“Jadi seperti itu ya Ibu, Bapak. Harap sabar karena kan bayinya memang belum cukup umur saat lahir. Insya Allah dia kuat kok. Dia putri yang tangguh. Tenang saja,” kata dokter yang menangani bayi Wahyudi dan istrinya.
“Baik Dokter. Terima kasih,” jawab Wahyudi. Mereka memang sedang di ruang bayi. Istrinya dia dorong untuk dibawa ke ruang bayi, karena ingin melihat putri mereka yang ada di dalam inkubator.
“Ah aku lupa, Kemala kan dokter bayi NICU, pantas dia ada di sini. Tadi aku cari di ruangan Wahyudi ternyata katanya Wahyudi sedang mendorong istrinya ke ruang bayi. Ternyata ada Kemala. Bukan aku maksud nemuin Kemala ya. Kalau memang harus ketemu kenapa nggak?”
“Tapi aku jadi nggak enak sih deketin dia, walau aku sejak dulu suka sama dia. Tapi nggak mungkin kan aku ngambil kekasihnya Gerhana saat itu?”
“Sekarang dia sudah punya pacar belum ya? Tapi aku takut dia menolak karena aku teman dekat Gerhana. Pasti dia juga nggak suka atau paling enggak dia akan sama seperti Gerhana, mungkin dia merasa rikuh apabila nanti jadian sama aku. Tentu enggak enak pacaran sama sahabat mantannya.”
Hasan masuk ke ruang bayi, di sana dia melihat ada Kemala dengan Wahyudi dan istrinya.
“Dek ini Bos aku di kantor. Dia yang menolong kamu membawa ke sini dengan Ibu dan Bapak yang tadi kita telepon sebelum kita ke sini saat kita mengucapkan terima kasih.”
“Besok Dan Ibu dan Bapak Juned akan datang menemui kamu. Tapi Bapak ini Bos aku yang bawa kamu ke rumah sakit ini Dek,” kata Wahyudi pada istrinya.
“Terima kasih Bapak. Terima kasih sekali telah menolong saya dan anak kami. Terima kasih sekali,” kata Yuni atau Wahyuni istrinya Wahyudi.
“Itu biasa. Manusia itu kan tolong menolong. Kebetulan saya lewat jadi ya saya bawa ke sini. Mohon maaf kalau saya nggak tahu mau bawa ke mana. Pokoknya rumah sakit terdekat dari tempat Ibu Yudi ini kecelakaan.”
“Istri saya Wahyuni Pak. Nggak apa-apa dipanggil Ibu Yudi juga, karena memang istrinya Yudi,” kata Wahyudi.
“Saya nggak lama ya, karena kan kalian tahu Uwak saya meninggal. Mungkin sekarang sudah selesai dimandikan dan dikafani. Jadi saya mau langsung saja ini buat beli popoknya si kecil. Nanti kapan-kapan saya ke sini lagi kalau memang belum pulang baby-nya,” Hasan langsung memberikan amplop yang sudah dia persiapkan tadi.
“Terima kasih sudah merepotkan Pak, dan malah diberi hadiah seperti ini. Semoga semua yang terbaik untuk Bapak segera terwujud,” kata Wahyuni, tentu saja semua mengucapkan Aaaaaaamiiiiiiiiin termasuk juga Kemala. Biar bagaimanapun doa yang terbaik memang kita aamiiiiini saja.
“Kemala aku pamit ya, uwakku meninggal. Dia tadi dimandikan dan dikafani di sini. Aku akan langsung pulang. Jadi nggak bisa lama-lama. Kebetulan Bapak ini ternyata pegawai ku di kantor. Nanti kalau ada apa-apa kamu kabari aku saja, atau aku menghubungi kamu tanya tentang mereka.”
“Iya Kak Hasan. Nanti kalau butuh apa-apa kasih tahu saja,” jawab Kemala. Dia sudah sangat lelah ingin segera pulang seperti Kayla. Tapi belum bisa sebab memang dia dinas sore dan Kayla tadi dinas pagi.
