Bangun dari tadi.
"Kaaaakkkkaaaakkkk ...."
Suara nyaring dan cempreng seorang gadis menggema di kamar luas berdesain modern minimalis bernuansa abu abu itu, tetapi tetap saja tidak mengganggu tidur sang pemilik kamar.
"Kakak bangun, udah siang tau!" Suara itu terdengar lebih keras karena gadis bertubuh tinggi semampai itu bicara sambil mendekati sang pemilik kamar yang rupanya sudah mulai merasa terusik.
"Apa, Sih, Abitha! Berisik tau!" Pemuda yang tidur hanya mengenakan celana pendeknya itu bergumam lalu menutup wajahnya dengan bantal yang di raih asal dari sampingnya.
"Kak, bangun ayo temenin aku jalan jalan!" gadis itu kesal karena pemuda yang ia teriaki sejak tadi sama sekali tidak menampakkan tanda tanda akan bangun dari tidurnya.
Gadis itu tersenyum miring saat sebuah ide memasuki kepalanya, "Kak, ayo cepetan bangun!" Ia melompat naik ke tempat tidur dan mendarat cepat di atas perut rata sang pemuda.
"Kakak cepetan bangun! Cepetan bangun!" kata gadis itu memaksa sambil melonjak lonjakan tubuhnya di atas perut bawah pemuda itu.
Siapa yang bisa tidur lagi jika sudah demikian, lagi pula perlakuan aneh itu membuat sang pemuda sesegera mungkin mengumpulkan kesadarannya lalu menyadari suara itu bukan suara Abitha.
"Bella? Kok kamu bisa ada di sini?" tanya Abraar begitu membuka bantal yang menutupi wajahnya dan mendapati Bella tersenyum lebar di atas tubuhnya, gadis itu belum berniat beranjak dari atas tubuh bagian bawah Abraar yang ia duduki.
"Ya bisa dong, Kak, aku kan masih hidup. Kalau aku udah mati baru aku nggak bisa di sini," jawab Bella dengan entengnya, gadis itu berbicara santai seolah lupa dia duduk di mana.
"Ya Maksudnya, kenapa tiba tiba kamu ada di sini? Pagi pagi gini lagi." Abraar melirik jam di atas meja dan benar saja ini masih begitu pagi.
"Penerbangan Jakarta Surabaya itu cuma satu jam setengahnya jam, Kak, gitu aja heran!" jawab Bella santai.
"Ayo kakak bangun, cepetan bangun temenin aku jalan jalan aku bete!" seperti sebuah petasan cabe yang bertemu dengan korek api gadis cantik bermata coklat itu kembali melonjakkan tubuhnya, kasur empuk tempat mereka berada sekarang membuatnya mudah enjot-enjotan.
"Iya tapi kamu pindah dulu, kalau kamu bangunin kakak pake cara gini bukan cuma Kakak yang bangun tapi si itu juga!" kata Abraar tanpa rasa canggung.
"Oh, kirain emang udah bangun dari tadi!" Kekeh Bella sembari beranjak, gadis itu menggulingkan tubuhnya ke samping lalu duduk bersila kaki.
Abraar terkekeh malu, "iya."
"Udah sana buruan mandi terus temenin aku jalan jalan!" pinta Bella dengan manja.
"Lagian kamu mau jalan jalan aja ke sini, emang di Jakarta enggak ada tempat jalan jalan?" gerutu Abraar sembari menuruni ranjang.
"Banyak, tapi di sana nggak ada Kak Abraar," jawab Bella yang lalu membaringkan tubuhnya tepat di tempat yang baru Abraar tinggalkan, Abraar malah mencibirkan bibirnya mendengar ucapan gadis itu.
"Modus! Bilang aja di sana nggak ada yang bayarin, kalau di sini kan Kakak terus yang bayarin kamu!" kata Abraar sebelum memasuki kamar mandi yang ada di sudut kamarnya.
"Enak aja, aku nggak perlu di bayarin! Kakak lupa kalau aku orang kaya?" pekik Bella kesal, entah yang di dalam kamar mandi mendengarnya atau tidak.
Gadis itu dengan santai memainkan ponselnya hingga Abraar selesai mandi dan keluar dari kamar mandi kembali hanya mengenakan celana pendeknya, Bella hanya sekilas melirik lalu kembali fokus pada ponselnya.
"Ayo turun, Mama pasti udah bikin sarapan," ajak Abraar, yang sudah berpakaian rapi meski hanya celana jeans dan kaos oblong berwarna hitam.
"Iya, tapi gendong!" pinta Bella sambil mengacungkan kedua tangannya dengan manja.
"Dih, nggak tau malu!" sembur Abraar tetapi pemuda itu tetap saja duduk di tepi ranjang agar Bella bisa naik ke punggungnya.
"Kakak wangi, aku suka," kata Bella saat menghirup aroma wangi parfum di leher Abraar.
"Kamu tuh manja banget, Abitha aja suka cemburu sama kamu tau," kata Abraar sembari menggendong Bella keluar dari kamarnya lalu menuruni tangga karena sedari dulu kamarnya memang berada di lantai dua bersebelahan dengan kamar sang adik.
"Kenapa harus cemburu? Kan kalau Kak Abraar gendong aku turun dari kamar, Kak Abraar bisa gendong dia naik ke kamar," jawab Bella sambil tertawa kecil, Abraar hanya meliriknya sebal karena solusi yang Bella berikan justru membuatnya pegal.
"Justru aku yang cemburu tau sama Abitha karena dia punya kakak, aku nggak," sambung Bella, Abraar menghela napas lega saat menuruni anak tangga terakhir.
"Tapi Kak Bella punya adik, aku nggak," jawab Abitha yang mendengar ucapan Bella.
"Punya, adik kamu kan si Langit!" jawab Bella yang sudah turun dari punggung Abraar, pemuda itu lalu ke dapur untuk mengambil minum.
"Nggak mau, Langit nyebelin aku pengennya adik yang lucu imut imut!" sahut Abitha, Bella hanya terkekeh merasa memang adiknya itu kadang nyebelin karena sikap jahilnya.
"Haus, Nak?" tanya Meisya yang sedang menata meja makan melihat Abraar menghabiskan segelas air putih dalam sekali minum.
"Iya lah, Ma! Abis bawa beban hidup!" jawab Abraar menyindir Bella, Meisya hanya terkekeh geli.
"Bitha, Bella, ayo makan," ajak Meisya, dua gadis yang sedang serius membicarakan bintang idola mereka langsung berlarian kecil menuju meja makan.
"Loh, Bella?" Samuel yang baru keluar dari kamar terkejut melihat ada Bella di meja makan.
"Iya, Pa, masih utuh anak yang cantik ini namanya Bella. Emang Papa nggak denger tadi aku dateng," jawab Bella sembari mencium tangan Samuel. Saat Bella datang tadi, Samuel sedang berada di teras belakang berolah raga ringan sementara Bella langsung ke kamar Abraar.
"Nggak, tadi Papa kira itu suara Nasya, ternyata suara kamu," jawab Samuel, Meisya yang sedang mengambilkan nasi untuknya hanya tersenyum mendengarkan.
"Papa pasti nggak nyangka kan dia pagi pagi udah sampe sini," timpal Abraar yang tadi juga merasa terkejut, Bella hanya terkekeh mendengarnya.
"Daddy sama Mommy ke Lombok, Langit juga ikut aku bete sendirian di rumah makanya aku ke sini aja," jawab Bella sambil mengambil nasi.
"Yang aku heran kok bisa Kak Bella terbang pake penerbangan pagi, biasanya Kak Bella kan paling susah bangun pagi," kata Abitha, mereka mengobrol sambil mengisi piring masing masing dengan makanan.
"Iya, aku di bangunin Mommy berkali kali, kita kan ke bandara sama sama. Terus aku tidur lagi di bandara sama di pesawat," dengan gaya cerianya Bella bercerita, "tuh, liat besar banget kan pengorbanan aku buat ke sini, aku pengen jalan jalan sama Kak Abraar!"
"Pengorbanan apa pengorbanan, tidur gitu!" jawab Abraar cepat, Abitha terkekeh geli sementara Bella merengut sebal.
"Udah udah, jangan bercanda terus, ayo sarapan keburu makanannya dingin," kata Meisya, seperti biasanya setiap hari libur seperti sekarang mereka sarapan agak siang tidak sepagi biasanya.
"Bel, emang pengen jalan jalan ke mana?" tanya Samuel.
"Nggak tau, aku kan udah lama nggak ke sini jadi nggak tau tempat yang lagi hits di sini," jawab Bella ringan.
"Udah lama? Kamu ke sini dua Minggu yang lalu, Bella!" sahut Abraar gemas pada gadis itu, Bella hanya terkekeh geli.
"Kak Bella lupa? Kalau males kuliah pasti kabur ke sini? Mommy Laura aja sampe ngomel ngomel terus," imbuh Abitha, lagi lagi Bella hanya tertawa kecil.
"Jangan jangan tadi di pesawat kepentok nih, sampe hilang ingatan," sambung Abitha sambil menyentuh kening gadis yang duduk di sebelahnya.
"Enggak mungkin lah aku hilang ingatan, orang tadi aku di pesawat duduknya sebelahan sama cowok ganteng," jawab Bella sambil tersenyum ceria membayangkan wajah pemuda tampan di sebelahnya tadi.
"Iya? Kenalan nggak?" tanya Abitha penasaran, Bella menggelengkan kepalanya pelan. Abitha melenguh kecewa.
"Katanya kamu tidur, kok, bisa tau duduk di sebelahnya cowok ganteng?" tanya Samuel sambil tertawa kecil.
"Ya kan sebelum sebelum terbang dan setelah mendarat aku melek, Pa," jawab Bella.
"Alah, cowok itu juga pasti ilfill sama kamu. Kamu tidur kan pasti ngorok sama ileran," kata Abraar meledek Bella, gadis itu mendelik mendengarnya.
"Ih, nggak! Aku tidur tetep cantik, dong!" sahut Bella membela diri, Abraar hanya terkekeh.
Suasana rumah itu memang selalu lebih ramai jika kedatangan gadis cantik berambut kecoklatan seperti sang ayah itu.
"Mas Abraar ...."
Semua menatap ke arah pintu di mana panggilan dari seorang gadis terdengar.
"Kak Bella, kapan dateng?" tanya seorang gadis manis berambut hitam panjang itu.
"Sya, sini duduk," kata Abraar sambil menepuk kursi kosong di dekatnya.
"Aku baru sampe kok, Sya. Sampe terus makan," jawab Bella, Nasya tersenyum lebar mendengarnya gadis itu duduk di kursi kosong yang masih tersisa.
"Kamu udah sarapan, Sya?" tanya Meisya pada gadis itu.
"Udah Tante, tadi Mama udah masak juga," jawab Nasya, meski waktu sudah lama berlalu mereka masih saja menjadi tetangga selain menjadi saudara.
"Mas, Mas jadikan nganterin aku ke toko buku hari ini?" tanya Nasya pada Abraar, rupanya itu alasan Nasya datang ke rumah Samuel saat ini.
Abraar tidak langsung menjawab tetapi menatap Bella dan Nasya bergantian dalam kebingungan.