Merebut perhatian?

2318 Words
"Tuh, mereka pulang," kata Meisya yang berjalan sambil memegangi ponselnya wanita itu tengah melakukan panggilan video dengan sang sahabat, Meisya berjalan ke teras yang bersebelahan dengan car port tempat Abraar menghentikan mobilnya. Bella dan Nasya berjalan sambil bergandengan tangan menuju teras di mana Meisya duduk tentu saja dengan Abraar yang berjalan di belakang mereka. "Siapa, Ma?" tanya Bella yang saat turun dari mobil tadi mendengar Meisya membicarakan kepulangan mereka. "Mommy kamu, nih, dia nanyain kamu lagi di mana," jawab Meisya sembari mengarahkan ponselnya pada Bella yang lalu duduk di sebelahnya, tubuh langsing mereka membuat sebuah kursi teras yang terbuat dari rotan itu muat mereka duduki berdua. "Kamu darimana, Sayang?" tanya Laura pada sang putri, wanita cantik itu tersenyum sempringah melihat Bella yang juga terlihat ceria. "Abis nemenin Nasya beli buku, terus jalan jalan," jawab Bella yang terlihat begitu menikmati hari ini, "Mommy lagi ngapain?" "Biasalah, abis keliling dari resort, terus ke istal, terus ke pacuan. Sekarang pengen istirahat tapi keinget kamu yang seharian enggak ada kabarnya," kata Laura membuat sang putri terkekeh karena teringat memang seharian tidak memberi kabar pada sang ibu, gadis itu bahkan meninggalkan ponselnya di rumah. "Dia nggak bakalan inget Mommy, seharian sibuk ngajak anak orang main di play zona," kata Abraar menyambar, pemuda itu duduk di kursi teras yang ada di sebelah sang ibu dan Bella. "Anak orang siapa?" tanya Meisya dan Laura kompak bersamaan. "Ya anak orang, enggak tau siapa. Random aja gitu dia ajakin maen karena aku sama Nasya udah capek, momong Bella tuh capeknya ngalahin momong anak balita," jawab Abraar membuat Meisya menggelengkan kepala sedangkan Laura hanya tertawa mendengarnya. "Eh, Nasya ke mana?" tanya Bella yang merasa kehilangan gadis itu, tadi dirinya melihat Nasya masih berdiri di teras bersama mereka tapi tiba tiba dia sudah tidak terlihat. "Oh iya, tadi di sini, apa udah pulang?" sahut Meisya, Abraar menyadari jika gadis itu pasti merasa di abaikan lalu memilih untuk pulang. Pemuda itu segera meninggalkan teras membiarkan sang ibu dan Bella melanjutkan mengobrol dengan Laura yang juga dia panggil Mommy untuk mengejar Nasya. "Sya!" panggilan Abraar membuat seorang gadis manis yang berjalan di halaman rumahnya menghentikan langkah, Nasya mengulum senyum karena Abraar mengejarnya setelah menyadari dia pulang tanpa berpamitan. Gadis itu menghentikan langkah dan menunggu Abraar mendekat. Ela telah membesarkan Nasya dengan sangat baik, menjadikannya anak tunggal hingga Nasya berusia delapan tahun dan memiliki seorang adik laki laki di usianya yang ke sembilan tahun. Nasya tumbuh menjadi gadis yang cerdas seperti ibu kandungnya, juga sifat kalem dan pendiam yang begitu kental di wariskan oleh mendiang Arumi. "Iya, Mas, ada apa?" tanya Nasya sambil menatap Abraar yang terlihat lelah mengejarnya walau hanya berlari kecil melewati dua rumah yang memisahkan rumah mereka. Wajah tampan Abraar terlihat bersinar karena pantulan jingga matahari yang hampir tenggelam. "Kok pulang nggak pamit?" tanya Abraar dengan kening sedikit mengerut. "Iya, soalnya tadi kalian lagi serius ngobrol sama Tante Laura," jawab Nasya dengan senyum manisnya. "Mas mau ngasih ini," kata Abraar sambil merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah cokelat dari sana, Nasya tersenyum lebar. "Mas Abraar sampe ngejar aku ke sini buat ngasih cokelat pasti biar Kak Bella nggak tau." Senyum di wajah Nasya terlihat begitu manis menggambarkan hatinya yang di penuhi bunga bunga karena perlakuan istimewa pemuda di hadapannya. "Kan bisa di kasih nanti, Mas. Mas Abraar sampe lari lari ngejar aku ke sini," kata Nasya sambil menerima cokelat yang Abraar berikan. "Nggak apa apa, takut cokelatnya meleleh," jawab Abraar sambil tertawa kecil. "Mas Abraar beli cokelatnya kapan? Kok aku enggak liat?" tanya Nasya penuh selidik. "Tadi waktu kamu sama Bella ke toilet," jawab Abraar sambil berlagak berbisik seolah itu adalah rahasia mereka berdua, Nasya mengulum senyum merasa perlakuan Abraar begitu istimewa padanya. "Kak Bella—." Nasya ingin menanyakan apakah Bella tidak mengetahui hal itu agar dia tahu harus merahasiakannya atau tidak tetapi ucapannya harus mengambang karena melihat Abraar merogoh kembali saku celananya yang lain. "Ini buat Bella yang nggak ada kacangnya, Bella kan alergi kacang," kata Abraar dengan senyum lebarnya menunjukkan cokelat yang akan dia berikan pada Bella, Nasya tersenyum hambar melihatnya. "Iya," jawab Nasya lirih seiring rasa kecewa yang tiba tiba merasuki hatinya. "Ya udah sana masuk, Mas mau pulang, mau ngasih cokelat ini ke Bella," kata Abraar sembari berlari kecil lagi meninggalkan halaman rumah sang tante. Nasya kembali memutar tubuhnya dan melanjutkan langkah menuju rumah, sore hari yang tiba tiba terasa begitu indah kembali terasa suram. "Kak Abraar dari mana sih?" tanya Bella yang sekarang duduk di kursi teras sendirian karena Meisya yang sudah selesai mengobrol dengan Laura di telepon sudah masuk lebih dulu ke dalam rumah. "Dari ngejar Nasya," jawab Abraar ringan, "Kamu ngapain di sini sendirian? udah mau Maghrib loh, ntar di culik Wewe gombel gimana?" "Aku kan nungguin Kak Abraar, penasaran Kak Abraar ke mana," jawab Bella dengan gaya manjanya. "Kakak abis ngasihin Cokelat yang tadi Kakak beli, Kakak lupa tadi nggak ngasihin pas di mobil," jawab Abraar sambil memberikan cokelat yang ia pegang, Bella menerimanya dengan senyum lebar. "Wah, makasih kak," kata Bella sembari meraih tangan Abraar dan menggunakan tangan itu untuk membantunya bangun dari duduk. "Ini Cokelat buat Abitha, dia ada udah pulang kan," kata Abraar sambil mengambil satu cokelat lagi dari saku celananya. "Ada di kamar kata Mama," jawab Bella mereka berdua memasuki rumah beriringan dengan Bella yang sibuk membuka bungkus cokelatnya. "Awas!" kata Abraar yang dengan cepat menarik lengan Bella yang nyaris saja tergelincir saat menaiki anak tangga menuju kamar mereka, "makanya kalau jalan liat liat, buka cokelatnya kan bisa ntar!" "Enggak apa apa kan ada Kak Abraar malaikat pelindung aku," kata Bella sambil tersenyum manis dan mengedip ngedipkan kedua matanya untuk meledek Abraar. "Lebay!" sembur Abraar sambil melepaskan tangannya dari lengan Bella lalu meneruskan langkah menuju lantai dua di mana kamarnya dan kamar sang adik berada. Bella tertawa renyah mengikuti langkah pemuda itu. "Nih, titip cokelatnya Abitha," kata Abraar sambil memberikan cokelat yang sedari tadi di pegangnya pada Bella yang akan memasuki kamar Abitha tempat gadis itu menghabiskan malam ketika setiap kali menginap di rumah itu. "Oke, bos!" jawab Bella ringan sambil mengambil cokelat yang Abraar berikan, pemuda itu hanya tersenyum lalu memasuki kamarnya yang bersebelahan dengan kamar sang adik. Bella mengetuk pintu kamar Abitha sebelum masuk, gadis itu melangkah ceria mendekati Abitha yang sedang duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya. "Cie ... yang udah punya cowok chatingan mulu sampe hape lengket tuh di tangan," ledek Bella yang langsung duduk di ranjang empuk itu. "Ye ... emang chatingan harus sama pacar, Kak Bella tuh percuma punya hape mahal mahal tapi enggak pernah di pegang, Mommy aja sampe nelponin berkali kali sebelum aku angkat!" kata Abitha sambil menatap gadis yang sedang nyengir kuda itu. "Tadi udah vidcall kok ke hape Mama," jawab Bella sambil tertawa kecil, Abitha menggelengkan kepalanya. "Nih, Cokelat dari Kak Abraar," kata Bella sambil memberikan titipan Abraar dengan satu tangan memegang cokelat miliknya yang sedang ia makan. "Kakak aku emang