“Eh mana Kayshilla? Tadi katanya dia ada bersamamu kan?”
“Sehabis membantu melahirkan dia langsung pulang, karena dia dinas pagi. Aku tadi itu sebenarnya belum datang karena dinas siang, tapi karena biasa tim dengan Kayshilla, ya sudah aku bantu dia dulu langsung tangani baby Ibu Wahyuni. Jadi nanti Kayshilla akan datang lagi besok pagi, tapi tentu sudah tidak menangani baby Ibu Wahyuni.”
“Kakak mau ketemu dia atau bagaimana?” tanya Kemala.
“Nggak, enggak. A ku cuma tanya saja,” jawab Hasan gugup. Dia memang hanya basa basi agar ada pembicaraan dengan Kemala.
“Aku baru tahu dari Badai katanya dia dokternya Pavita istri Badai. Jadi aku ya baru tahu itu saja. belum mengerti apa pun cuma jadi pengen tahu tentang Kayshilla saja.”
“Salam saja buat dokter Kayshilla dan terima kasih telah membantu istri dari pegawaiku melahirkan.”
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
“Kenapa ini? Kenapa ini?” teriak Basanti, dia kaget ketika rem mobil yang dia kendarai sulit dia kendalikan.
Tadi Nagendra bilang bukan dia pelaku pengrusakan. Suami sahabatnya itu tidak mau membuat hal-hal kecil seperti ini.
‘Lalu siapa? Mengapa aku selalu dihantui hal-hal kecil yang tidak membuat aku langsung mati, hanya membuat ketakutan seperti ini? Basanti langsung meminggirkan mobilnya. Sengaja dia mengarah ke pembatas jalan dan menghentikan mobil di trotoar dengan menabrakan mobilnya. Dia sungguh tak percaya ada musuh lain yang tidak terlihat.
Basanti sendiri sebenarnya sedang bingung dengan tekanan Keenan karena Keenan sudah memaparkan semuanya.
“Terserah Ibu mau ambil pilihan yang mana.” Demikian tadi pengacara Keenan ketika dia minta bertemu membahas tentang teguran Keenan minggu lalu.
Keenan memberi dua alternatif yaitu mengembalikan semua uang yang dia ambil dan juga memberi klarifikasi bahwa dia telah mencuri uang Alyssa itu lebih berat karena tekanan malunya sangat besar. Tapi daripada memmilih alternatif ke dua, yaitu mellalui jalur hukum dan konsekwensinya dia dipenjara.
Akan lebih berat lagi, sebab saat ini tidak ada keluarga lagi yang mendampinginya, yang akan membela dia. Orang tuanya di Madura tentu sudah tidak mau lagi mengakuinya setelah dia diultimatum tak boleh pulang ke kampung halaman.
Terlebih sekarang dia sedang tahap-tahap perceraian dengan Tama. Pasti orang tuanya tambah marah. Dia ibaratnya sudah sebatang kara. Tak punya siapa pun. Jadi kalau dia sampai di penjara itu akan lebih repot. Itu alasan Basanti mengambil keputusan akan memilih alternatif mengembalikan serta permohonan maaf daripada melalui jalur hukum.
Satu persoalan berat sudah dia lalui, tapi sekarang siapa yang sedang mengejar-ngejar dia? Sementara Gajendra, satu0-satunya tokoh yang bisa dia curigai mengatakan dia belum bergerak sama sekali.
Semua dia ingat, sejak dia mulai menikah dengan Tama.
‘Apa dia? Enggak mungkin kan?’
‘Aku sudah sangat lama tak pernah bertemu dengannya. Tak mungkin dia. Terakhir dia masih di rumah saakit jiwa yang aku kirim. Dan setiap bulan selalu aku bayarkan biaya perawatannya sampai saat ini.’
‘Hanya dia orang yang pernah aku lukai, selain Alyssa. Mereka berdua sejak dulu memang targetku. Ya mereka berdua yang selalu bisa mengalahkanku tanpa bertanding.’