Erlan memijat dahinya berusaha menghilangkan rasa sakit di kepalanya saat ini. Sudah satu jam ia duduk menatap laptop untuk menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk, namun ia sama sekali tidak bisa fokus. Menyerah untuk memaksakan diri, ia memutuskan meletakkan laptop di pangkuannya ke meja kemudian menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Kejadian semalam di saat dirinya bertemu dengan Teo seakan berputar di kepalanya saat ini. Hal yang bertahun-tahun berusaha dirinya lupakan, entah kenapa akhir-akhir ini seakan memaksa menerobos masuk ke dalam hidupnya. "Berapa kali saya katakan bahwa saya tidak peduli wanita itu masih hidup atau sudah mati," ungkap Erlan dengan tegas. Ia menatap tajam ke arah Teo yang saat ini juga menatapnya tajam. "Lima belas tahun Bu Anisa sudah menderita dan menda