~THEN~
Hari ini akan dilangsungkan pesta pernikahan kakak perempuan Melody yang bernama Symphony dengan seorang laki-laki bernama Aries. Meski acaranya sudah di-handle oleh wedding planner terkemuka, tetapi Melody tetaplah menjadi orang paling sibuk dalam acara ini. Bahkan dia rela mengambil cuti tahunannya demi bisa mendampingi Symphony mengurus segala keperluan pernikahan.
Pagi ini Melody sudah terlihat manis dengan kebaya tutu warna putih dibalut rok selutut motif batik dari Bugis. Warna kebaya Melody juga senada dengan warna pakaian seluruh keluarga inti dan mempelai wanita. Rambut Melody tidak disanggul, hanya ditata rapi oleh penata rambut profesional, dibentuk semanis mungkin supaya senada dengan model pakaian yang ia pilih di hari spesial Symphony.
“Pacar kamu nggak diundang, Mel?” tanya Symphony saat keduanya sedang berada di kamar Melody, menunggu tiba saatnya waktu akad.
“Nggak,” jawab Melody.
“Kenapa? Kakak juga pengen kenal.”
“Nanti aja kalau udah waktunya pasti aku kenalin.”
“Sekarang waktu yang tepat. Sekalian juga kenalin sama Bang Luthfi.”
“Enggak ach...Yang ada malah langsung disuruh nikah sama Bang Luthfi.”
“Kalau udah cocok, nunggu apa lagi?”
Melody hanya mencibir menjawab pertanyaan kakaknya.
“Percaya, deh, sama Kak Syfo...Selama kamu belum memperkenalkan laki-laki di hadapan Bang Luthfi dan Kak Ana sebagai kekasih, maka Kak Ana akan semakin gencar ngenalin kamu sama siapapun laki-laki yang dianggapnya pantas buat kamu.”
“LIhat aja kalau berani.”
“Terserah kamu, deh, Mel. Dibilangin juga!”
***
Setelah acara akad nikah, acara dilanjutkan dengan resepsi pernikahan di sebuah hotel berbintang lima. Melody yang tadinya mengenakan kebaya tutu saat acara akad, malam ini dia mengenakan gaun malam rancangan desainer terkenal tanah air. Sebenarnya dia enggan mengenakan gaun malam mewah nan terbuka itu. Namun Ana mengancam akan melaporkan Melody pada abangnya dengan segala tuduhan yang menyudutkan. Malas berdebat dengan wanita seperti Ana, akhirnya Melody menuruti saja perintah kakak iparnya itu.
Meski potongan gaun malam yang dikenakan Melody cukup tertutup di bagian punggung, lengan hingga kakinya dan hanya menonjolkan lekuk tubuhnya saja, tetapi Melody risih mengenakan gaun malam tersebut, karena memiliki belahan daada yang cukup terbuka. Hal itu membuat Melody tidak bisa bergerak secara leluasa. Apabila dia menunduk sedikit saja, maka siap-siap tonjolan di dadanya akan menjadi konsumsi mata orang lain terutama laki-laki secara gratis.
Rasanya Melody ingin lari dari tempat ini. Namun hal itu tidak mungkin dia lakukan. Jadilah Melody hanya duduk diam tanpa melakukan banyak hal di kursi yang khusus disediakan untuk keluarga atau tamu spesial.
“Kamu kenapa malah duduk sendirian di sini, Melo?” tegur Ana, melihat Melody duduk seorang diri.
“Lebih nyaman gini,” jawab Melody tak acuh.
“Nanti kamu dikira nggak dihiraukan abang kamu sama rekan-rekan bisnisnya. Gabung di meja sana saja. Ada Arkan juga tuh,” ujar Ana, mengedikkan dagu guna menunjukkan meja yang dimaksud olehnya tadi.
Melody melihat sekilas ke arah meja yang ditunjuk oleh Ana. Bertepatan dengan itu Melody beradu tatap dengan Arkan. Laki-laki itu terlihat tampan dengan setelan jas hitamnya. Melody hanya menanggapi dengan sekali anggukan. Lalu Melody memalingkan wajahnya. Dia tidak berani berlama-lama melihat ke arah meja tersebut, karena selain ada Arkan terlihat juga beberapa petinggi perusahaan tempat Melody bekerja. Hal itu yang membuat Melody enggan membawa Bayu ke acara ini, karena pasti terselubung urusan bisnis di dalamnya. Melody khawatir Bayu akan minder bila nanti dicemooh oleh keluarga besarnya karena statusnya sebagai karyawan dan berasal dari kalangan biasa.
“Kenapa kamu nyuekin Arkan, Mel?” tanya Ana memutuskan duduk lebih lama lagi di samping Melody..
“Kak Ana mantau aku? Mau banting setir jadi intel?”
“Kamu itu kenapa, sih, Mel?”
“Aku nggak kenapa-kenapa, kok. Baik-baik saja, sehat lahir dan batin.”
“Kak Ana suruh Arkan ke sini ya, temani kamu.”
“Nggak perlulah. Lagi nggak mood ngobrol sama siapapun aku sekarang, Kak.”
Ana mengembuskan napas kasar. Terlihat dia mulai tidak sabaran menghadapi sikap acuh tak acuh adik iparnya itu. Merasa tidak dihiraukan lagi Melody, akhirnya Ana memutuskan menyingkir dari sisi Melody. Begitu lebih baik, pikir Melody.
*** Bulan Maret adalah bulan yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh karyawan AIF Group. Setiap tahun akan dibagikan bonus tahunan, insentif bulanan, jasa produksi, kesempatan kenaikan gaji dan promosi jabatan besar-besaran di bulan ini.
Karyawan-karyawan yang mendapatkan salah satu dari sekian kebahagiaan di bulan Maret sedang bereuforia merayakan keberhasilan dan kesuksesannya. Tidak terkecuali Bayu. Tahun ini dia mendapatkan hampir semua kebahagiaan di bulan Maret. Bayu mendapatkan bonus tahunan, jasa produksi, kesempatan kenaikan gaji, naik grade dan juga rumor baik soal promosi jabatan.
Sejak membuka aplikasi khusus karyawan AIF Group dan melihat apa yang berhasil dicapainya atas penilaian tahun kemarin, membuat Bayu ingin segera bertemu Melody untuk menyampaikan sekaligus merayakan kesuksesannya. Namun dia harus bersabar karena hari masih menunjukkan pukul sepuluh pagi dan dia tidak ada jadwal mengunjungi kantor regional.
"PA tahun ini gimana, Bay? Aman?" seloroh Teguh saat melihat Bayu duduk santai di kantin yang terletak di belakang kantor.
"Aman...Insya Allah."
"Jasprod keluar? Naik gaji nggak?"
"Lo udah ngalah-ngalahin bos gue aja nanyanya."
"Gue nggak naik gaji. Jasprod juga apa adanya banget dah."
"Disyukuri, atuh."
"Nggak bisa ngajuin pinjaman karyawan gue sampai dua tahun ke depan gara-gara PA di bawah tiga, Bay. Gagal beli motor baru, aing."
"Ya udah pakek motor lama aja dulu sampai dua tahun ke depan. Sekarang kerja yang bener, perbaiki PA lo. Kali aja dua tahun lagi lo beruntung naik gaji dua kali lipat."
"Bakat juga lo jadi motivator, Bay."
"Gelo, siah!" umpat Bayu, tertawa setelahnya.
Bayu meninggalkan kantin untuk kembali ke bilik kerjanya. Dia mempercepat aktivitas hari ini. Seluruh berkas survey dia kerjakan dengan cepat. Biasanya dia menargetkan dalam satu hari menyelesaikan satu sampai dua berkas saja. Hari ini spesial, dia bisa menggarap sampai empat berkas sekaligus. Tentu saja hal itu menjadi kabar baik bagi para marketing seperti Teguh.
Sekitar pukul empat sore Bayu menengok ke sekitar ruangan. Sepi. Dia segera mencetak slip gaji dan penilaian akhir kinerjanya tahun kemarin untuk ditunjukkan pada Melody nanti malam. Dari bilik kerjanya Bayu berlari menuju tempat mesin foto copy untuk menunggu hasil cetakan.
"Nyetak apaan, Bay?" tanya salah satu teman kantor Bayu yang kebetulan masuk ruangan dan melihat Bayu berlarian dari bilik kerjanya.
"Nggak ada," jawab Bayu santai. Dia kembali ke bilik kerjanya setelah mengambil hasil cetakan.
"Keluar berapa kali gaji jasprod kamu, Bay? Naik gaji nggak tahun ini?" tanya temannya tadi ingin tahu.
"Alhamdulillah," jawab Bayu.
"Kamu, mah, gitu. Paling nggak terbuka soal salary."
"Ya...gimana lagi. Salary itu hal paling privasi yang nggak pantas untuk dibagi-bagi informasinya."
Teman Bayu tadi hanya tertawa, kemudian meninggalkan bilik kerja Bayu. Karena percuma, sekuat apa pun dia merayu Bayu untuk memperlihatkan slip gaji laki-laki itu, atau memberitahukan klu soal gajinya, Bayu tidak akan pernah membeberkan soal itu pada siapapun. Ibunya saja sampai detik ini tidak pernah tahu berapa gaji pokok yang diterima oleh Bayu selama bekerja di AIF Group. Hanya kepada Melody dia bisa terbuka soal gaji dan keuangannya.
***
Pukul setengah tujuh malam, Bayu meminta Melody untuk bersiap-siap. Bayu berencana mengajak Melody untuk makan malam spesial di sebuah restoran terkemuka. Namun Bayu tidak menjelaskan secara spesifik ke tempat makan seperti apa dia akan mengajak kekasihnya itu makan malam.
Melody menahan senyum melihat kembali deretan pesan yang dikirim oleh Bayu, memintanya dandan cantik tetapi tidak boleh terlalu cantik. Terlalu cantiknya untuk dilihat Bayu saja. Begitu kira-kira isi pesan singkat yang dikirim oleh Bayu satu jam lalu.
Supaya tidak salah kostum, Melody memilih sebuah dress selutut dengan potongan rok model A-line. Potongan lengannya juga tidak terlalu terbuka dan warnanya peach sehingga tidak terlalu mencolok serta pantas dikenakan di momen seperti apa pun.
“Kamu cantik banget? Mau ke mana, Neng?” canda Bayu melihat penampilan Melody malam ini.
“A’a bisa aja ngegombalnya. Wajahku panas sekarang,” ujar Melody, menyembunyikan semburat malunya. Meski Bayu sudah biasa memujinya cantik, tetapi Melody masih bersikap malu seperti sekarang ini bila dipuji oleh Bayu.
“Serius, atuh. Kita perginya naik mobil kamu ya.”
“Iya, A’. Kita mau ke mana, sih?” tanya Melody sangat penasaran.
“Mau makan malam.”
“Iya mau makan malam. Tapi di mana? Nggak biasanya A’a main rahasia-rahasiaan gini?”
“Sekali-kali bolehlah rahasia-rahasiaan sama kamu. Makin cantik kamu kalau lagi penasaran gini.”
“A’...udah dooong, muji-mujinya. Nanti aku terbang tinggi nggak balik-balik lagi ke bumi gimana?”
“Yaaah...jangan nggak balik, dong, sayang. Nanti aku sama siapa kalau kamu pergi.”
Melody memukul pundak Bayu. Laki-laki itu hanya tersenyum dan menatap Melody dengan penuh arti. Dia menggenggam tangan Melody dengan cukup erat seolah ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting melalui genggamannya.
“Kita berangkat ya. Biar nggak kemaleman,” ujar Bayu tiba-tiba, saat Melody sudah mulai mengunci tatapan mereka.
Melody mengangguk dan pamit ke kamar untuk mengambil tas serta kontak mobilnya.
***
Keduanya kini telah berada di restoran bertaraf internasional yang cukup terkemuka. Letaknya di rooftop hotel bintang lima pusat kota, tidak terlalu jauh dari rumah kos Melody.
Melody merangkul tangan Bayu saat berjalan di dalam restoran sembari mengikuti jejak langkah pramusaji restoran.
“Kenapa nggak bilang kalau mau candle light dinner gini, A’?” ucap Melody dengan suara lirik dari seberang meja.
“Mau kasih kejutan buat kamu.”
“Paling bisa kalau disuruh kasih kejutan. Untung aku nggak saltum-saltum banget, A’...” ujar Melody sembari memerhatikan penampilannya sendiri.
“Apa pun yang kamu pakai, meski saltum sekalipun, kamu tetap cantik di mataku.”
“Terima kasih, A’...” balas Melody tersipu malu.
Keduanya lalu memulai acara makan malam romantis ini, ditemani ribuan bintang yang berserakan di atas langit sebagai atap dan pemandangan kota dari atas lantai 35. Sungguh menakjubkan.
“Aku mau menunjukkan sesuatu,” ujar Bayu, merogoh sesuatu dari kantong jas yang kini ia gunakan. Selembar slip gaji dan deretan reward yang berhasil diraih Bayu atas kinerjanya selama setahun belakangan.
“Apa ini, A’? tanya Melody.
“Buka aja. Kamu orang pertama yang tahu setelah aku dan manajemen tentunya.”
Perlahan Melody membuka selembar kertas berukuran kuarto tersebut. Tanpa sadar Melody menutup mulut dengan telapak tangannya, sebagai upaya mengendalikan diri supaya tidak berteriak histeris.
“Seriusan ini, A’?” tanya Melody berusaha meyakinkan apa yang sedang dilihatnya saat ini.
“Ada nama dan NIK aku kan di kertas itu?”
Melody mengangguk dengan mata berkaca-kaca. Dia sedang bahagia hingga merasa terharu atas keberhasilan kekasihnya.
“Rencana aku mau ambil pinjaman lunak di kantor. Bunganya lebih ringan dibanding pinjam di bank. Gimana menurut kamu?”
“Kok tanyanya ke aku, A’? Aa’ sendiri gimana? Sreg nggak mau ngajuin kredit? Lagian buat apa juga ambil kredit karyawan?”
“Untuk beli rumah. Nanti ditambah sama uang jasprod biar dapat yang agak gede sekalian.. Biar kalau kita menikah nanti nggak perlu repot-repot cari kontrakan untuk tempat tinggal. Bener kan, rencana aku? Menurut kamu gimana?” ujar Bayu dengan wajah ceria.
Melody terdiam mendengar jawaban itu. Dia tidak menyangka rencana jangka panjang hubungan mereka sudah sejauh itu dipikirkan oleh Bayu. Melody sampai tidak mengerti harus menjawab apa ketika Bayu bertanya.
“Melody? Kamu kenapa diam saja?”
“Kamu sudah yakin ingin membawa hubungan ini ke jenjang yang lebih serius?” tanya Melody dalam keraguan.
“Kenapa kamu bertanya seperti itu? Kamu ngiranya aku nggak serius ya, sama hubungan ini?”
“Memangnya kamu sudah yakin sama aku. A’?”
Bayu tersenyum lembut, lalu meraih tangan Melody. “Aku merasa telah cukup mengenal dan sudah cocok dengan karakter kamu. Maka dari itu aku memberanikan diri untuk meningkatkan hubungan kita ke jenjang yang lebih serius. Ditambah lagi aku merasa sudah cukup punya modal untuk memantaskan diri menjadi pendamping hidup kamu, Melody,” ucap Bayu penuh kepastian.
Melody menunduk dalam diam…Tiba-tiba saja sebuah rasa sedih tumbuh di hati kecil Melody.
“Kamu mau melewati bahtera rumah tangga bersamaku, kan?” tanya Bayu, semakin mengeratkan genggaman tangannya di jemari Melody.
Melody masih tetap bertahan dalam diamnya.
“Diammu bukan berarti sebuah penolakan, ‘kan? Kamu hanya sedang membutuhkan waktu untuk berpikir. Benar begitu, Mel? Jawab ya, sayang. Jangan diam seperti ini,” pinta Bayu dengan wajah cemas.
“Iya...aku butuh waktu untuk berpikir,” jawab Melody lirih.
“Syukurlah kalau gitu. Aku antar kamu pulang ke kos ya.”
Melody mengangguk kemudian mengikuti jejak Bayu yang sudah beranjak terlebih dulu dari kursi.
~~~
^vee^