~THEN~
Sudah hampir lima hari ini Melody tidak bertemu dengan Bayu. Komunikasi mereka terjalin hanya melalui telepon. Melody tidak bisa mencari tahu lewat teman-teman kantor Bayu, karena dia sendiri tidak terlalu mengenal dengan baik satu per satu teman Bayu. Beruntung Melody ingat dengan Teguh, membuat dia berinisiatif untuk mencari tahu soal Bayu lewat teman kekasihnya itu.
Ternyata Bayu selama ini berbohong pada Melody saat di telepon dan mengatakan kalau dia sedang sibuk kerja. Pada kenyataannya laki-laki itu tengah terbaring sakit di kos. Akhirnya akhir pekan ini Melody menyempatkan diri untuk melihat Bayu.
Melody yang sudah siap-siap ingin memuntahkan amarahnya saat tahu Bayu membohonginya mentah-mentah, berubah menjadi hampir menangis setelah melihat kondisi Bayu. Laki-laki itu saat ini tengah terbaring tak berdaya di atas ranjang single dalam kamar kos yang tidak terlalu luas. Tanpa basa-basi Melody memberi kabar pada orang rumahnya kalau dia tidak bisa pulang ke Jakarta akhir pekan ini karena ingin menghabiskan waktu bersama Bayu. Namun tentu saja Melody tidak menjelaskan secara detail alasan yang sebenarnya tidak bisa kembali ke Jakarta akhir pekan ini.
“Astaga...A’! Kamu kenapa nggak bilang kalau sakit?” kesal Melody sesaat setelah duduk di pinggiran ranjang.
“Aku nggak mau bikin kamu khawatir.”
“Tapi A'a ngeselin, loh. Melebihi dari membuat aku khawatir sekarang ini rasanya.”
“Iya...maaf. Kamu tahu dari mana kalau aku sakit?”
“Dari Teguh.”
“Oh...tapi aku udah baikan sekarang.”
“Ya tapi tetap aja ngeselin.”
“Pacarnya sakit masa dikeselin gitu? Disayang kek, dirawat gitu.”
Melody mengerucutkan bibirnya menahan kesal karena Bayu bisa santai menghadapi Melody yang sedang dilanda kecemasan. Raut wajah yang ditunjukkan oleh Melody saat ini membuat Bayu gemas dan mengacak puncak kepala Melody dengan lembut.
“Kamu bawa makanan nggak?” tanya Bayu.
“A’a pengen makan apa? Biar aku belikan sekarang.”
“Pengennya dimasakin sama kamu.”
Melody tergelak. “Jangan bercanda, deh, A’! Di sini aku mau masak di mana? Lagian mau dimasakin apa? Paling juga mie instan,” ujar Melody sambil terkekeh.
“Ya nggak apa-apa. Asal kamu yang masakin meski gosong juga tetap aku makan.”
“Paling jago kalau disuruh ngerayu.”
“Kenapa? Ngerayu pacar sendiri ini, bukan pacar orang.”
“Awas aja kalau berani ngerayu pacar orang!” ancam Melody seraya menunjukkan kepalan tangannya tepat di depan wajah Bayu.
Bayu menyeringai. “Bikinin mie instan ya, please. Itu mie-nya ada di atas meja," ujarnya.
“Mie aja? Nggak pakai nasi?”
Bayu menggeleng lemah. “Lagi nggak pengen makan nasi,” jawabnya.
“Ya ampun… A’a ini lagi sakit apa hamil muda, sih?” ujar Melody sembari terkikik geli atas sikap Bayu yang lucu menurutnya.
Melody beranjak dari ranjang dan meminta Bayu menunjukan di mana letak dapur yang bisa ia gunakan untuk membuat mie instan. Setelah mendapat petunjuk dari Bayu, dengan langkah cepatnya Melody sudah sampai di sebuah dapur yang letaknya berada di ujung rumah kos. Beruntung rumah kos termasuk dapur sedang dalam keadaan sepi, sehingga Melody bisa membuat mie instan untuk Bayu tanpa perlu takut ketahuan teman kos Bayu yang lainnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian Melody kembali ke kamar Bayu dengan membawa mangkuk sedang berisi mie instan yang masih panas. Menyadari handle pintu kamar berputar dan meyakini bahwa itu adalah Melody yang hendak masuk kamar, Bayu beranjak dari kasurnya. Dia duduk sembari menyandar pada tembok di samping kasur.
“Aku suapin atau makan sendiri, A’?” tanya Melody setelah duduk kembali di pinggiran ranjang.
“Suapin dong. Kan lagi sakit,” jawab Bayu lemah.
“Tadi katanya udah baikan?”
Bayu menyeringai lebar sekaligus membuka mulutnya siap menerima suapan dari Melody.
“Kalau A’a nanti punya anak, pasti anaknya kalah manja sama A’a kalau lagi sakit kayak gini,” komentar Melody.
“Makanya aku mau punya anak cewek aja, biar nggak cemburuan ma aku, kalau lagi pengen manja-manja sama ibunya.”
“Dikira anak cewek nggak cemburuan juga?”
“Kalau anak cowok itu cenderung posesif ke ibunya. Beda sama anak cewek, biasanya lebih pengertian.”
“Pertanyaannya siapa yang jadi ibunya?” tanya Melody sembari menyembunyikan raut wajah malunya.
“Aku mending nggak punya pacar aja, kalau kamu selalu tanya seperti itu setiap kali sedang membahas soal rencana jangka panjang hubungan kita,” ujar Bayu serius.