baik, ya, aku nggak ikutan kalian pergi aja di beliin," gumam Abitha sambil membuka bungkus cokelatnya. "Iya lah, nggak mungkin aku sama Nasya di beliin tapi kamu enggak. Kak Abraar kan enggak pernah ngebeda bedain kita!" jawab Bella sambil menghempaskan tubuhnya telentang di kasur dengan kedua kaki menjuntai ke lantai. "Iya, kak Abraar kan kakak terbaik," jawab Abitha sambil mengunyah cokelat. "Ganteng lagi!" imbuh Bella sambil menatap langit langit detik kemudian gadis itu menoleh untuk menatap Abitha. "Tha, kalau di pikir pikir enggak mungkin kan Kak Abraar yang baik dan ganteng enggak punya pacar. Pasti banyak kan cewek yang naksir sama Kak Abraar," kata Bella sambil menatap Abitha yang juga jadi terlihat berpikir memikirkan ucapan Bella. "Mungkin diem diem Kak Abraar udah punya cewek tapi nggak bilang sama kita," sahut Abitha dengan ekspresi menerka nerka. "Selama ini kamu enggak liat ada yang mencurigakan?" tanya Bella seperti seorang detektif yang sedang menyelidiki sebuah kasus besar, Abitha menggelengkan kepalanya. "Awas aja kalau ceweknya kak Abraar enggak cantik," gumam Bella. "Awas aja kalau cewek genit dan nyebelin!" imbuh Abitha. "Tapi siapa pun ceweknya dia tetep nggak boleh ngerebut Kak Abraar dari kita!" kata Bella dengan tegas seolah Abraar adalah hak paten miliknya. "Betul!" sahut Abitha, kedua gadis itu lalu tertawa geli cekikikan. Mereka tahu jika suatu saat Abraar memiliki seorang kekasih apalagi sampai menikah maka mereka pasti merasa begitu kehilangan. *** "Kak ini cara ngerjainnya gimana?" tanya Abitha menunjuk sebuah soal yang ada di buku pelajaran matematika yang di pegangnya pada sang Kakak, Abraar mengambil alih buku itu untuk mencermatinya agar dia bisa memberikan jawaban yang Abitha minta, Bella ikut menatap buku itu. Mereka bertiga, Bella, Abraar dan Abitha duduk di atas ayunan kayu yang ada di halaman belakang sambil menikmati sejuknya hembusan angin malam. Abraar duduk di tengah dengan Bella dan Abitha duduk di sisi kanan dan kirinya, Abitha sibuk dengan bukunya dan Bella sibuk dengan game yang ia mainkan di ponselnya sedangkan perhatian Abraar sibuk terbagi untuk mereka berdua. "Kamu tuh belajar terus nggak pusing, Tha? istirahat dulu kali dari siang belajar terus," kata Bella sambil menatap wajah Abitha, Abraar tersenyum mendengarnya. Senyum yang jelas saja terlihat oleh Bella karena pemuda itu berada di tengah. "Aku malah terbayang bayang terus kalau ada soal yang belum aku kuasai, Kak," jawab Abitha, Bella hanya diam menaruhnya tangannya di bahu Abraar dan menaruh dagu di atas tangannya ikut memperhatikan saat Abraar mengajari sang adik. "Hay," sapa Nasya membuat ketiga orang itu menatapnya, gadis itu tersenyum sambil berjalan mendekat dia membawa sebuah toples di tangannya. "Sya, kemana aja baru ke sini?" tanya Bella, gadis itu lalu menggeser duduknya lebih mendekat pada Abraar dengan tujuan memberikan ruang agar Nasya bisa duduk di sebelahnya. Ayunan panjang berbahan kayu jati itu cukup kuat, kalau pun mereka terjatuh itu akan menjadi sebuah kenangan indah. "aku bantuin Mama bikin kue kering, ini aku bawa buat kalian," jawab Nasya sambil memberikan toples berisi kue kering yang ia bawa pada Bella. "Wah, itu pasti enak!" kata Abitha yang sudah tidak sabar menunggu Bella membuka toples itu. "Iya lah, kue bikinan Tante Ela kan selalu enak," sahut Abraar, Nasya tersenyum sambil menatap wajah Abraar. "Kak, susah," kata Bella sambil memberikan toples yang tidak berhasil dia buka pada Abraar dengan begitu manja. "Dasar manja!" sindir Abraar mengambil alih toples itu dari tangan Bella, Bella malah tertawa kecil. Mereka menikmati kue kering bertaburan keju itu sambil mengobrol ringan. "Kak Nasya, Tante Ela bikin kue kacang enggak?" tanya Abitha yang teringat kalau kue kacang buatan sang Tante juga enak. "Bikin, tadi aku kasih Om Samuel