Menjadi Rebutan

1324 Words
Evalinda melangkahkan kakinya memasuki sebuah kamar yang besar yang ada dilantai 4, ia mengetuknya terlebih dahulu dan langsung masuk ke kamar tersebut. Tugas pertamanya adalah mengurus sang empunya yang katanya cacat dan tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Evalinda masuk dan melihat seorang lelaki tua sedang bersandar dikepala ranjang, mengenakan syal dilehernya dengan wajah pucat. Catherine sedang tidak di rumah, ia tengah menghadiri arisan bulanan bersama ibu-ibu sosialita dan meninggalkan suaminya sendirian di rumah. Banyak maid yang bisa mengurus Lucas yang sakit-sakitan. “Tuan, sekarang waktunya minum obat,” ucap Evalinda santun. “Kamu siapa?” tanya Lucas. “Saya maid baru yang bertugas untuk mengurus Anda,” jawab Evalinda. “Buang obat itu, saya tidak ingin meminumnya,” tolak Lucas. “Tuan, Anda adalah seorang Ayah dan suami, Anda harus minum obat untuk mendapatkan kesembuhan seperti yang diharapkan keluarga Anda.” “Aku tidak akan sembuh karena obat-obatan itu,” kata Lucas suara napasnya yang memburu. Evalinda paham apa yang dirasakan lelaki tua yang terlihat sudah keriput dan banyak goresan kecil di wajahnya. Ada rasa sepi yang tersirat diwajah tuanya, Evalinda yakin bahwa lelaki tua itu kesepian dan tidak memiliki teman. Dua anaknya sibuk mengejar dunia mereka masing-masing. Sedangkan istrinya hidup mewah dan terus berkawan diluar sana. Wajar jika lelaki tua ini merasakan sepi yang menyergap masuk. “Tuan, saya tahu Anda kesepian,” lirih Evalinda, meski tak berani mengatakan itu kepada sang empunya. “Apa maksudmu? Jangan lancang!” bentak Lucas. “Mohon maaf,” ucap Evalinda. “Saya hanya ingin Anda memiliki semangat sembuh.” “Aku tidak akan sembuh,” jawab Lucas. “Apa Anda ingin tahu mengapa Anda tidak kunjung sembuh? Karena Anda pun tidak yakin akan sembuh,” kata Evalinda membuat Lucas menatap wajah cantik gadis biasa yang mengenakan seragam maid, berdiri tepat disamping ranjangnya. Menatapnya penuh perhatian dan rasa ibah. “Aku tidak membutuhkan perhatianmu,” geleng Lucas. “Tuan, aku tidak mengasihani Anda. Saya hanya ingin Anda yakin bahwa kesembuhan akan datang.” Lucas menggelengkan kepala, dan berkata, “Kamu cerewet sekali, sini kan obatku,” kata Lucas. Evalinda tersenyum dan memberikan obat tersebut pada tuannya. Ia mengurus tuannya dengan baik. Evalinda sudah terbiasa mengurus ibunya yang sakit, jadi ia lihai dalam masalah ini. “Saya senang Anda akhirnya mau minum obat,” kata Evalinda meraih gelas yang diberikan Lucas padanya. “Bagaimana aku tidak mau minum obat, kau tidak berhenti bicara,” geleng Lucas. Sesaat kemudian, seorang wanita cantik masuk ke kamar, pakaiannya sangat seksi dan aksesoris ditubuhnya terlihat berkilauan, semuanya terlihat mahal dan berkualitas. “Sayang, kamu sudah minum obat?” tanya Catherine—Nyonya besar di rumah ini. Lucas menganggukkan kepala. “Maafkan aku,” lirih Catherine. “Aku tadi bertemu dengan teman lama, jadinya berbincang.” Catherine menoleh dan melihat Evalinda masih mengurus Lucas, membuat Catherine menautkan alis karena belum pernah melihat Evalinda sebelumnya. “Kamu siapa?” tanya Catherine. “Saya maid baru di mansion ini, Nyonya,” jawab Evalinda. “Kenapa kamu yang membawakan obat untuk suamiku?” “Nona Erra menyuruh saya membawa ini kemari,” jawab Evalinda lagi menjawab dengan tenang dan santun. “Sudah? Silahkan keluar,” kata Catherine. Evalinda mengangguk dan keluar dari kamar majikannya, Catherine menggelengkan kepala dan menghampiri suaminya, Catherine duduk ditepian ranjang dan menatap wajah suaminya. “Sayang, kamu tidak macam-macam dengan wanita itu, ‘kan?” tanya Catherine. “Apa yang kamu maksud?” “Kamu tidak menggodanya. ‘kan? Atau dia yang menggodamu?” “Aku tidak menggodanya, dan dia tidak menggodaku, dia itu masih muda, cocoknya sama Ben atau Julion, jadi mengapa kamu menanyakan itu padaku?” “Dia wanita yang cantik,” ucap Catherine. “Lalu?” “Ya aku tidak mau kamu tergoda padanya.” “Jangan sembarangan ngomongnya, aku ini sudah tua dan sudah lumpuh, tidak akan pernah melakukan hal itu lagi,” geleng Lucas. Lucas memang pernah melakukan hal itu, tergoda pada wanita yang lebih muda, namun ia cepat sadar ketika struk membuatnya lumpuh seperti saat ini. Ia tidak lagi berjiwa muda, dan tidak lagi berharap akan ada kesembuhan. “Sayang, aku tidak mau kamu melakukan kesalahan yang sama lagi,” ucap Catherine. “Aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama.” “Aku percaya padamu.” Julionad masuk ke rumah dan menghempaskan tubuhnya di atas sofa, ia melihat langit ruang keluarga yang terlihat sangat mewah. Selama ini … Julionad tidak pernah tertarik pada perusahaan, yang ia lakukan setiap hari bersenang-senang dan menghabiskan waktunya di rumah. Lalu bergoyang dibarclub, itu yang ia lakukan setiap hari, memanfaatkan harta yang diberikan Tuhan untuknya. Julionad tahu betapa kecewanya Ben padanya, ia mengetahui itu dan mencoba membalasnya dengan cara tak ikut campur pada perusahaan. Julionad juga tidak pernah berpikir Ben akan semarah itu padanya. Ia pernah bersikap tak perduli, namun sekarang ia mulai menyadari itu sedikit demi sedikit. Sesaat kemudian, matanya menangkap seorang wanita yang tengah melap guci mahal milik ibunya, Julionad tersenyum dan bangkit dari pembaringannya, lalu menghampiri Evalinda. “Hai,” ucap Julionad. Evalinda menoleh dan melihat Julionad tengah menatapnya. “Apa sih?” geleng Evalinda. “Apa sih? Kamu mengatakan itu padaku? Aku ini putra pemilik rumah ini.” “Lalu?” “Ya kamu harus menghormatiku,” kata Julionad. “Aku memang menghormati majikanku,” jawab Evalinda membuat Julionad terpana menatap wajah cantiknya. “Lalu? Kenapa kamu tidak menghormatiku?” “Ya mungkin karena kita seumuran,” jawab Evalinda lagi. Julionad tertawa terbahak-bahak mendengarnya membuat semua mata maid tertuju pada mereka, Julionad menggelengkan kepala, membuat semua maid terpana melihatnya, baru kali ini Julionad terlihat mengobrol dengan seorang maid. “Aku baru melihat seorang maid sombong sepertimu,” kekeh Julionad merasa lucu. “Oh oke,” jawab Evalinda. “Oke?” “Lalu kamu mau aku menjawab apa?” tanya Evalinda. “Oke oke oke,” angguk Julionad membuat Evalinda terkekeh. Julionad menoleh dan menatap Evalinda yang tertawa perlahan. “Kamu ketawa?” “Kamu seperti bukan Tuan Muda saja.” Kekeh Evalinda. “Aku memang seperti ini, santai dan tidak terlalu serius,” jawab Julionad. “Oh,” angguk Evalinda. “Buatkan aku kopi,” kata Julionad. “Kopimu sudah ada,” jawab Evalinda menggelengkan kepala. “Dengarkan aku semuanya!” ucap Julionad membuat semua mata tertuju padanya, semua maid pun bergegas untuk berjejer seperti biasa yang mereka lakukan jika ada informasi yang akan mereka dengarkan. “Mulai sekarang … segala kebutuhanku, seperti menyiapkan pakaianku dan menyiapkan makan untukku, akan dikerjakan oleh Evalinda.” Evalinda membulatkan matanya penuh dan menoleh menatap Julionad, bukankah ini adalah tingkah laku semena-mena? Evalinda menghela napas kasar. “Apa yang kau lakukan?” tanya Evalinda. “Siapa yang mengatakan bahwa Evalinda hanya akan mengurus kebutuhanmu?” tanya Catherine ketika keluar dari lift dan mendengar keributan. “Maksud Mom apa?” tanya Julionad dengan alis yang hampir saja bertaut. “Evalinda akan mengurus ayahmu juga,” jawab Catherine. “Mom bukankah yang mengurus Dad adalah Wil?” tanya Julionad. “Memang benar. Namun, ayahmu sepertinya mendengarkan perempuan ini.” Telunjuk Catherine mengarah kepada Evalinda yang kini menundukkan kepala. Evalinda harus ingat, karena menginginkan pekerjaan ini jadi Evalinda harus ramah dan santun, tidak boleh kasar pada majikan, meski ia kesal dengan tindakan Julionad yang semena-mena. “Bagaimana, Evalinda? Kamu mau kan mengurus suamiku?” tanya Catherine membuat Evalinda menganggukkan kepala. “Iya, Nyonya. Saya akan mengurus Tuan,” jawab Evalinda. “Lalu aku?” tanya Julionad. “Lalu kamu … banyak yang bisa,” kata Catherine. Julionad menghentak kakinya dan menghela napas kasar. “Mom,” lirih Julionad. “Saya juga bisa mengurus Anda, Tuan Muda,” sahut Marina—salah satu maid yang sudah bekerja selama dua tahun di mansion ini. Julionad menghela napas. “Nanti kamu tanya Wil apa saja yang suamiku butuhkan,” kata Catherine membuat Evalinda menganggukkan kepala. “Baik, Nyonya,” angguk Evalinda. “Ya sudah. Kamu lanjutkan kerja,” kata Catherine. Evalinda menganggukkan kepala dan membungkukkan badan seperti apa yang di ajarkan Erra padanya. Ia melakukan latihan sebelum ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD