TEN

1460 Words
Bismillahirrahmanirrahiim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad === Revan mengemudikan mobilnya menuju supermarket ibunya yang berada di Kota Bandung. Hari ini memang jadwalnya berada di Kota Bandung untuk mengecek pekerjaannya. Selain itu, ia butuh rehat sejenak dari masalahnya dengan Nita dan kedua orang tuanya. Entahlah, ia sendiri merasa bingung dengan dirinya sendiri. Setelah beberapa jam menempuh perjalanan dari Jakarta menuju Kota Bandung, akhirnya Revan tiba di halaman parkir supermarket. Ia memarkirkan mobilnya lalu turun dan berjalan menuju ruangan kerjanya. Supermarket milik ibunya itu terlihat ramai karena hari ini adalah weekend dan juga akhir bulan, saatnya orang-orang berbelanja bulanan. Dulu, awalnya sebelum Revan yang mengelola, supermarket ini hanya berbentuk minimarket biasa yang menjual kebutuhan pokok kecuali barang segar seperti sayur, buah dan daging. Ketika Revan resign dan berniat mengelola salah satu usaha ibunya itu, ia merombak dan merenovasi bangunan mini market menjadi lebih besar dan luas. Ia berencana mengubah mini market menjadi supermarket yang juga menjual fresh farm product. Sebenarnya, ide ini tercetus juga karena ia berniat merebut Lisa dan menghancurkan usaha pertanian milik Faraz. Ia memanfaatkan lahan perkebunan milik keluarganya yang ada di Bandung sebagai lahan bercocok tanam buah dan sayur. Jadi, begitu masuk masa panen, sayur dan buah bisa langsung dijual di supermarket yang juga miliknya. Revan harap dengan begitu bisa memangkas rantai dan biaya pemasaran sehingga lebih efektif dan efisien. Revan tak salah memilih Annisa sebagai asistennya. Meski hanya lulusan sekolah menengah atas dan belum memiliki pengalaman kerja di bidang yang sama, ternyata gadis itu termasuk pribadi yang cepat belajar, beradaptasi juga berkembang. Tak butuh lama bagi Annisa memahami semua pekerjaannya setelah dibantu oleh penanggungjawab mini market sebelumnya. Rencananya, beberapa hari lagi mereka akan mengadakan promo fresh farm product, bertepatan dengan masa panen kebun Revan. Mereka berencana mengadakan promo untuk menarik lebih banyak pembeli. Para karyawan menyapa dengan hormat kala berpapasan dengan Revan. Revan hanya membalasnya dengan anggukan sambil terus melangkah menuju ruangannya. Annisa yang melihat Revan menuju ruangannya langsung bergegas mengikutinya karena ada hal yang harus ia laporkan. Tok..tok...tok Annisa mengetuk pintu ruangan Revan terlebih dahulu sebelum masuk. “Masuk!” Annisa langsung membuka pintu dan tetap membiarkannya terbuka, lalu masuk ke ruangan Revan. Lelaki itu baru saja membuka jaketnya dan ia sampirkan di belakang kursi kerjanya. Usai memakai kacamata, ia menyalakan komputer PC untuk memeriksa pekerjaan anak buahnya dan laporan. “Ada apa, Nis? Duduk aja dulu,” ucap Revan sambil tetap menatap layar PC yang mulai menyala. “Saya mau laporan, Pak,” ucap Annisa sopan. “Ck, udah saya bilang jangan panggil, Pak. Panggil aja Revan, saya belum setua itu,” ucap Revan datar. “Aduh, maaf, saya gak bisa. Soalnya ini kan di lingkungan kerja.” “Ya sudah terserah kamu, ada apa?” “Sepertinya untuk sementara waktu ini, kita harus cari supplier sayur dan buah lain dulu, Pak.” Mata Revan yang tadinya haya fokus pada layar komputer kini beralih menatap Annisa. “Loh, memang kenapa? Sebentar lagi kebun kita panen, kan?” “Iya, Pak kalau itu sesuai rencana memang