“Bukan dia teriak karena perlakuanku, atau menolak, atau lari. Dari situ sudah jelas memang Witri. Niatnya memang menjebak aku. Jadi bukan salah aku, bukan aku mau membela diri, nggak juga. Tapi kelihatan kan kalau dia menolak waktu itu dia langsung bilang Abang ngapain sih, jauh-jauh, begitu kan?”
“Dan segala macam penolakan, bahkan dia langsung bisa lapor ke orang tua kami. Ini nggak. Dia malah merespon pelukanku dan kami melakukan awal kegiatan di ruang tamu sebelum transaksi. Jadi pemanasannya di ruang tamu.”
“Gila kan? Itu memang kenyataan. Jadi memang Witri-nya yang menyodorkan diri padaku.”
“Kemala tidak seperti itu. Tentu saja aku teramat sangat mencintainya aku teramat sangat menghormatinya. Dia perempuan baik-baik.”
“Serius atau tidak kata-katamu kalau dia akan menjadi jodohmu silakan. Aku nggak problem. Kita tetap bersahabat baik. Cuma mungkin nanti ada rasa rikuh sedikit, karena dia mantanku. Itu saja. Tapi aku rela karena memang bukan punyaku lagi.”
“Sejak aku salah, Kemala itu sudah bukan milik aku. Penyesalan teramat dalam itu memang belakangan,” ucap Gerhana tulus.
“Innalillahi, kata Hasan ketika mamanya keluar menangis dan mengatakan bahwa uwak mereka sudah meninggal.
“Aku off dulu ya. Ini Mama menangis karena Uwak meninggal. Nanti kita sambung lagi,” pamit Hasan.
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Dengan Pak Hasan?” tanya seorang lelaki diujung telepon.
“Benar. Dengan siapa ya?” tanya Hasan. Dia sedang menunggu uwaknya di mandikan di rumah sakit, karena nanti kerabat akan membawa pulang uwaknya sudah bersih dikafani. Saat ini sudah malam pasien yang ditangani oleh Kayla dan Kemala sudah selesai dari tadi siang.
“Saya Yudi Pak. Wahyudi suami dari orang yang Bapak tolong tadi siang. Di mana saya bisa bertemu Bapak ya? Saya sekarang ada di ruang rawat istri saya di kelas 3.”
“Saya masih di rumah sakit. Di belakang rumah sakit Pak Wahyudi. Sudah nggak apa. Nanti saja. Saya sedang menunggu Uwak saya dimandikan, kami akan membawa pulang jenazahnya,” jelas Hasan.
“Turut berduka ya Pak. Rupanya Bapak sedang mendapat musibah. Baik saya ke sana Pak. Saya ke sana langsung saja. Nanti biar kita bicara. Saya tak mau menunda mumpung Bapak masih ada di rumah sakit ini,” kata Wahyudi. Dia tadi sudah bertemu dengan dokter Kemala yang menangani putrinya. Dokter Kayshilla sudah pulang.
Bagian adaministrasi memberitahu bahwa biaya awal termasuk biaya operasi sudah dibayarkan oleh Pak Hasan. Nanti apabila keluarganya tidak mampu semua akan dilunasi oleh Pak Hasan. Jadi tidak perlu takut.
Tapi tentu saja Wahyudi sudah mengurus menggunakan BPJS mandiri miliknya, sehingga nanti uangnya akan dikembalikan kepada Pak Hasan bila pihak rumah sakit telah selesai membuat pembatalan pembiayaan.
“Masya Allah Pak Hasan?” kata Wahyudi saat bertemu Hasan.
“Iya, saya Hasan. Anda siapa ya?” kata Hasan yang tak mengenal Wahyudi.
“Saya Wahyudi Pak. Salah satu pegawai kecil di kantor Bapak. Pasti Bapak nggak kenallah. Saya hanya bagian kecil di bagian administrasi gudang,” balas Wahyudi menyalami pemilik kantor tempat dia bekerja.
“Masya Allah ternyata pegawai saya sendiri,” jawab Hasan menepuk bahu Wahyudi.
“Saya mengucapkan terima kasih Pak. Bapak telah menolong istri saya membawa ke sini. Kata dokter juga tadi yang membantu ada sepasang suami istri. Saya boleh tahu nggak Pak siapa mereka?”
Hasan memberitahu nomor telepon Bapak dan Ibu Juned yang tadi menolong istri Wahyudi juga diberitahu nomor ponsel pasangan penolong itu.
“Bapak saya berterima kasih Bapak telah membayarkan uang pendaftaran awal dan operasi. Tadi sore sudah saya urus BPJS istri saya sehingga istri saya tidak ada p********n apa pun Pak. Nanti kalau uangnya sudah dikembalikan oleh Rumah Sakit akan segera saya setorkan. Kalau saya ganti pakai uang saya tentu saja saya tidak ada Pak. Tidak cukup uang saya karena kebetulan uang kami sudah diberikan dipersiapkan untuk membeli kambing untuk aqiqah,” lapor Wahyudi.
“Sudah kamu nggak usah pikirkan itu. Yang penting istri dan anakmu sehat. Anakmu perempuan atau laki-laki?” kata Hasan yang sejak operasi berlangsung belum mengikuti perkembangan pasien itu karena dia fokus pada pengurusan jenazah uwaknya.
“Perempuan Pak, tapi beratnya masih kurang, jadi sekarang di inkubator. Dokter Kemala yang merawatnya.”
“Sekali lagi terima kasih Pak Hasan. Saya berterima kasih. Istri saya bertemu dengan orang sebaik Bapak.” Mama Hasan yang memang melihat bahwa anaknya benar-benar menolong orang tentu saja sangat bangga. Tadi dia memang sudah was-was karena Hasan adalah anak angkat uwaknya. Uwaknya tidak pernah menikah dan sejak Hasan bayi memang Hasan sudah diangkat oleh sang uwak atau kakak ibunya. Tapi demi menolong orang tetap saja Hasan tidak langsung mendatangi rumah mereka sesuai janji dari meluncur dari kantornya, malah menolong seseorang yang lebih butuh dia. Itulah jiwa putranya. Dia sangat bangga terhadap hal itu.
“Jadi itu pegawaimu?” tanya Papanya Hasan ketika Wahyudi sudah pamit.
“Aku nggak tahu malah kalau dia itu pegawai aku Pa. Pokoknya tadi ada orang tua, sepasang suami istri sedang menolong ibu yang hamil di pinggir jalan. Ya sudah aku langsung berhenti menolong mereka bawa ke sini. Aku nggak tahu kalau suaminya itu malah pegawaiku.”
“Pegawai atau bukan pasti aku akan tolonglah.”
“Memang seperti itu, kita harus saling tolong,” mama Hasan setuju dengan sikap anaknya.
“Aku akan lihat bayinya dulu ya Ma ya, sebentar saja. Paling tidak memberi kado atas kelahirannya terhadap pegawai itu tadi.”
“Mama ada amplop nggak? Aku masukkan uang cash saja untuk mereka.”
“Ada, ada,” kata sang Ibu. Memang sebagai perempuan dia selalu menyediakan beberapa amplop kosong di tasnya. Kadang dia sering memberi seseorang, tentu tak elok kalau langsung diberikan tanpa amplop. Jadi dia selalu ada amplop di tasnya.
“Jangan amplop kecil banget Ma,” pinta Hasan.
“Enggak, amplop standar yang biasa. Bukan yang gede juga atau yang panjang. Bukan itu. Yang biasa saja. Tapi bukan yang kecil sekali kayak ampau itu. Bukan, bukan itu,” kata sang Ibu sambil mengeluarkan amplop putih polos berukuran standar.
Hasan langsung memasukkan lembaran merah ke dalam ampolop dari mamanya tanpa dia hitung berapa lembar. Lalu dimasukkan saku. Dia akan berikan pada istrinya Wahyudi yang baru mempunyai putri.
Tadi katanya anaknya perempuan. Semoga saja anaknya sehat. Untungnya mereka juga pakai BPJS, kalau tak pakai BPJS biar dia yang tanggung.