“Aku cuma tanya, A’. Kenapa marah, sih?”
“Nggak marah. Aku cuma jadi merasa kayak harapanku itu bertepuk sebelah tangan. Rasanya cuma aku yang menginginkan hubungan ini melangkah ke jenjang selanjutnya. Sedangkan kamu pengennya diam di tempat. Aku nggak mau punya hubungan yang seperti itu, Mel.”
“A’a kenapa jadi salah sangka gitu? Aku sama sekali nggak ada maksud seperti itu, beneran…”
Melody cukup terkejut mendengar rentetan kalimat yang diucapkan oleh Bayu tanpa jeda itu. Berujung Bayu sudah enggan melanjutkan makan mie instannya dengan cara disuap oleh Melody. Ia memaksa untuk meminta mangkuk yang sedang berada di tangan Melody. Akhirnya setelah terjadi sedikit drama berebut mangkuk, Melody mengalah karena dia merasa menjadi pihak yang bersalah telah memancing amarah seorang Bayu.
Setelah mie instan di mangkuknya tandas, Bayu beranjak dari kasur untuk mengambil air minum yang terletak di atas meja. Melody sedih melihat sikap Bayu yang tiba-tiba menjadi dingin seperti ini. Sesaat setelah Bayu meneguk minuman dari dalam gelasnya, ia duduk di pinggiran ranjang di samping Melody. Namun tercipta jarak bernama hening di antara mereka berdua saat ini.
“Kamu mending pulang ke Jakarta aja. Ini weekend, kan. Waktunya berkumpul bersama keluarga,” ujar Bayu dingin.
“A’...jangan kayak gini, dong…”
“Aku juga mau istirahat lagi.”
Melody menghambur ke pelukan Bayu. Ia mendekap pinggang Bayu dengan erat seolah akan berpisah jauh dari laki-laki yang sangat dicintainya itu. Awalnya Bayu masih dingin dan tidak memberikan respon apa pun. Namun beberapa saat kemudian Bayu membalas pelukan Melody.
“Aku beneran nggak apa-apa kalau ditinggal pulang ke Jakarta sama kamu,” ujar Bayu, nada bicaranya kali ini sudah tidak dingin seperti beberapa saat yang lalu.
“Aku mau diam di sini aja, temani A’a.”
“Tapi aku mau istirahat.”
“Ya udah...A’a istirahat aja dulu. Nanti aku boleh datang ke sini lagi ya,” pinta Melody tulus.
“Iya datang aja kalau kamu nggak repot,” jawab Bayu.
***
Malam harinya Melody datang kembali ke kos Bayu. Kali ini dia membawa beberapa makanan ringan serta makan malam untuk Bayu. Keadaan Bayu sudah jauh lebih segar dari saat Melody datang siang tadi. Di saat laki-laki enggan membicarakan masa depan hubungan dengan kekasihnya, berbeda halnya dengan Bayu. Dia suka sekali membayangkan masa depan hubungannya dengan Melody.
“Nanti kalau kita nikah kamu mau kerja apa jadi ibu rumah tangga?” tanya Bayu setelah mereka baru saja mengakhiri acara makan malam sederhana di kamar kos Bayu.
“Aku pengennya tetap bekerja. Kenapa? A’a nggak suka wanita yang sudah menikah tetapi memilih bekerja kantoran?” tebak Melody.
“Belum juga jawab sudah diskakmat duluan.”
“Iya, maaf. Terus A’a maunya yang gimana?”
“Aku pengennya kamu melakukan apa yang aku perintahkan, tetapi aku jauh lebih bahagia kalau kamu melakukan apa pun yang ingin kamu lakukan dengan suka cita dan tetap bertanggung jawab tentunya.”
“Jadi aku masih boleh bekerja nantinya, kalau kita sudah menikah nanti?”
Bayu tersenyum simpul mendengar jawaban Melody. “Tentu saja boleh. Tapi aku lebih suka lagi kalau kamu sudah ada di rumah dan menyambut kedatanganku setiap kali aku pulang kerja dari manapun. Bukan disambut pembantu rumah tangga, anak atau siapapun.”
Melody mengangguk paham. “Tapi aku pengennya tetap kerja meski sudah menikah nanti,” ucap Melody sambil menerawang.
“Iya nggak apa-apa. Apa, sih, yang nggak untuk perempuan yang paling aku cintai ini,” ujar Bayu mencubit gemas kedua pipi Melody.
“Tadi katanya lebih suka aku ada di rumah.”
“Aku bilangnya lebih suka. Bukan berarti melarang kamu bekerja, sayang.”
Melody tersipu malu mendengar setiap kata cinta dan sayang yang terucap dari bibir Bayu. Bayu tersenyum melihat sikap Melody yang seperti itu.
“Mau menjadi apa pun kamu nanti, ibu rumah tangga ataupun wanita karier...kamu pasti akan jadi perempuan yang akan dicintai oleh pasanganmu.”
Melody memeluk Bayu. Kata-kata Bayu yang terlampau sederhana tapi memiliki makna yang begitu dalam membuat hati Melody terenyuh. Terima kasih, A’,” ujar Melody, terisak dalam pelukan Bayu.
Bayu tersenyum kelu dari atas puncak kepala Melody. Dia berharap suatu saat nanti akan menjadi pendamping hidup yang baik, bila Tuhan memberikan kesempatan pada ia dan Melody untuk terus mempertahankan hubungan ini. ~~~
^vee^