Memories-14 NOW

1352 Words
Bayu terpana ketika melihat wanita yang baru sedetik lalu berhadapan dengannya. Dalam hati dia menghitung sudah berapa lama wanita itu menghilang dari kehidupannya. Enam, tujuh, delapan hampir sembilan tahun berlalu dari terakhir mereka berjumpa dan kini Melody hadir kembali sebagai sosok yang tidak berubah sedikitpun secara fisik. Dia tetap Melody yang dulu dikenalnya, bahkan hingga kini tetap menjadi Melody yang selalu mengisi ruang hatinya selama sembilan tahun.  Melody tidak hanya kekasih yang ditinggalkannya begitu saja hanya demi mempertahankan egonya sebagai seorang lelaki, tetapi juga sahabat yang baik dan tempat berkeluh kesah paling nyaman. Rasanya begitu menyesakkan ketika Bayu harus kembali terkenang bagaimana tersiksanya dia harus melewati hari-hari yang berat karena harus menanggung rindu pada wanita itu.  Sebuah pertanyaan muncul di dalam benak Bayu. Untuk apa Tuhan menggariskan padanya takdir yang seperti ini? Ingin mempermainkan batinnya kah? Atau ingin menguji keteguhan hatinya sekali lagi seperti sembilan tahun lalu? Dan harusnya masa lalu tidak selayaknya dijadikan alasan untuk mengusik kehidupan seseorang di masa kini.  Melody berdeham sekali. Kesadaran Bayu kembali ke raganya saat guncangan Lody terasa di ujung tangannya. Sembari tersenyum getir, Bayu berusaha mengenyahkan memori tentang Melody yang masih tersimpan rapi di benak dan hatinya.  “Terima kasih sudah menjaga Lody,” ujar Bayu.  Suara berat itu membuat jantung Melody bergemuruh hebat. Baru saja dia menetralisir perasaannya. Kini gemuruh itu tiba-tiba datang lagi. Bahkan kali ini lebih hebat efeknya karena Bayu berdiri di jarak tidak lebih dari dua meter darinya saat ini. Melody nyaris terjatuh karena tubuhnya kini terasa sangat lemas. Dengan gagah, Bayu meraih tubuh Melody dan membantunya duduk kembali.  “Kamu kenapa?” tanya Bayu khawatir.  “Mommy... are you oke?” Dengan wajah tak kalah khawatir Levi bertanya dan duduk di samping Melody.  Merasa sudah salah mengambil sikap, Bayu menyingkir dari sisi Melody dan membuat jarak di antara mereka supaya Melody merasa nyaman dan tidak terganggu oleh kehadirannya. Mungkin Melody syok berat melihat keberadaannya, begitu pikiran Bayu untuk menenangkan perasaannya sendiri. Namun Bayu tidak bisa tenang melihat wajah Melody yang tiba-tiba berubah pucat. Dia bergegas membeli air mineral dan segera memberikannya pada Melody.  Demi apa pun baik Bayu maupun Melody sama sekali tidak pernah membayangkan mereka berdua akan dipertemukan lagi dengan cara seperti ini. Keduanya bahkan masih berharap kalau ini hanyalah sebuah ilusi atas penantian dan akibat dari menanggung rindu selama bertahun-tahun lamanya.  “Mommy nggak apa-apa,” jawab Melody, memperbaiki posisi duduknya. “Maaf ya, sudah membuatmu khawatir,” ucap Melody lagi, mengusap pipi Levi dengan lembut.  “Kita pulang sekarang ya,” ujar Levi masih belum puas dengan jawaban yang diberikan oleh ibunya.  “Kamu habisin dulu es krimnya lalu kita pulang,” jawab Melody. Dari ekor matanya dia bisa melihat Bayu sedang duduk memerhatikannya.  “Punya Lody juga cepat dihabisin ya. Kasihan ayahnya kalau nunggu terlalu lama.” “Iya, Aunty,” jawab Lody. Bayu mengacak puncak kepala Lody dengan kasih sayang, lalu mengangguk ketika Lody meminta persetujuan melalui tatapan matanya.  Melody tersenyum penuh arti melihat pemandangan di hadapannya. Hal yang sering dilakukan oleh Bayu padanya dulu, kini berlanjut dilakukan pada putrinya. Melody segera membuang muka saat tanpa sengaja Bayu berpaling dari Lody dan beradu tatap dengannya. Melody malu kalau sampai ketahuan kalau dia memerhatikan laki-laki lain, terlebih laki-laki itu pernah menjadi orang spesial di hatinya.  “Nama Om siapa?” tanya Levi yang duduk lebih dekat dengan tempat duduk Bayu.  Bayu tersenyum semringah. Wajahnya terlihat menyenangkan ketika tersenyum seperti ini, dan wajah itulah yang mampu memikat seorang Melody, yang terkenal tidak mudah membuka hati pada pria. “Nama Om, Bayu. Nama kamu siapa?”  “Nama aku, Levi Ghautama Khawas,” jawab Levi.  “Aunty Mel ini nggak suka cokelat juga seperti Ayah, loh,” ucap Lody ingin ikut nimbrung ke dalam obrolan dua laki-laki berbeda generasi itu.. Kali ini anak itu terlihat lebih riang dari sebelum ayahnya datang.  “Oh, ya…?” “Iya, kan, Aunty?” tanya Lody memastikan kalau ucapannya tidak salah.  “Iya betul. Cokelat bikin perut Aunty jadi bermasalah, lemes dan bikin Aunty berakhir di rumah sakit,” jawab Melody serius. “Tapi barusan Aunty kenapa tiba-tiba lemes dan hampir jatuh? Padahal, kan, nggak makan es krim cokelat sama sekali,” jawab Lody merasa bersalah. Raut wajahnya tiba-tiba berubah menjadi sedih.  “Aunty lupa kalau belum makan, makanya tiba-tiba lemas,” jawab Melody asal.  Bayu tiba-tiba menahan tawa sambil memalingkan wajah. Melody menoleh dan Bayu segera menyembunyikan wajah menahan tawanya.  Sesaat kemudian Levi dan Lody sudah mengakhiri acara makan es krimnya. Kedua anak kecil itu berlarian meninggalkan meja, serta Bayu dan Melody.  “Kamu mau ke mana?” tanya Melody saat melihat Bayu berbalik badan hendak menuju tempat p********n.  “Mau bayar es krimnya anak-anak,” jawab Bayu kikuk.  “Udah dibayar.” Bayu hanya membulatkan bibir kemudian berjalan di belakang Melody. Dia sengaja membuat jarak dengan Melody, karena khawatir Melody tidak nyaman dengan kehadirannya. Sedangkan yang dirasakan oleh Melody justru sebaliknya. Dia merasa Bayu tidak nyaman berada di dekatnya. Melody tidak tidak terlalu memikirkan soal itu. Yang kini harus dia pikirkan adalah menetralisir perasaannya dan bersikap kalau semuanya baik-baik saja di hadapan Bayu, terutama kedua anak kecil yang terus mengawasi gerak-gerik Melody. Dia tidak mau kalau sampai kejadian seperti beberapa saat yang lalu akan terulang kembali.  “Kalian pulangnya gimana?” tanya Bayu setelah mereka sama-sama berada di depan kedai es krim. “Mobil Mommy diparkir di sekolah, Om,” jawab Levi, mewakili Melody yang mendadak menjadi bisu.  “Oh...kalau gitu barengan aja. Nanti diturunin di depan sekolah,” saran Bayu.  “Nggak usah. Terima kasih banyak. Kami bisa jalan kaki,” jawab Melody, dia kemudian membantu Lody yang terlihat kerepotan masuk ke mobil Bayu.  “Tapi tas Lody ada di mobil Aunty Mel, Yah,” ujar Lody lirih.  “Ayo, Levi masuk. Biar Om antar ke sekolah sekalian ambil tasnya Lody,” ujar Bayu tanpa menunggu jawaban Melody. Ucapan Bayu justru disetujui begitu saja oleh Levi. Anak laki-laki itu melompat masuk ke dalam mobil Bayu tanpa peduli ibunya akan protes atau memarahinya. Bayu menahan senyum melihat interaksi anak-anak dan terutama ekspresi Melody yang kesal pada anaknya sendiri yang tidak mau menuruti ucapannya.  Bayu bergegas masuk ke mobilnya, lalu membukakan pintu penumpang depan dari arah dalam untuk Melody. Setelah merasa yakin kalau semuanya baik-baik saja, Melody segera menyusul masuk ke mobil Bayu.  Tidak ada obrolan antara Bayu dan Melody selama di dalam mobil. Suara di dalam mobil didominasi oleh anak-anak dari bangku penumpang tengah. Saat mobil Bayu memasuki halaman parkir sekolah, Melody mengarahkan Bayu pada posisi mobilnya diparkir. Bayu menghentikan laju mobilnya tepat di samping mobil milik Melody.  Bayu menyusul keluar dari mobill setelah Melody dan Levi keluar terlebih dulu. Dia mengikuti langkah Melody menuju pintu penumpang belakang, mobil Melody. Tanpa disengaja Melody menyentuh tangan Bayu, Saat laki-laki itu mengulurkan tangan hendak meraih tas milik Lody.  “Biar aku aja yang ambilkan,” ujar Melody disambut senyum kikuk dari Bayu.  “Terima kasih, ya, sudah membantu menemani Lody, sekali lagi. Terima kasih juga untuk bantuan yang sebelum-sebelumnya,” ujar Bayu setelah memasukkan tas sekolah Lody ke dalam mobilnya.  “Sama-sama.”  “Lain kali jangan kapok, ya, kalau direpotkan lagi sama Lody,” ujar Bayu sambil menyeringai. .  “Iya nggak masalah,” jawab Melody, membalas dengan senyum tertahan.  “Kamu duluan aja,” ujar Bayu mempersilakan Melody masuk mobil dan meninggalkan halaman parkir sekolah lebih dulu.  Setelah mobil yang dikemudikan oleh Melody menghilang dari jangkauannya, ada sebuah kesedihan yang tak terduga timbul di hati Bayu, dan itu sangat menyakitkan. Kini dia benar-benar telah kehilangan Melody-nya. Melody, cinta masa lalunya dan masih tidak berubah hingga masa kini. Hanya tersisa puing-puing kenangan tentang Melody yang berserakan di hatinya. Semakin Bayu mencoba mencari tahu takdir apa yang sedang mencoba mempermainkan kehidupannya, di situ dia semakin menderita karena harus menghadapi kenyataan kalau nama Melody masih terpatri di dalam hatinya.  Bayu mencoba merayu hati kecilnya dengan menyampaikan hal-hal baik tentang Melody. Kini dia tahu sendiri tanpa perlu meraba-raba dalam kegelapan soal kondisi kehidupan Melody, setelah tak melanjutkan kisah romansa mereka. Melody baik-baik saja dan bahkan terlihat telah menemukan kebahagiaan yang hakiki tanpa harus Bayu yang menjadi pendamping hidup untuk Melody.  ~~~  ^vee^ 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD