Memories-18 NOW

1924 Words
~NOW~ Siang ini Melody berharap Lody akan terlambat dijemput lagi, hanya untuk alasan dia bisa bertemu dengan Bayu. Namun harapannya kandas saat Lody dijemput tepat waktu oleh pengasuh yang menjemput dari day care tempat Lody biasa dititipkan. Lody hanya sempat melambaikan tangan pada Melody dan Levi saat keduanya berpapasan di gerbang sekolah. Hari-hari berikutnya juga sama. Lody tidak pernah lagi dijemput terlambat apalagi dijemput oleh Bayu. Selalu pengasuh dari day  care yang datang menjemput Lody di sekolah. Hal itu membuat Melody sedikit resah karena sebuah rasa kecewa yang seharusnya tidak pernah tumbuh di hati kecilnya. Melody juga tidak punya alasan bertanya kenapa orang tua Lody tidak datang menjemput anaknya di sekolah, karena bukan hanya Lody saja yang jemput oleh pengasuh. Bahkan hampir sebagian siswa Bestar International School dijemput oleh supir dan pengasuh. Justru hanya beberapa siswa saja yang dijemput oleh orang tua, salah satunya Levi. "Tadi gimana sekolahnya?" tanya Melody kepada Levi. Hal yang biasa dilakukan oleh Melody selama perjalanan pulang dari sekolah. "Nggak ada yang spesial. Belajar berhitung, membaca dan menulis. Aku sudah bisa semua. Miss malah minta aku maju ke depan kelas untuk memberi contoh pada teman-teman yang lain." "Good boy," ujar Melody sembari mengacak puncak kepala putra semata wayangnya. "Lody gimana?" tanya Melody lagi ingin tahu. "Nggak jago banget. Masih sering salah tulis huruf b kecil. Suka kebalik sama huruf d kecil. Bentuk huruf j kecilnya juga aneh, terbalik jadi kayak bentuk permen bergaris di film-film kartun christmas. Kalau dikasih tahu sama guru malah nangis." "Kalau membacanya gimana? Lancar nggak?" "Nggak lancar-lancar banget, sih, Mom. Lama gitu kalau baca, padahal cuma dikit.” "Englishnya gimana?" "Bahasa Indo aja masih salah-salah, English lagi," gerutu Levi. Tiba-tiba tumbuh rasa iba pada Lody dalam hati kecil Melody. Dia merasa sepertinya Lody tumbuh di keluarga yang kurang harmonis dan kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Melody menoleh sekilas pada bangku penumpang sebelah kiri. Dilihatnya Levi sedang asyik menikmati roti sandwich yang dia bawa dari toko kue. "Enak banget kayaknya., Lev?" tanya Melody iseng saat melihat anak laki-lakinya itu. "Enak banget. Mommy yang bikin?" "Mommy Jinan,” jawab Melody, mengusap tepi bibir Levi dengan tisu.  "Pantes mozarella dan kejunya banyak. Kalau Mommy sedikit. Tomat dan seladanya yang dibanyakin." Melody hanya tertawa menerima tanggapan dari Levi. Dia tidak protes karena yang diucapkan oleh Levi benar adanya. Dia ingin membuat Levi menyukai sayuran dengan cara yang nikmat. Salah satunya mencampur dengan roti dan bahan-bahan kesukaan Levi. Namun terkadang dia terlalu berlebihan dalam memaksa anak laki-lakinya itu menyukai sayuran.  "Hari ini libur cokelat, ya, Lev! Nanti kamu batuk, Mommy lagi yang kena marah sama Papa." "Nggak mau...Aku nggak batuk ini, kok, Mommy," rengek Levi. "Seminggu aja, please," pinta Melody. "Ya udah aku nggak mau kerjain tugas selama seminggu juga." "Kecil-kecil berani ngancem, kamu, ya!" "Mommy juga gitu. Dikit-dikit ngancem Papa." Melody mendengkus kesal. Yang dia hadapi saat ini adalah Levi. Cerminan karakter dirinya sendiri. Ketika dia mencoba ingin keras pada Levi, maka dia harus bersiap anak laki-laki itu akan balik melawan dengan watak yang sama keras dengan ibunya. "Kalau sampai batuk stop cokelat untuk selamanya." "Teganya...kalau batuk tinggal minum obat ini...Mom. Dua hari juga sembuh." "Sudah! kamu jangan membantah Mommy terus." "Yes, Mom!" Lalu Levi pun diam. Dia meminta izin untuk memainkan game online dari ponselnya. Hanya janji untuk satu permainan saja. Melody mengizinkan karena hari ini dia sedang malas berdebat dengan anak laki-lakinya itu. *** Levi menghambur keluar dari mobil setibanya di rumah. Hari ini Melody tidak mampir di mana-mana, baik ke kafe maupun toko rotinya. Dia sedang ingin di rumah saja untuk mengawasi pekerjaan rumah Levi. Setelah mengganti pakaian sekolah dengan kaus dan celana pendek, Levi sudah duduk manis di ruang makan, siap menerima sajian makan siang dari pembantu rumah tangga yang bekerja di rumah Melody. Usai makan siang Melody bertanya pada Levi ingin tidur siang atau mengerjakan pekerjaan rumah terlebih dahulu. Ternyata Levi memilih untuk beristirahat karena matanya sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Melody menuruti permintaan sang anak dan ikut menemani Levi tidur siang. Namun kenikmatan tidur siang Melody harus terganggu saat mendengar ponselnya terus berbunyi. Sepertinya suara notifikasi group chat. Malas-malasan Melody meraih ponselnya. Diliriknya Levi yang ada di samping kirinya sudah terlelap. Dia pun beranjak dari kasur berbentuk salah satu karakter dalam film animasi berjudul Cars. Melody keluar dari kamar Levi, mencari tempat nyaman untuk membaca pesan yang ternyata sudah mencapai seratusan pesan. Melody membaca dengan cermat satu persatu pesan yang masuk ke ponselnya. Dugaannya benar, pesan paling banyak didominasi oleh group chat wali murid kelas Levi. Dari sekian puluh pesan yang ada di dalam group chat tersebut, ada beberapa hal yang ditangkap oleh Melody. Pertama, wali kelas memberikan daftar nama tempat bimbingan belajar yang direkomendasikan sebagai bahan pertimbangan bagi para wali murid yang sudah mendapat pesan khusus dari wali kelas. Kedua, wali murid bernama Jasmine Florisa yang tidak lain adalah ibunya Lody sedang kebingungan mencari guru les private untuk anaknya. Namun tidak ada satupun tempat bimbingan belajar tersebut yang bersedia memberikan les tambahan secara private sesuai keinginan ibunya Lody tersebut. Tiba-tiba saja ide konyol tercetus di kepala Melody untuk memberikan les private pada Lody. Iseng dia mengirimkan pesan pada Jasmine, pertanyaan basa basi apa wanita tersebut sudah menemukan guru les private untuk anaknya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Rupanya sampai detik ini Jasmine belum menemukan solusi atas permasalahan yang tengah ia hadapi. Melody pun berjanji akan mencarikan guru les private yang tepat untuk Lody. Dia hanya meminta waktu dua hari pada Jasmine untuk mencari. Padahal bukan mencari dalam arti yang sebenarnya. Melainkan Melody sedang berpikir keras mencari cara menyampaikan keinginannya untuk menjadi guru les private teman kelas Levi pada Arkan, serta mengatur waktu les supaya jelas saat menyampaikan niatnya bahwa Melody yang akan menjadi guru les private untuk Lody pada Jasmine. *** Saat Arkan sedang bersantai sambil menonton acara televisi di kamar, Melody masuk ke kamar membawa semangkuk buah apel yang telah dipotong kecil-kecil. Dia ikut duduk di sebelah Arkan sambil menyandarkan tubuh pada headboard.  Melody meraih ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping ranjang. Membuka ruang obrolan group chat yang sempat ramai tadi siang. Melody menunjukkan layar yang bertuliskan saran dari wali kelas untuk memberi les tambahan pada para siswa yang membutuhkan, serta daftar tempat bimbingan belajar yang direkomendasikan pihak sekolah.  “Anak kelas satu SD, kok, pakai acara les tambahan segala. Orang tuanya nggak sanggup ngajarin apa?” komentar Arkan cukup sarkas.  “Bukan nggak sanggup. Bisa aja karena sibuk.” “Levi nggak butuh, kan? Dia udah bisa semua gitu.” “Tapi perlu diasah lagi.” “Nggak perlulah. Nanti dia terlalu pintar kamu yang repot.” “Kamu, tuh, aneh. Anak pinter, kok,malah dibilang mengkhawatirkan.” “Ya, terus kamu maunya gimana? Mengirim Levi ke tempat bimbingan belajar? Kamu udah nggak kerja kantoran lagi, Mel. Masa nggak sanggup mengajar anak kelas satu SD?” “Bukan nggak sanggup. Tapi kalau ada teman belajarnya Levi pasti seneng.” “Apa bedanya? Selama ini Levi juga nggak sendirian kalau belajar. Kamu selalu menemani dia belajar.” “Beda, Arkan. Semangat belajarnya pasti nggak sama.” “Terserah kamu sajalah, Mel. Mau les di bimbel mana?” tanya Arkan, malas berdebat panjang dengan Melody. “Di rumah teman sekolahnya Levi.” Arkan terdiam sejenak. “Les private? Apa kelompok gitu? Ditungguin apa ditinggal?” “Lebih ke les private. Karena cuma dua orang saja yang ikut les. Ditungguin sampai selesai. Paling lama sekitar 90 menit, seminggu tiga kali pertemuan. Weekend dan tanggal merah libur,” jelas Melody to the point.  “Ya sudah...kamu atur saja. Yang penting nggak bikin kamu apalagi Levi sampai capek.” “Oke,” jawab Melody mengerti. Lalu dia memutuskan tidur lebih dulu setelah menyerahkan mangkuk berisi apel yang tersisa separuh pada Arkan.  ***  Dua hari kemudian, setelah mengantar Levi sekolah, Melody menghubungi nomor Jasmine dan mengajak wanita itu ketemuan. Sebelumnya Melody bertanya lokasi kantor Jasmine berada. Ternyata letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi Dara’s Bakery dan Jasmine juga tahu lokasinya. Jadilah Melody mengajak Jasmine ketemuan di toko kuenya saat jam istirahat makan siang. Kebetulan bila hari Kamis seperti ini Levi pulang lebih siang karena harus mengikuti perkumpulan kelompok paduan suara di sekolahnya.  Tepat pukul dua belas siang Jasmine memarkir mobilnya di depan Dara’s Bakery. Dia melenggang santai setelah menekan tombol lock pada remote control mobilnya. Saat memasuki toko kue, Jasmine disambut ramah oleh karyawan toko kue dengan sangat ramah.  “IMamanya Levi ada?” tanya Jasmine sopan.  “Ada, Bu. Ada yang bisa saya bantu? Atau mungkin sudah janjian?” “Bilang saja Bundanya Lody sudah datang.” “Baik, Bu.” Lalu karyawan tersebut pamit dari hadapan Jasmine untuk memanggil Melody.  Tidak sampai sepuluh menit kemudian, Melody sudah berdiri di hadapan Jasmine. Dia lalu memperkenalkan diri pada Jasmine.  “Hallo...Saya Melody, mamanya Levi,” ujar Melody menyodorkan tangan seraya menyebut nama aslinya.  Jasmine tertegun di tempatnya. Dia masih agak terkejut mendengar nama Melody. Selama komunikasi mereka berdua terjalin, Jasmine hanya memanggil dengan sebutan mama Levi saja tanpa mengetahui nama aslinya.  “Ada yang salah, Bu?” tanya Melody. Dia yakin hal ini pasti akan terjadi. Sampai detik ini dia belum sempat menanyakan alasan Bayu menggunakan nama Melody untuk anak perempuannya, karena belum ada komunikasi lanjutan sejak pertemuan mereka satu minggu yang lalu.  “Nama Mama Levi sama dengan nama anak saya,” jawab Jasmine terkekeh geli atas kenyataan yang baru saja dia dapatkan.  “Oh...ya? Memang siapa yang memberi nama itu? Atau mungkin Mama Lody suka musik, seperti alasan mendiang ibu saya saat memberikan nama kepada saya dulu?”  “Itu pesan suami saya. Kalau anak yang saya lahirkan waktu itu berjenis kelamin perempuan harus menggunakan nama Melody sebagai nama depannya. Saya nggak terlalu pusing mikirin soal nama, hamil dan melahirkan saja sudah melalui masa-masa yang sangat berat. Benar nggak?” ujar Jasmine tersenyum, mendapat anggukan setuju dari Melody.  “Ada alasan khusus apa gitu, kenapa suami ingin memberi nama Melody untuk anak perempuannya?” tanya Melody lagi, masih penasaran.  “Sampai detik ini saya nggak pernah tahu alasan dia apa pakai nama Melody di antara banyak nama yang beredar di internet. Saya sendiri juga nggak ambil pusing soal itu. Saya yakin setiap orang tua ingin memberikan doa terbaik untuk anak-anak melalui nama yang disematkan pada anak masing-masing.” Melody lagi-lagi hanya mengangguk setuju untuk menutupi ketidak puasan atas jawaban yang diberikan oleh Jasmine, atas rasa penasaran yang selama beberapa waktu terakhir cukup mengganggu hari-hari nyamannya. Keduanya lalu membicarakan hal inti dari pertemuan siang ini setelah mengobrolkan hal-hal remeh sebagai basa basi di awal perkenalan.  “Jadi Mama Levi mau menjadi guru les private untuk anak saya?” tanya Jasmine untuk meyakinkan sekali lagi penjelasan yang diberikan oleh Melody padanya.  “Iya, gimana menurut Mama Lody? Ada masalah?”  “Nggak ada masalah. Cuma untuk biaya lesnya gimana? Saya jadi nggak enak sendiri ngomongin soal uang sama Mama Levi.” “Nggak usah terlalu dipikirkan soal itu. Tapi yang jelas Lody nggak les sendirian karena saya juga sekalian akan mengajari Levi. Kalaupun Lody nanti merasa tertinggal saya akan meminta pada Levi supaya menunggu ketertinggalan Lody, dan baru bisa lanjut ke materi selanjutnya apabila Lody sudah benar-benar memahami materi yang saya berikan sebelumnya.” “Bisa saya obrolin soal ini dengan suami dulu?” tanya Jasmine hati-hati. Dia tidak mungkin mengambil keputusan besar ini seorang diri. Karena memang belum ada kesempatan mengobrolkan soal les tambahan untuk Levi dengan suaminya. Keduanya terlalu sibuk selama beberapa hari ini, hingga tidak memiliki waktu hanya untuk sekadar membicarakan kepentingan anak. “Boleh saja. Saya tunggu jawabannya besok jam sepuluh ya,” jawab Melody.  ~~~  ^vee^ 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD