"Ma-maksud Pak Nicho?"
"Saya mau kamu hamil dan lahirin anak saya. Gue ngomong masih pake bahasa Indo, Sofia. Seriously you don't understand what I mean? Atau kamu hanya pura- pura tidak tahu?" Ada geraman halus dalam penekanan setiap kata yang Nicholas ucapkan.
Napas Sofia tersekat. Ia seperti lupa cara menghirup oksigen ke paru-parunya. "Saya bingung karena ... maksud saya, Pak Nicho kan sudah menikah, kenapa tidak meminta istri Bapak untuk melahirkan bayi Bapak? Kenapa harus saya?"
"Pertama, gue nggak bisa jelasin kondisi pernikahan gue ke elo. Intinya gue dan istri gue butuh cewek buat hamil dan lahirin bayi untuk gue."
"Jadi istri Pak Nicho tahu tentang ini."
Nicholas mengangguk mantap. "Exactly, bahkan semua ini ide Anita."
"Tetap saja, saya tidak bisa langsung memutuskan menerima atau menolak permintaan Bapak. Saya belum pernah hamil dan melahirkan, saya tidak bisa menjamin saya akan cepat hamil."
"Sofia...." Nicholas mengelus pundak sekretarisnya. "Kamu hamil atau enggak, kami nggak akan nyalahin kamu."
"Tapi saya harus bilang apa ke ibu saya? Ibu saya bisa kena serangan jantung kalau tiba-tiba saya hamil tanpa menikah."
Nicholas menganguk lembut. "Oke, kita bisa menyembunyikan semua dari ibu kamu kalau begitu."
"Begini saja, biarkan saya berbicara dengan istri Pak Nicho, baru nanti saya putuskan untuk menerima tawaran ini atau menolaknya." Sofia menyingkirkan tangan Nicholas dari paha dan pundaknya, kemudian berdiri untuk pergi meninggalkan ruangan pribadi sang atasan.
"Lo pikir lo punya pilihan untuk menolak tawaran ini? Sofia, bangun deh. Kalau lo menolak tawaran gue, artinya lo harus angkat kaki dari perusahaan ini."
"Kalau saya menerima tawaran Pak Nicho tanpa bertemu Bu Anita, saya pikir saya juga akan angkat kaki dari sini karena ketahuan jadi simpanan Bapak. Bukankah begitu?"
Nicholas mengacak rambutnya. Ia kesal tapi juga gemas pada wanita di hadapannya. Baru kali ini Nicholas bertemu gadis yang tak terperdaya pesonanya, kecuali Anita tentunya, karena Anita seorang lesbian. Apakah Sofia tak bisa melihat ketampanan bosnya? Mungkinkah minus lensa mata Sofia terlampau parah? Tapi minimal dia sadar Nicholas kaya, apakah Sofia bahkan tidak tergiur menjadi sugar baby Nicholas? Ah, semakin Nicholas pikir, semakin berat kepalanya.
"Baiklah, gue akan mengatur pertemuan kalian."
"Baik, Pak, saya akan menunggu. Dan selama menunggu pertemuan dengan Bu Anita, biarkan saya menggunakan ruangan ini untuk memerah ASI buat keponakan saya."
Seulas senyum terpampang di wajah rupawan Nicholas. "Tentu saja, gunakan ruangan ini sesuka kamu."
'Dan aku akan sangat menantikan tontonan itu.' Batin Nicholas girang.
Hari ini Sofia menunjukan warna aslinya. Biasanya gadis itu penurut dan melakukan segala perintah Nicholas tanpa bantahan. Namun, baru saja Sofia dengan tegas menyanggah permintaan bos mata keranjangnya. Ketegasan Sofia entah kenapa tampak begitu seksi di mata Nicholas. Hasrat untuk mendapatkan gadis itu ke atas ranjangnya semakin menggelora.
**
"I have good news for you, Maam."
[Kabar baik apa?] Anita terdengar lelah di seberang sana. Malam sudah tinggi, ini saatnya ia istirahat setelah seharian bekerja. Kakinya baru lepas dari sepatu hak tinggi yang terasa mencengkeram tumit, menyisakan rasa nyeri.
"Coba tebak," balas Nicholas masih dengan nada riang.
[Hmmm, jangan-jangan lo udah dapet cewek buat hamil bayi kita.]
Nicholas terkekeh. "Bener banget, wow."
[Jadi kepo gue, cewek kayak apa yang bikin lo segitu happy. Dia cantik? Semok? Atau, masih muda?]
"Sekretaris gue, lo tahu Sofia 'kan?"
[Is it the chinese girl?]
"Yup, dia orangnya."
[Demi apa Sofia yang muda dan cantik mau sama akik-akik bangkotan kayak lo, Nicho?] Anita mengolok suaminya sambil tertawa lepas.
"Asem lo. Bangkotan gini performa di ranjangnya bintang lima. Sangat sangat sangat memuaskan."
[Tapi gue pikir dia terlalu muda nggak sih, Nicho? Bagaimana mungkin cewek sebelia itu mau hamil dan melahirkan? Sementara banyak wanita menolak hamil karena takut badannya jadi jelek, gendut, bergelambir.]
"Hmmm, no, no, nggak semua cewek takut hamil karena takut gendut. Itu cuma pikiran elo Anita! Dan Sofia itu nggak terlalu muda, dia udah 23 tahun. It's not like she's a minor or a teenager.]
[Ya udah, oke, kalau begitu jelasin ke gue, kenapa akhirnya Sofia mau menumbalkan diri ke akik-akik m***m kayak elo.]
"Terooos aja ngolok-ngolok gue! Gue cipok juga lo lama-lama." Setelah meluapkan kekesalan,Nicholas mulai bercerita sambil membayangkan kembali kejadian tadi siang. "Gue pegang kartu dia. Jadi si Sofia ini diem-diem pompa ASI di ruangan gue." Nicholas tidak mungkin memberi tahu Anita kalau ia memiliki ruangan pribadi yang tersembunyi. "Lalu gue pergokin, dan ancam dia buat laporin tindakan tersebut ke HRD."
[Tunggu, bentar? Kenapa dia harus pompa ASI di ruangan elo? Emang nggak bisa dia pakai ruangan lain, toilet misalnya?]
"Dia nggak mau karyawan lain tahu, jadi dia sembunyi-sembunyi pakai ruangan gue pas gue ada urusan di luar kantor."
[Ok, I see. Cuma ya, buat apa dia mompa ASI? Emangnya dia udah punya bayi?]
Nicholas menghela napas sebelum menjawab. Sebenarnya hati Nicho agak tercubit mengingat perjuangan Sofia memberi ASI untuk keponakannya yang yatim piatu, jika saja dirinya tidak butuh bayi, Nicholas mungkin tidak akan memanfaatkan situasi ini untuk mengancam Sofia. "Dia punya keponakan, masih bayi, usia dua bulan. Dan baru saja ditinggal mati orag tuanya karena kecelakaan. Sofia ngasih keponakannya ASI karena si keponakan alergi sufor."
[Wow, I'm speechless. Sofia benar-benar gadis yang baik dan penuh kasih sayang. Gue bisa merasakan ketulusan dia dari bagaimana dia berkorban untuk keponakannya.]
"Intinya, sebagai ganti menjaga rahasia dia, gue minta dia lahirin bayi kita."
[Itu nggak setimpal, Nicho. Kasian Sofia tahu!]
"Ya terus gue harus gimana, Anitaaaaaaaa. Lo minta gue nyari cewek buat hamil dan lahirin anak lo. Gue udah dapet ceweknya, elo malah kasian. Lagian Sofia terikat kontrak, yang mewajibkan dia nggak hamil dan menikah sebelum lima tahun kerja di Bunomo Grup."
[Dan kalau lo nyuruh Sofia hamil bayi lo, dia akan otomatis melanggar kontrak. Mikir dong, Nic.]
"Oh iya, kok gue enggak kepikiran ke sana ya."
[Ya soalnya otak lo cuma kepikiran gimana cara e*e si Sofia secepat mungkin!]
Nicholas terbahak. "Lo tahu aja jalan pikiran gue. Jadi sekarang enaknya gimana? Gue lepasin apa gimana tuh cewek?"
[Nggak, nggak, yang harus kita lakukan adalah membuat kontrak yang menggiurkan untuk Sofia. Kontrak yang berisi dia harus memberikan bayi untuk kita, sebagai imbalan kita gaji dia per bulan seratus juta. Dengan uang itu, dia bisa memulai usaha atau minimal membiayai kebutuhan hidupnya.]
"Oke. One more, dia pengen ketemu sama lo, Anita."
[Deal, then gue akan ke Malang Senin depan.]
"Buseeeet, cepet banget. Lo nyantai aja, nggak usah buru-buru. Bulan depan juga nggak apa-apa, Nit."
[Lebih cepat lebih baik, Nicholas. Kita perlu banyak diskusi dan banyak persiapan untuk membicarakan bagaimana bayi kita akan lahir. Kita juga harus nyari ibu s**u atau alternatif untuk keponakan Sofia, sebab yang gue denger, menyusui adalah KB alami, jadi kemungkinan besar dia akan susah hamil kalau sambil menyusui.]
"Oh gitu, baru tahu gue."
[Ya emang lo tahunya cuma soal bercocok tanam di lahan gambut doang. Udah deh, gue tutup dulu. Gue mau mandi. See you next Monday.]
**