di depan kan Kak Bella alergi kacang," jawab Nasya membuat Abitha langsung turun dari ayunan. "Kamu mau ke mana?" tanya Bella pada gadis itu. "Mau minta kue kacang!" sahut Abitha Sambil berlari kecil, Abraar tertawa geli melihat tingkah sang adik. "Oh iya, aku belum off game," kata Bella teringat pada permainan yang dia tinggalkan begitu saja tadi, gadis itu menyalakan ponselnya. "Main apa, Kak?" tanya Nasya gadis itu menonton Bella bermain game lalu menyadari karena konsentrasinya pada permainan semakin lama tubuh Bella semakin bersandar pada Abraar, pemuda itu tidak keberatan bahkan dengan sadar mendekap dengan satu lengannya agar Bella lebih nyaman. "Bell, mau lagi nggak kuenya? Kakak abisin, ya," kata Abraar sebelum mengigit kue berukuran lumayan besar itu. "Ih ... jangan aku mau lagi, tapi lagi tanggung, suapin!" pinta Bella yang begitu serius menatap ponselnya, Abraar langsung menyuapkan sisa kue yang ia pegang pada Bella dan gadis itu pun tidak menolak. Dalam diam Nasya turun dari ayunan tanpa menatap mereka berdua. "Sya, mau ke mana?" tanya Abraar, Bella hanya sekilas melirik lalu kembali fokus pada ponselnya. "Mau minta kue kacang," jawab Nasya sambil berusaha tersenyum ceria seperti biasanya, Abraar hanya tersenyum mendengarnya. Saat sudah menjauh Nasya kembali menoleh dan melihat Abraar dan Bella bercanda sambil menatap layar ponsel Bella, sepertinya gadis itu kalah dalam permainan lalu Abraar meledeknya. Tidak seperti yang Nasya katakan pada Abraar tadi, Nasya tidak bergabung dengan Meisya, Samuel dan Abitha untuk menikmati kue kacang tapi langsung pulang. "Tumben udah pulang, Nak, biasanya kalau ada Bella kamu di sana lama. Malah suka nginep," tanya Bekti melihat sang putri sudah pulang. "Besok kan aku sekolah, Pa, Abitha juga sibuk belajar, Kak Bella sama Mas Abraar sibuk main game," jawab Nasya yang lalu duduk di antara kedua orang tuanya yang sedang mengobrol santai di sofa ruang tengah. "Jadi anak Mama yang cantik ini di cuekin?" tanya Ela sambil mengelus kepala sang putri dengan lembut. "Ya enggak di cuekin, aku main game sama Kak Bella dari tadi. tapi aku ngantuk makanya aku pulang," jawab Nasya beralasan, Ela dan Bekti tersenyum mendengarnya. "Ma, kok Kak Bella bisa sedekat itu ya sama keluarga Tante Meisya," kata Nasya tidak menyebut Abraar secara langsung karena tidak ingin kedua orang tuanya itu curiga. "Iya, karena tante Meisya dan Tante Laura itu sahabatan udah lama banget, mereka deket banget bahkan melebihi deketnya sama adik adik Tante Meisya sendiri, buktinya anak anak Tante Laura manggil Tante Meisya Mama begitu pula sebaliknya. Keluarga Tante Laura juga baik banget sama Keluarga Mama, mereka itu luar biasa," kata ela mengenang semua yang pernah terjadi dengan Meisya dan kebaikan Laura dulu. "Iya, mereka deket layaknya saudara, tapi kalau orang lain liat pasti ngiranya Mas Abraar sama Kak Bella pacaran, ya, Ma," kata Nasya sambil tertawa kecil, hanya dia yang tahu betapa tawa itu dia paksakan. "Iya, mereka juga deket banget dari kecil, tiap libur sekolah Bella pasti minta ke sini, untungnya mereka keluarga konglomerat jadi borong tiket pesawat juga bukan masalah," jawab Bekti sambil tertawa. "Sebenarnya bukan masalah uang atau harta tapi memang ikatan batin, lagian kalau pun Abraar sama Bella beneran pacaran juga nggak masalah kan, Kak Meisya dan Kak Laura juga pernah ngomong pengen besanan. Walaupun cuma bercanda tapi mereka pasti bahagia kalau candaan itu jadi kenyataan," sahut Ela, sang suami mengangguk membenarkan. "Ma, Pa. aku tidur dulu, ya, aku ngantuk," kata Nasya sambil bangun meninggalkan tempat duduknya. "Iya, Sayang, mimpi indah, ya," jawab Ela, Nasya hanya tersenyum manis pada ayah dan ibunya. "Aku harus cari cara untuk ngerebut perhatian Mas Abraar dari Kak Bella!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD