Bab 5

1270 Words
"Nit, pokoknya nanti lo jangan sampai permalukan gue di depan Sofia. Promise me!" Anita menyunggingkan senyum sumbang untuk suaminya. "Kapan sih gue bikin malu elo, Nicho?" "Every time, Anita. Setiap lo punya kesempatan, lo pasti mempermalukan gue. Kayak lo demen banget lihat gue menderita. Lupa lo?" Nicholas berkata sambil merapikan dasinya yang bermotif garis-garis biru muda dipadu navi, senada dengan warna jasnya. "Okay, gue janji nggak akan jahilin elo di depan Sofia." Melihat wajah memelas Nicholas, Anita iba juga akhirnya. Sebagai wanita berpendidikan, Anita tahu betul bahwa Nicholas perlu menjaga wibawa di hadapan sekretarisnya. Mereka akhirnya menginjakkan kaki di restoran yang Nicholas reservasi untuk pertemuan istrinya dengan Sofia. Kesan industrial yang chic langsung terasa. Penggunaan material yang terekspos, seperti bata, logam, dan beton yang dibiarkan apa adanya dan tampil kotras dengan warna hitam yang dominan di sini. Suasana mewah namun santai ini jelas dirancang oleh konsultan desain interior yang sudah memiliki jam terbang tinggi. Pemilik restoran seperti membawa nuansa salah satu restoran tekenal di Australia ini ke bangunan di jantung Kota Malang. Kesan kasar dari gaya industrial diperlunak dengan penambahan elemen-elemen interior yang elegan dan berkelas. Salah satu contohnya adalah pelat tembaga yang dipadukan dengan marmer di atasnya. Semakin mempesona dengan adanya skylight. Restoran ini membagi ruangannya menjadi tiga bagian utama. Pertama, adalah bar menyuguhkan beberapa pilihan minuman dan koktail. Area tersebut adalah tempat yang tepat untuk menyantap minuman dan makanan ringan sambil mengobrol santai dengan teman atau kerabat. Kedua, adalah area santap utama. Bagian ini adalah bagian yang paling nyaman, sekaligus paling diminati. Area yang berada persis di belakang bar ini dilapis dengan tegel bermotif berwarna terang yang serasi dengan sofa yang bermotif kotak-kotak. Bagian ketiga adalah halaman belakang yang juga digunakan untuk bersantap. Bagian ini beratapkan skylight, yang bertujuan untuk mendapatkan ruang yang luas dengan plafon yang tinggi dan siraman alami cahaya matahari. Ketiga area tersebut didesain secara paralel untuk memungkinkan terciptanya koneksi visual di antara ketiganya. Nicholas memesan satu dari tiga buah VIP room yang terletak di lantai dua. Ruangan didesain secara terpisah. Tidak terkoneksi dengan bagian lain, serta sanggup menampung lima belas orang setiap ruangannya. Mungkin keputusan Nicholas terkesan berlebihan, menghamburkan banyak uang memesan ruang privat hanya untuk menemui seorang sekretaris rendahan. Namun bukan orang kaya jika tidak berlebihan. Alasan Nicholas juga cukup kuat. Ia memesan ruang ini adalah demi menjaga privasi, mengingat apa yang akan mereka bicarakan dengan Sofia adalah hal yang sangat rahasia. Padahal kalau cuma ingin bersantap, di ruang mana saja tidak masalah, karena rasa mewah dengan sentuhan industrial akan tetap dapat dirasakan pada setiap bagian restoran ini. Lorong entrance restoran menyambut dengan pencahayaan yang hangat. Warna abu dari plafon dan rangka baja yang kokoh menunjukkan gaya yang diusung restoran ini dari awal. Sofia sudah duduk manis menunggu di ruang makan yang cozy dengan sofa panjang yang bermotif kotak abu-abu, serasi dengan tegel yang digunakan. Penampilan Sofia malam ini lain dari penampilan sehari-harinya di kantor. Jika biasanya rambut hitam si sekretaris diikat atau digelung ke belakang kepala. Hari ini rambut itu dibiarkan terburai. Setelan blazer rapi berganti kaus merah jambu longgar dilapisi kardigan rajut warna lilac. Kaki jenjang Sofia terbungkus celana jeans biru pudar yang cukup ketat. Nicholas hampir tak bisa menahan air liur. Sofia tampak berkali lipat lebih cantik dari biasanya. Bagaimana jadinya jika tubuh molek gadis itu mengenakan lingerie seksi yang tipis atau bahkan transparan? Nicholas menggeleng-geleng samar, mencoba mengusir pikiran m***m yang berkelebat di benaknya. "Hi, Sofia. Nice to meet you." Anita menyapa Sofia dengan ramah. Ia mengulurkan tangan untuk dijabat calon ibu dari bayi yang diinginkannya. "Selamat malam, Bu Anita, salam kenal." Sofia membalas tak kalah ramah. Nicholas tanpa sungkan menghempaskan pantatnya di sofa samping Sofia, sementara Anita duduk persis di depan Sofia. Tak berapa lama, pelayan datang dengan minuman dan aneka hidangan yang sudah direservasi sebelumnya oleh Nicholas. "Nah, ini spesial buat istri gue tercinta cherry limeade." "Thanks, this is my favorite drink." Anita cukup bangga memiliki Nicho yang pandai memperlakukan wanita dengan manis. Selanjutnya Nicholas menyodorkan gelas untuk Sofia. "Smoothies untuk busui cantik." "Pa-Pak Nicho tahu dari mana saya suka smoothies?" Alih-alih Nicholas yang menjawab, Anita lebih dulu berkomentar. "Mengamati orang dan mengingat hal-hal favorit orang di sekitar adalah keahlian Nicho. Just so you know." "Thank you, Maam." Merasa terbantu dengan penjelasan Anita, Nicholas berterima kasih. "Gue juga udah pesen ribeye steak buat lo, Nit. Dan khusus untuk Sofia, gue pesenin T-Bone Steak." "Terima kasih, Pak." Sofia hanya bisa mengucapkan kata singkat itu. Nicholas mencondongkan tubuhnya untuk berbisik, "Ini steak paling mahal di sini, buruan di makan sebelum dingin." Aksi Nicholas membuat Sofia canggung, menyadari itu Anita membuka pembicaraan untuk mencairkan suasana. "Oke, sambil makan kita bisa sambil bahas kontrak kan?" "Kontrak? Kontrak apa, Bu?" Sofia tampak terkejut sekaligus bingung. Anita menyodorkan map yang tadi ia bawa. "Ini, kamu bisa baca dan pelajari baik-baik sebelum ditandatangani." "Jadi gini, Sof. Anita pengen ubah gaji elo selama elo hamil sampai melahirkan bayi kami. Biar clear dan sama-sama enak, kita butuh namanya kontrak kerja sama." Sofia fokus membaca serta membalik lembar demi lembar kertas berisi kontrak di tangannya. "Em, pasal soal tiga titik satu, saya harus tinggal di tempat yang telah ditentukan, lantas bagaimana saya menyusui Queensha, Bu?" "Saya sudah memikirkan baik-baik soal itu. Kami telah mencari cross-nurse, atau ibu s**u yang mau membagi ASI untuk keponakan kamu. Dia akan merawat sekaligus memberikan ASI ekslusive sampai usia keponakan kamu genap dua tahun. Kami akan membayarnya dan dia sudah taken kontrak dengan kami." "Owh, ada ya ibu yang menjual jasa menyusui?" Sofia tampak takjub. "Ya nggak ada sih, tapi karena kami nyari-nyari, akhirnya ketemu juga." Nicholas bergumam sambil menyunyah daging steaknya. Anita menatap lurus ke Sofia. "Kamu harus pamit pada ibumu, bilang kamu akan dikirim ke luar negeri untuk perjalanan bisnis selama kurang lebih satu tahun. Selama itu kamu harus tinggal di tempat yang kami sediakan, kamu harus hamil dan melahirkan bayi kami." "Tunggu, Bu. Artinya saya tidak bekerja di kantor lagi?" "Ya, kami akan mengurus cuti kamu ke bagian HRD, nanti setelah kontrak ini berakhir, kamu bisa kembali bekerja di kantor jika mau." Sofia mengangguk paham. "Kamu harus tahu, kalau pekerjaan yang akan kamu lakukan ini bersifat sangat rahasia. Tidak boleh ada satu orangpun yang mengetahui kalau kamu akan melahirkan bayi kami. Karena itu kami berani bayar mahal. Setiap bulan kamu akan mendapat gaji seratus juta, is that enough?" "Cu-cukup, Bu, bahkan lebih dari cukup." "Nanti gue kasih bonus kalo lo—" ucapan Nicholas terpotong oleh hardikan Anita. "You know, Nicho kadang rewel dan kekanakan, tapi dia baik sebenarnya. Kalau suatu saat kamu nggak bisa mengatasi dia, kamu tinggal bilang ke saya." Nicholas mencebik. "Dih, kapan gue kekanakan!" "Dan buat lo, Nicholas, My Dear." Anita menunjuk hidung Nicholas. "Jangan pernah berpikir kalau Sofia adalah b***k seks elo, yang bisa lo eksploitasi." "Hilih, siapa juga yang jadiin Sofia b***k seks? Lo kira-kira dong, Nit, kalo berasumsi, jangan bikin anak gadis jadi takut." "Who knows? Nggak ada yang bisa menjamin, bukan?" Tatapan Anita beralih ke Sofia. "Kamu ngerti kan, Sofia, kamu boleh menolak Nicho berhubungan ranjang kalau kamu tidak siap atau sedang lelah. Laporin aja dia ke saya kalau sampai dia maksa kamu, okay." "I-iya, Bu." "Jadi kapan gue dan Sofia bisa nikah siri?" Anita menjitak kepala Nicholas. "Di agama kita nggak ada nikah siri, Nichooooo!" "Kayak beragama aja lo, Nit, segala bawa-bawa agama." "Ya elo duluan bawa-bawa nikah siri?" "Sudah, sudah, Mbak, Mas, jangan ribut. Saya siap menjalankan kontrak ini mulai bulan depan. Saya butuh waktu untuk meminta izin pada ibu saya." "Kami akan menunggu," balas Anita dengan senyumnya yang masih seramah tadi. "I can't wait." Tentu saja tangapan Nicho memanen tatapan tajam dari kedua wanita di ruangan itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD