandi, dengan cepat Fira menghidupkan ponselnya yang lagi di cas itu.
Sialnya pakai kata sandi dan sidik jari.
"Kenapa pakai sandi segala sih!" gerutu Fira, dengan kesalnya.
Setelah mencoba lima kali, tetap saja sandi salah. Akhirnya harus nunggu tiga puluh menit untuk percobaan berikutnya.
"Wah gawat, kalau gini bisa ketahuan aku otak - atik ponselnya!" berfikir, cari alasan jika suaminya bertanya.
Untungnya setelah Leo selesai mandi, dia sama sekali tidak bertanya.
"Mas, ini kan hari Minggu kamu mau kemana?" tanya Fira penuh curiga.
"Hem, mau reunian bareng teman jaman SMU dulu." Leo mengelus pipi Fira dengan lembut.
"Oh, aku gak di ajak?" rajuknya, Fira tersenyum manis berharap diajak.
'Mana mungkin aku ajak kamu, lihat saja penampilanmu yang seperti nenek-nenek ini. Padahal anak baru satu. Lagian aku gak beneran mau reunian!' dalam hati Leo.
"Reuniannya khusus teman cowok semua, sayang. Maap ya," menunjukkan wajah penuh sesal, padahal cuma akting.
Melihat wajah suaminya yang tampan dan terlihat tidak enak hati, Fira pun luluh dan langsung percaya saja.
Leo pun pergi dengan naik motor ninja miliknya.
"Eh, hp. Hp nya ketinggalan!" Fira berteriak, tapi sayang Leo sudah jauh dan tidak mendengarnya.
Rasa penasaran kembali muncul.
Fira coba mengingat momen penting bersama suaminya, tapi setelah di coba semuanya gagal.
"Ini percobaan yang terakhir, jika gagal pasti akan nunggu tiga puluh menit lagi," gumam Fira.
Ketik ketik ketik ketik lagi.
Coba ketik angka genap semua 8888, terbuka.
"Hah, semudah ini! Hahaha." Fira menertawakan dirinya sendiri. Ternyata, sandinya sangat gampang.
Dengan jantung berdegup kencang, Fira mulai membuka aplikasi chatting.
Matanya langsung tertuju pada sebuah profil. Dari gambarnya jelas wanita muda dan berpenampilan menarik.
Saat melihat namanya membuat jantung berdegup makin kencang.
"Ayang. Jangan suudzon dulu Fira, siapa tau emang namanya ayang. Huuuh," berusaha menetralkan perasaan di hatinya.
Pesan mulai di buka
"Beb, hari ini kamu ada acara nggak?" Ayang.
"Gak ada, Minggu ini aku libur. Ada apa ayangnya Mas Leo? ?
Ditambah emot senyum love love.
Fira langsung geram, meremas bantal yang ada di sampingnya.
Baca pesan berikutnya.
"Anterin aku belanja ke mal yuk, make up aku udah pada abis nih. Mau kan Bebeb." ?
Ditambah emot kangen.
"Udah pada tua juga, selingkuh kayak ABG aja pakai ayang, Bebeb segala!" gerutu Fira.
Lanjut baca.
"Boleh, untuk kamu apa yang enggak sih." ???
Ditambah emot sun jauh segala.
"Tapi, ke isteri kamu bilang nya apa?" Ayang.
"Soal urusan tuh nenek- nenek mah, urusan aku. Kamu santai aja." ?
"Gila apa! Mas Leo nyebut aku nenek nenek! Awas kamu mas, tak aku kasih jatah sebulan!" marah menggebu-gebu.
"Wkwkwk, tapi kamu masih doyan juga kan gali sumurnya!" Ayang.
Chating berikutnya makin membuat hatinya geram.
"Kepaksa! Aku maunya gali sumur kamu, nanti pulangnya boleh kan aku mampir ke kontrakan kamu." ?Leo
"Tentu dong, aku juga kan kangen." ? Ayang.
Fira membanting ponsel di atas kasur, lalu berdiri di depan cermin yang menempel di lemari pakaian.
"Mana nenek - neneknya. Muka bening tanpa jerawat, badan montok! Dasar gila! Aku harus surfei kayaknya ini mah!" dengan marah pergi keluar rumah, kebetulan lihat Arman lewat.
Arman adalah temannya masa SMU dulu, dia tetangganya juga.
Rumah Arman hanya terhalang, tiga rumah saja dari rumahnya saat ini.
"Eh, kebetulan nih. Tanya Arman aja," pikir Fira.
"Arman, sini bentar!" berteriak dari teras rumahnya.
Arman yang sedang joging, karena ini masih jam delapan pagi menoleh ke arah Fira.
"Fir! Tumben manggil," sambil cengar-cengir cengengesan. Dia berhenti di depan pintu pagar rumah Fira.
"Aku mau ngomong sebentar, ngobrol di teras yuk." Fira membuka pintu pagar rumahnya.
"Ah, gak enak. Nanti suami kamu nuduh yang enggak-enggak lagi. Secara, aku kan masih muda dan ganteng," jawaban narsis meluncur dari mulut Arman.
"Kamu itu, dari dulu tetep aja narsis, udah tua juga." Fira mengerucutkan bibirnya.
"Hahaha, siapa bilang udah tua. Aku masih kenceng gini, apalagi ini nih. Kenceng banget," melirik dengan ekor matanya ke arah selangkangannya.
"Sial, aku mau ngomong serius!" Fira memukul lengan Arman Dengan cukup keras.
"Hahaha. Atiiiit." Arman tergelak kembali.
Fira hanya mendengus kesal.
Arman emang gitu, dari dulu waktu jaman sekolah paling narsis dan suka bercanda.
Wajahnya ganteng, pekerjaannya juga bagus. Saat ini, dia mempunyai toko grosir dan beberapa buah angkot untuk di sewakan.
Toko grosirnya buka mulai dari jam sembilan pagi sampai jam delapan malam.
Karena sudah punya pegawai, dia datang ke toko agak siangan biasanya. Sekitar jam sepuluhan atau sebelas siang.
"Ngobrolnya di sini aja ya, gak enak sama yang lihat. " Arman ingin menghindari omongan yang tidak benar.
"Oke, oke."
Akhirnya mereka berbicara di depan pintu pagar rumah sambil berdiri.
"Tanya apa?" Arman tampak serius.
"Ehm, jangan ngeledek dan ngetawain pertanyaanku ini. Anggap saja ini surfei untuk kamu, oke!" Fira berkata dengan serius.
"Oke bos, siap!" kali ini, Arman tersenyum manis.
"Apa aku kelihatan udah tua seperti nenek-nenek?" Fira bertanya dengan mata yang menatap kearah Arman, serius.
"Apa? Hah. Pffttt." Arman berusaha menahan tawanya.
"Jangan ketawa! Jawab aja!" bentak Fira dengan nada jengkel.
"Hem. Kamu itu cantik, paling cantik. Dan selamanya tercantik menurut aku, itulah sebabnya kutunggu jandamu. Kamu gak percaya sih sama aku!" Arman berkata dengan serius.
"..." Fira diam saja, dia tau ujung-ujungnya Arman pasti akan mengejeknya.
"Tapi..." Arman menelisik penampilan Fira dari atas sampai bawah.