sebentar lagi panen, tapi ... “ Annisa gugup menyampaikan kabar buruk pada atasannya itu. “Tapi kenapa?” cecar Revan penasaran. “Hmm, itu, Pak. Kebunya ... hmmm ... kebunnya gagal panen,” ucap Annisa pada akhirnya. “Apa?!” “Iya, Pak.” “Kok, bisa? Bukannya selama ini baik-baik aja?” tanya Revan kesal. “Ya bisa, Pak. Kebun bapak terkena hama, jadi semua tanaman gak bisa di panen alias gagal panen, Pak.” Revan melepas kacamatanya lalu memijat pangkal hidungnya. Niat hati ingin bekerja menghilangkan penat dan stress, nyatanya penat itu kian bertambah kala mengetahui kabar buruk dari Nisa. “Kenapa kamu baru kasih tahu saya sekarang, Annisa?” geram Revan. “Ya, saya juga baru tahu kabarnya tadi dari petani kebun, Pak,” ucap Annisa santai. Tak terlihat raut tegang atau khawatir di wajah Annisa melihat tingkah Revan yang kesal. “Kok bisa sih kena hama? Apa para petani itu kerjanya gak becus?! Hah?!” ucap Revan dengan nada tinggi. “Sabar, Pak. Namanya dunia pertanian itu ya pasti erat kaitannya dengan gagal panen. Kita manusia Cuma bisa berusaha dan berikhtiar, Pak. Bapak jangan menyalahkan petani. Mereka sudah bekerja dengan baik dan benar, hanya saja ya ... memang takdir Allah kita belum bisa panen, Pak.” Revan berusaha mengendalikan emosinya. Ia bersender pada kursinya lalu menghela napas. “Jadi apa solusinya?” “Ya cari supplier sayur dan buah yang lain dulu, Pak. Kita udah kasih pengumuman kalo kita ada promo sayur dan buah beberapa hari lagi lho, Pak. Masa mau diundur gara-gara gagal panen?” “Lalu siapa yang cocok?” “Ya, siapa lagi, Pak. Coba bapak hubungi Faraz deh,” usul Nita. “Ck, apa gak ada supplier lain selain dari dia?” tanya Revan kesal. Pasalnya saat ia berkelahi dengan Faraz dulu, ia telah memutuskan kerjasamanya. Ya, dulu juga Revan hanya basa basi mengajak Faraz bekerja sama. Hanya untuk merebut Lisa. Ia bahkan dengan tega merusak lahan Faraz yang akan panen. Sekarang, sepertinya Revan sedang menerima balasan atas perbuatannya dulu pada Faraz. “Ya, ada sih Pak. Cuma saya gak bisa jamin ya kualitas produknya. Soalnya Faraz juga udah pengalaman supply sayur dan buah ke supermarket besar, jadi secara kualitas saya yakin gak akan mengecewakan. Ini pertamanya promo buat narik konsumen lho, Pak. Masa kita mau pakai barang yang jelek dan berkualitas rendah? Nggak, kan?” “Ya sudah kamu hubungi Faraz dan minta kerjasama sama dia, ya?” ucap Revan sambil menegakkan tubuhnya kembali lalu memakai kacamatanya. Jari-jarinya mulai menari diatas keyboard PC. “Lho, kok saya, Pak?” “Ya iyalah, itu kan tugas kamu.” “Aduh, maaf, Pak. Untuk kali ini apa bisa bapak aja yang langsung hubungi Faraz? Soalnya di supermarket kerjaan saya masih banyak, belum lagi ngurusin lahan yang gagal panen, ya, Pak?” “Lah yang atasan itu kamu atau saya?” “Ya Bapak, lah.” “Terus, kenapa kamu yang ngatur-ngatur saya?” “Saya gak ngatur, Pak. Saya Cuma minta tolong. Lagian Bapak juga gak sibuk-sibuk amat, kan?” Revan mendelik sambil berdecak kesal pada Annisa. Masalahnya adalah Revan tak mau lagi berhadapan dengan lelaki yang bernama Faraz. Selain belum ikhlas jika lelaki itu memiliki Lisa, Revan juga malu karena tingkah buruknya di masa lalu pada Faraz. Jadi, bisa dikatakan Revan sudah tidak punya muka lagi jika bertemu Faraz. Annisa paham alasan Revan enggan berhubungan lagi dengan Faraz. “Bapak harus profesional. Ini masalah kerjaan. Jangan campur adukkan antara masalah pribadi bapak dengan Faraz ke dalam kerjaan ya, Pak? Saat ini kita memang butuh kerja sama, sama dia. Jadi, saya harap Bapak mau menurunkan ego dan gengsi bapak ya?” “Ya ya, terserah kamu.” Meski sebal dan kesal dengan tingkah laku Annisa yang mengatur-ngaturnya, Revan tetap bersedia melakukan saran dari Annisa. “Oke, Pak. Terima kasih banyak. Kalau begitu saya permisi dulu.” Annisa beranjak dari duduknya dan berbalik menuju pintu. “Annisa!” panggil Revan tiba-tiba. “Ya?” “Apa Lisa sudah bahagia dengan Faraz? Apa mereka bahagia sekarang?” Entah kenapa, pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Revan. Ekspresi wajah Annisa berubah menjadi sendu. “Saya gak tahu, Pak. Tapi ... “ “Tapi apa?” “Hmm, Lisa pergi.” “Apa?!” === Revan berjalan mondar-mandir di kamar villanya. Revan penasaran dengan kepergian Lisa. Revan pikir, Lisa dan Faraz sudah hidup bahagia karena Lisa terlihat begitu mencintai Faraz. Revan tahu, jika Faraz telah mengetahui alasan kepergian Annisa di hari pernikahannya dengan Faraz. Revan dan segala rencana liciknya untuk menghancurkan pernikahan Lisa dan Faraz. Tapi, ia kira Faraz sudah bisa memaafkan Lisa saat terakhir kali ia berkunjung ke rumahnya dan meminta dirinya untuk menikahi Nita. Sepertinya, masalah yang dihadapi rumah tangga mereka begitu pelik? Apa masih karena masalah Lisa dan Annisa? Atau ada masalah lain? Sudahlah itu bukan urusan kamu, Revan. hal penting yang jadi urusanmu sekarang itu adalah bertanggungjawab dan menikahi Nita. Lisa bukan urusanmu lagi. Sisi baiknya mencoba menyadarkan Revan. Namun, sisi buruknya malah mengatakan bahwa ini adalah kesempatan bagus untuknya. Jika Lisa pergi, bolehkah ia berharap bisa menemukan Lisa dan membujuknya kembali menjalin hubungan? Jangan mimpi, Van! Jelas Lisa sendiri yang nyuruh kamu nikahin Nita dan dia juga sudah mencintai suaminya. Saat batinnya tengah berkecamuk, tiba-tiba ponsel Revan berdering dan menampilkan nama Faraz di layarnya. Revan sempat tertegun untuk sesaat. Ia tak menyangka jika Faraz akan menghubunginya. === “Ada perlu apa lo ke sini?” tanya Revan datar. Saat ini ia bersama Faraz duduk di kursi depan teras vilanya. Faraz menghubungi Revan dan berkata akan menemuinya di vila untuk membicarakan sesuatu. “Gue mau minta kontak teman-teman kantor Lisa sewaktu kerja di Jakarta.” “Buat apa?” tanya Revan pura-pura tidak tahu. “Lisa hilang. Lebih tepatnya, dia pergi gak tahu ke mana,” ucap Faraz terdengar sedih dan putus asa. “Ck, gue kira lo sama Lisa udah bahagia. Hmm, nyatanya dia malah pergi gitu aja ninggalin lo. Itu berarti lo juga gak bisa buat dia bahagia, kan? Sehingga dia memilih buat pergi ninggalin lo gitu aja.” Jika dalam keadaan emosi yang normal, mungkin Faraz sudah membuat banyak tanda lebam di wajah Revan. Tapi, saat ini Faraz masih diselimuti rasa sedih dan bersalah karena kepergian Lisa  yang disebabkan oleh keegoisannya juga. Faraz tak menampik perkataan Revan bahwa ia juga belum bisa membuat Lisa bahagia. “Lo gak perlu tahu masalah pribadi rumah tangga gue, Van. Gue Cuma mau minta tolong sama lo. Gue mau nyari Lisa ke Jakarta. Lo mau bantuin gue, nggak?” Faraz sebenarnya pun enggan untuk meminta tolong pada Revan, tapi ia tak punya pilihan lain. Faraz sangat berharap jika lelaki itu mau membantunya. Revan menyeringai licik. “Oke gue bantu, tapi dengan syarat ya, Raz?”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD