7

1148 Words
Mentari pagi menyinari bumi dengan indahnya, tidak terlihat tanda-tanda langit akan hujan. Luna memasuki kantornya dengan wajah cemberut, ia merasa sangat kesal dengan kejadian tadi malam. Rani menunggu Luna didepan pintu manager HRD. Begitu melihat Luna tiba, ia langsung menyambutnya dengan semangat. Ia sangat penasaran dengan kencan Luna dan Febri. "Lun, gimana tadi malam sukses, 'kan?" tanya Rani. Luna tidak menjawab, wajahnya yang suram membuat Rani mengerti kalau acara kencan Luna dan Febri tidak berjalan sesuai rencana. "Memang gagal ya?" tanya Rani lagi. "Gatot alias gagal total! Gue ga mau ketemu sama si Vebri lagi," ujar Luna kesal. "Waduh, ada apa gerangan dikau sampai gatot begitu Lun?" "Sumpah! Pokoknya gue jijik bin jijay." "Kenapa lo bisa jijay? Cerita dong ke gue, gue kepo nih." "Lo tau ga–" "Gue ga tau," sahut Rani cepat. "Lo bisa dengerin gue ngomong sampe tuntas ga?" Rani secara spontan menutup mulutnya, ia takut salah bicara nanti Luna makin ngamuk. "Si Vebri itu masa ngupil didepan gue." "Apa ngupil! Iiih jijay banget dah, Lun." "Nah lo aja jijay apa lagi gue yang melihat adegan live dimenggali harta karunnya. Yang lebih parah upilnya jatuh dipiring gue! Jorok banget ga tuh." Rani tak bisa menutup mulutnya lagi, ia tertawa terbahak-bahak mendengar Luna yang menggebu-gebu menceritakan adegan upil yang mendarat cantik dipiring Luna. "Udah akh, gue mau kerja dulu. Lo sana kembali keasal lo. Kerja... kerja jangan makan gaji buta." "Galak amat Buuuu, nanti kerutan lo makin banyak." Luna semakin kesal mendengar perkataan Rani, sehabatnya seperti bahagia di atas penderitaannya. *** Hari semakin siang, Luna masih sibuk dengan berbagai macam berkas-berkas dimeja kerjanya. "Aduuh badan gue capek banget," keluhnya. "Liat Astagagram, Pacebuk, dan KeLon dulu deh, mumpung gue bisa santuy sejenak nih." Betapa senangnya Luna saat melihat Pacebuk, ada seorang pria mengirimkan ia pesan pribadi. Luna melihat profil pria tersebut. "Wuih mantap nih, cakep benar dah fotonya. Eh, namanya Katon Erlangga." Luna makin penasaran dengan pria yang bernama Katon Erlangga. Dia melihat profil, pekerjaan, dan status Katon sesuai dengan kriteria pria idamannya. "Yaa owoh, mantap pisan ini mah. Demen banget dah gue." Luna membalas pesan Katon, tak lama Katon pun membalas pesan Luna. Mereka saling berbalas pesan dan bertukar nomor ponsel. Luna tersenyum-senyum sendiri, suasana pagi hari yang mendung tadi dan seakan kelam berubah menjadi cerah ceria. Luna menghampiri Rani di divisi pemasaran, ia merasa tak enak sudah bersikap marah-marah pada Rani. "Hai emak Rani." "Ngapain lo nyamperin gue! Gue lagi kerja nih." "Rajin amat Ran." "Tadi ada yang bilang gue disuruh kerja, jangan makan gaji buta." "Sapa yang bilang gitu ke lo! Gue sambit juga dah tuh orang. Cepet katakan siapa! Berani-beraninya ngatain sahabat manager HRD. Cari mati yak tuh orang." "Jiaah gaya lo, dasar lo yaa ada udang dibalik rempeyek." "Hehe, sorry ya." "Iye gue maapin dah lo." Luna dan Rani tertawa bersama, begitulah persahabatan mereka. Saling memaafkan karena tidak ada orang yang sempurna didunia ini. Setelah pulang kerja Luna dan Rani duduk dikafe dekat kantor mereka. Luna menceritakan kalau ia mendapat kenalan seorang pria di Pacebuk. Rani ikut senang mendengarkannya. "Gue harap lo kali ini dapat jodoh yaa, Lun." "Aamiin." "Jangan sampe deh ramalan Nyai Mikmir terbukti." "Amiin. Semoga gue cepat nikah yaa, Ran." "Pokoknya doa yang terbaik buat lo." "Makasih, lo memang sahabat gue yang terbaik dah." Luna dan Rani saling menyemangati. ****** Tiga hari kemudian Sudah tiga hari Luna dan Katon saling berbalas pesan. Mereka janjian sepulang jam kerja disalah satu kafe Kuning. Luna memasuki kafe Kuning, ia teringat pernah adu pendapatan dengan seorang gadis. "Kok gue jadi inget sama si Ketek alias Kety itu ya. Kasian juga tuh bocah diputusin pacarnya." Luna mendapat pesan dari Katon kalau ia datang terlambat dari jam yang telah mereka tentukan. Kemacetan menjadi asalan Katon, Luna mengerti karena kota Jakarta tidak akan pernah tidak macet walau siapapun gubernurnya. Luna membaca n****+ karya Miss L yang baru saja update cerita di apliksi w*****d. Luna membaca cerita Maria, ia senyam-senyum sendiri dengan alur cerita tersebut. "Enak amat yak jadi Maria udah tajir dari lahir. Kalau gue harus kerja keras bagai kuda dah." Luna kembali larut dalam n****+ Maria yang ia baca, sehingga tidak menyadari kalau pria yang ia tunggu sudah berada dihadapannya. "Permisi, kamu Luna Kirana, 'kan?" tanya Pria itu. Luna mendongakkan kepalanya, melihat kesumber suara yang memanggil namanya. "Iya, saya Luna Kirana. Kamu siapa ya?" tanya Luna heran dengan pria itu. "Aku, Katon. Katon Erlangga," ujar Katon tersenyum manis. Luna sangat kaget melihat pria yang mengaku bernama Katon. Katon tampak sangat berbeda difotonya. Waduuh, ini mah namanya ekspetasi tak sesuai realita kalau begini. Masa jauh amat difoto dan realnya. Difoto cakep banget, badannya kurus, tapi kenapa bisa melar "Kamu cantik sekali Luna. Sama seperti difoto, malah lebih cantik aslinya." "Eh, terima kasih." Katon duduk dikursi dihadapan Luna. Katon terus tersenyum melihat Luna yang sedang memandangnya heran. "Kenapa? Aku beda ya dengan yang difoto?" "Dikit sih." "Itu foto aku dulu sebelum aku gendut. Dulu aku rajin fitnes, tapi sekarang sibuk kerja jadi ga sempat lagi deh." "Ooh gitu." "Kamu suka olah raga, Lun." "Biasa aja sih." "Kamu harus tetap olah raga supaya tetap sehat, jangan contoh aku ya. "Iya, terima kasih atas sarannya." "Udah pesan makanan? Aku laper, nih." "Belum, tadi nunggu kamu dulu." Katon memanggil pelayan restoran dan memesan banyak sekali makanan. Luna sampai terheran-heran melihatnya. Setelah makanan datang, Katon menyantap semua makanan seperti orang yang tak makan selama bertahun-tahun. Semua disantap sampai tak tersisa lagi. Luna menjadi tak selera makan, melihat cara makannya Rudi membuatnya kenyang. Pantesan badan lo melar Katon, makan lo aja udah kayak orang ga makan setahun "Lun, kamu ga habisin makanan kamu?" "Aku udah kenyang." "Sini aku habisin, pamali tau makanan ga dihabisin." "Ooh iya, sok atuh mangga." Luna menggeser piringnya kearah Katon. Luna menjadi tidak nyaman dengan keadaan dan situasi saat ini, ia ingin kabur lagi. Setelah beberapa hari yang lalu ia kabur dari Vebri, sekarang ia ingin kabur dari Katon. "Kanton, maaf aku baru ingat sesuatu." "Ada apa Lun?" ujar Katon dengan makanan yang masih penuh dimulutnya. "Melihat caramu makan, aku jadi ingat belum kasih makan ikan ku dirumah." "Aduuh Luna, kalau pelihara hewan tuh harus rajin kasih makan. Kasian loh." "Iya, aku lupa belum kasih makan dan mandiin ikan ku. Kalau gitu aku pamit dulu ya." "Luna tunggu makanan kamu belum bayar." Luna tersentak kaget, ia tak menyangka Katon memintanya membayar makanannya padahal Katon lah yang lebih banyak yang menghabiskan semua makanan yang ada. "Ooh iya aku lupa. Nih aku kasih seratus ribu rupiah, kalau kurang kamu bayar sendiri. Kamu kan yang paling banyak pesan makanan." Setelah memberikan uang Luna langsung secepat mungkin kabur dari kafe kuning. Luna sudah berada didalam mobilnya. "Mulai hari ini, aku haram kan diriku sendiri ke kafe kuning. Ga bakalan dah kesitu lagi," ujar Luna pada dirinya sendiri. Luna melajukan mobilnya dengan secepat mungkin dari kafe Kuning. Ia segera kembali pulang kerumahnya. Ia sangat lelah dan ingin merebahkan diri dikasurnya yang empuk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD