Semena-mena

1209 Words
Sore menunjukkan pukul 7, Evalinda tengah membantu Olin yang sedang menyiapkan makan malam untuk keluarga bangsawan ini. Evalinda terkejut dan membulatkan matanya ketika melihat makanan yang ditata di atas bar mini, makanan ini akan di nikmati keluarga ini. Sangat berbanding balik dengan keluarganya yang memakan lauk dua piring saja setiap hari. Jika semua lauk ini di awetkan bisa untuk sebulan keluarganya makan. Olin menyikut lengan Evalinda, membuat gadis itu menoleh. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Olin. “Oh aku hanya terkejut. Keluarga ini banyak juga makannya,” jawab Evalinda. “Mereka memang makan malam dengan banyak menu, namanya juga orang kaya,” kata Olin. “Kalian mengobrol apa?” tanya Erra kepada Evalinda dan Olin. “Kami hanya membicarakan tentang semua makanan ini, Miss. Evalinda bertanya kenapa makanannya banyak sekali. Jadi, saya menjawab,” jawab Olin membuat Erra menoleh melihat Evalinda. “Kamu tahu aturan di sini, Evalinda?” “Iya, Miss?” “Aturan di sini tidak boleh bergosip tentang keluarga ini. Jika itu terjadi, kamu hanya akan mendapatkan hukuman dan pecat secara tidak hormat dari saya.” “Baik, Miss,” angguk Evalinda. “Ya sudah. Lanjutkan pekerjaan kalian,” kata Erra. Evalinda dan Olin menganggukkan kepala. “Dasar ya. Sok sekali kamu. Mentang-mentang menjadi kesayangan Tuan Muda dan Tuan, malah kayaknya sok berkuasa di dapur ini,” sindir Sanit—salah satu rekan kerjanya. “Benar. Sepertinya dia akan menjadi berkuasa dan tentu saja kita tidak boleh membiarkannya,” sambung Athra. “Ya aku juga setuju. Aku tidak mau dia yang baru di sini sampai membuat semuanya menjadi seperti keinginannya,” sambung Marina. “Kalian bekerja saja tidak usah membahas hal lain,” sambung Olin. “Kamu membela dia, Olin? Dia itu sudah menggeser posisi kita,” kata Marina. “Aku tidak masalah. Karena jika Evalinda bekerja. Kita juga yang senang karena pekerjaan kita menjadi ringan, bukan?” Semuanya menggelengkan kepala dan tidak menyangka dengan jalan pikiran Olin, mereka pikir Olin ada dipihak mereka ternyata tidak sama sekali. Evalinda menghela napas panjang dan berkata, “Belum apa-apa mereka sudah membenciku.” “Mereka itu memang seperti itu, banyak maid yang sudah mereka usir dari sini dan berhasil mereka singkirkan, semua itu karena cemburu,” jawab Olin membuat Evalinda menautkan alisnya. “Lalu apa yang mereka dapatkan setelah menyingkirkan orang lain?” tanya Evalinda. “Mereka mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan kembali,” jawab Olin mengangkat kedua bahunya. “Wah. Mereka jahat juga,” geleng Evalinda. “Karena itu, kamu tidak usah mencari masalah dengan mereka,” kata Olin membuat Evalinda menganggukkan kepala. “Aku juga tidak mau sampai berurusan dengan mereka,” sambung Evalinda. “Ya udah. Kita bawa makanan ini dan menatanya di atas meja makan,” kata Olin. Evalinda menganggukkan kepala. “Aku dengar Tuan Muda akan datang,” kata Olin pada Evalinda. “Tuan Muda? Siapa? Tuan Muda Julionad?” Olin menggelengkan kepala. “Bukan. Tuan Muda yang satu. Anak pertama dari keluarga ini.” “Wah. Jadi ada dua Tuan Muda dalam keluarga ini?” Olin menganggukkan kepala. “Benar. Hanya satu sudah satu tahun ini Tuan Muda pertama meninggalkan rumah ini dan tinggal di apartemen.” “Benarkah?” Olin menganggukkan kepala. “Dia sangat tampan. Aku sempat mengira mereka ada keturunan Dewa Yunani. Benar-benar tampan dan menggoda iman.” Tawa khas Olin terdengar membuat Evalinda menyikutnya agar diam dan tidak berbicara tentang keluarga ini. “Miss Erra bisa mendengar kita,” bisik Evalinda. “Miss Erra melarang kita bergosip tentang keburukan keluarga ini.” “Ah sama saja. Tadi saja dia membuat aku merasa bersalah,” kekeh Evalinda. Olin menganggukkan kepala dan menaruh makanan di atas meja. “Kamu tata di bagian kiri. Kamu bisa belajar dariku cara menata makanan di atas meja.” Evalinda menganggukkan kepala. “Baiklah.” Evalinda lalu melihat cara Olin menata sajian di atas meja, Evalinda menganggukkan kepala melihat sesuatu yang hebat seperti itu. Olin benar-benar bisa melakukan apa yang tidak bisa ia lakukan. Sesaat kemudian, suara hentakkan kaki terdengar. “Makanan sudah siap?” tanya Julionad. Evalinda dan Olin menoleh. “Sebentar lagi, Tuan Muda,” jawab Olin membungkukkan badannya. “Lakukan secepatnya, jangan bercerita terus.” Olin menganggukkan kepala lalu menata makanan di atas meja dengan cepat. Julionad menghampiri Evalinda yang masih berdiri melihat Olin. “Hai,” ucap Julionad. Evalinda menoleh dan menganggukkan kepala. “Kamu tidak menjawabku?” “Jawab apa?” “Aku bilang hai, dan kamu hanya menganggukkan kepala?” Olin mendongak dan melihat ke akraban Julionad dan Evalinda yang terjalin sejak hari ini. Evalinda yang acuh tak acuh hanya bisa menghela napas panjang setiap kali berhadapan dengan Julionad yang di anggapnya semena-mena. “Lakukan cepat!” bentak Julionad pada Olin. Evalinda menoleh dan membulatkan matanya penuh, membuat Julionad mengangkat kedua bahunya. “Aku hanya melakukan tugasku sebagai Tuan Muda di rumah ini,” kata Julionad memahami apa yang ada dipikiran Evalinda. “Tuan Muda harusnya lebih menghargai orang lain,” kata Evalinda berusaha santun. “Aku tidak pernah menghargai orang lain, jadi seperti ini lah aku,” jawab Julionad. “Lalu apa menurut Tuan Muda itu bagus?” Julionad mengangkat kedua bahunya dan berkata, “Bagus sekali.” Evalinda mengangkat sudut bibirnya dan menghela napas panjang. Memang benar, hidup dilingkungan orang kaya dan serba kelebihan, membuat seseorang bisa tidak pandai ilmu, harusnya Julionad menghargai orang lain terlepas dari siapa dia. “Kamu tidak suka jika aku membentak pekerjaku?” tanya Julionad melihat Evalinda yang menata makanan di atas meja. “Aku tidak suka dengan seorang pria yang tidak menghargai kerja keras orang lain,” jawab Evalinda membuat Julionad menyunggingkan senyum. “Memangnya kamu siapa? Apa kamu pikir aku akan mendengarkan apa yang kamu katakan?” tanya Julionad membuat Evalinda menautkan alisnya. “Anda bertanya kepadaku, apa aku tidak menyukai sesuatu seperti itu? Dan, aku menjawab sesuai apa yang Anda tanyakan. Apa saya menyuruh Anda untuk mendengarkan saya?” tanya Evalinda mencoba menahan emosi. Lelaki seperti ini harusnya sudah lama ia hempaskan dilaut, namun karena ia sang empunya rumah ini, jadi Evalinda mencoba sabar dan menekuni pekerjaannya. “Sepertinya kamu salah paham dengan pertanyaanku,” kata Julionad berusaha terlihat keren dihadapan Evalinda. Evalinda menghela napas halus dan berkata, “Terserah Anda saja, Tuan.” “Harusnya kamu bekerja, kenapa kamu malah mengganggu Tuan Muda?” tanya Sanit membuat Evalinda menoleh melihat Sanit dah Marina yang kini membawa makanan lainnya. “Aku tidak mengganggu Tuan Muda,” kata Evalinda. “Lalu kamu mau mengatakan aku yang mengganggumu?” tanya Julionad membuat Evalinda menoleh dan menatap kesal ke arah Julionad. “Apa sih maksud Anda?” tanya Evalinda. “Aku mau makan. Siapkan aku makanan,” bentak Julionad membuat ekspresi Evalinda terlihat kesal. Evalinda menghela napas halus dan mencoba sabar menghadapi Julionad. Ia harus berusaha terlihat cuek dan tidak perduli dengan keadaan sekitar, karena setiap kali ia perduli, ia pasti kehilangan kesempatan untuk mendapatkan uang. Evalinda lalu kembali menata makanan di atas meja, dibantu oleh Olin dan Sanit juga Marina. Semuanya terlihat sibuk, sedangkan Julionad bersandar di lemari kaca yang memperlihatkan banyak minuman mahal dengan usia yang sangat tua hingga membuat minuman itu mahal harganya. Julionad terus menatap Evalinda dan sesekali tersenyum bahagia. Julionad suka dengan sikap cuek Evalinda, membuat harinya lebih berwarna ketika ia harus melihat Evalinda kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD