Mulai berubah

1632 Words
Kalau Anika bisa memutar waktu kembali, Anika sungguh-sungguh ingin jujur pada kedua orang tuanya kalau Anika tidak setuju dengan perjodohan ini. Anika menyesal dengan keputusannya menerima perjodohan dengan Alvin dan berakhir menikah dengan Alvin si manusia kaku dan miskin ekspresi ini. Anika tidak bahagia. Ini bukanlah pernikahan yang ia harapkan terjadi dalam kehidupannya. Pagi ini William dan Binar datang untuk tinggal sementara bersama Alvin dan Anika. William dan Binar membawa beberapa koper pakaian mereka dan mereka akan tinggal dikamar yang tadinya Anika tempati. Beruntung semua barang-barang Anika sudah rapih didalam kamar Alvin sehingga William dan Binar tidak curiga dengan kondisi pernikahan mereka yang sebenarnya. Dari pagi William dan Binar tiba hingga malam waktu mereka beristirahat semua berjalan dengan lancar. Anika kini duduk di dalam kamar milik Alvin yang sudah disulap menjadi kamarnya bersama dengan Alvin. Ya, mulai malam ini Alvin dan Anika akan tidur bersama bukan dalam artian yang sesungguhnya. Mereka hanya akan tidur dalam ruangan yang sama namun di tempat yang berbeda dan ini rasanya begitu canggung. “Kamu gak tidur?” Anika yang sedang melamun tiba-tiba tersentak kaget dan menatap Alvin. “Kamu melamun? Jangan suka melamun, selama kamu melamun banyak hal yang bisa orang lakukan waktu kamu nggak sadar,” ucap Alvin sambil duduk di sofa tempatnya tidur. “Mas, apa mas bisa tidur disofa? Keliatannya nggak nyaman,” ucap Anika tanpa sadar. Alvin menatap Anika datar. “Kalau saya bilang nggak nyaman apa kamu izinkan saya tidur di kasur? Atau kamu mau tidur disofa ini?” Anika menelan ludahnya kasar, Kenapa jadi gue yang kena “Bukan-,” “Kalau nggak mau tidur besebelahan dengan saya atau bertukar tempat jangan menyakan soal kenyamanan tidur disofa ini,” Anika bersumpah pria ini memang tidak memberikan ekspresi pada saat berbicara, suaranya sebenarnya juga datar tapi entah mengapa ketika suara Alvin sampai ditelinga Anika rasanya kalimat ketus itu terdengar sangat menyebalkan. Alvin sendiri memutuskan untuk merebahkan dirinya di sofa mencoba mencari posisi yang membuat dirinya nyaman. Sementara itu Anika hanya menghela nafas. Anika sebenarnya kasihan karena Alvin harus tidur di sofa yang jelas-jelas tidak seempuk kasurnya sekarang, pasti rasanya tidak menyaman. Namun disisi lain Anika tidak seberani itu membiarkan Alvin yang notabene seorang pria dewasa tidur bersama dengannya pada satu tempat tidur yang sama. Anika berfikir kenapa pernikahan ini rasanya melelahkan dan begitu menguras emosinya. Anika memilih untuk merebahkan dirinya dikasur dan mencoba memejamkan matanya namun Anika tidak bisa tertidur karena mendengar suara Alvin yang terus bergerak disofa dan menimbulkan suara. Anika pun membuka matanya dan melihat Alvin yang sedang memejamkan matanya namun terus bergerak mencari posisi nyaman membuat Anika merasa kasihan. Anika pun menghela nafas dan bangkit duduk sambil menatap Alvin. “Mas, tidur dikasur aja kalau kamu nggak nyaman gitu,” “Tidur Anika,” “Aku gak bisa tidur kalo Mas terus bergerak menimbulkan suara. Kalau Mas nggak nyaman tidur disofa pindah ke kasur,” “Kamu gak takut saya ngapa-ngapain kamu?” “Aku taruh guling ditengah-tengah buat jadi batas jadi Mas nggak boleh lewatin bates,” “Deal,” Alvin segera bangun dari tidurnya dan berjalan menuju tempat tidur dan langsung tidur disebelah Anika. Anika melihat Alvin yang sudah memejamkan matanya dan tidur disebelahnya dengan memunggungi dirinya. Anika menggelengkan kepalanya. Manusia miskin ekspresi yang ajaib. “Tidur Anika. Jangan mengumpati saya dalam hati kamu terus,” Anika membulatkan matanya. Gimana dia bisa tau? “Saya bisa baca isi kepala kamu dengan mudahnya,” Anika menatap horror Alvin. “Tidur Anika,” Anika pun bergegas merebahkan dirinya dan memunggungi Alvin. Apa dia bisa baca pikiran orang? Atau semua ini cuma kebetulan? Kalau sampe dia bener bisa baca pikiran orang mampus deh gue Alvin pun bangun pukul lima pagi karena ia sudah terbiasa bangun pagi-pagi betul entah untuk berolahraga dulu atau duduk bersantai menikmati udara pagi dari balkon kamarnya. Namun pagi ini ada yang berbeda ketika Alvin membuka mata. Ada seorang Wanita yang tertidur disebelahnya dengan mata terpejam. Anika, Wanita yang dari sebulan yang lalu sudah sah menjadi istrinya. Istri sementara tepatnya. Alvin memperhatikan wajah Anika dengan detail ternyata bulu mata Anika tidak begitu lebat namun lentik. Alisnya juga tidak begitu tebal tapi rapi. Pipi Anika chubby namun tidak berlebihan. Kulit Anika putih bersih namun ada rona merah disana. Bibir Anika mungil dan berwarna pink dan Bibir pink itu tampak begitu….. Menggoda. Alvin memejamkan matanya kembali mencoba mengenyahkan pikiran kotornya dipagi ini bagaimanapun Alvin adalah seorang laki-laki normal yang memiliki Hasrat dan nafsu. Tidur bersebelahan dengan Anika yang notabene adalah istri sahnya membuat sisi Alvin yang lain memberontak ingin keluar. Disisi lain Anika yang merasakan pergerakan pada tempat tidurnya pun terbangun dan kaget ada orang lain di tempat tidur yang sama dengan tempat tidur yang ia tempati namun dalam sekejap Anika bisa menguasai diri teringat akan situasi dan kondisi yang terjadi. Anika melihat Alvin gelisah dalam tidurnya. Anika pun menyentuh pipi Alvin tanpa sadar membuat Alvin membeku. “Mas... Bangun Mas,” ucap Anika berusaha membangunkan Alvin Alvin membuka matanya dan spontan bangkit duduk dari tidurnya. “Kamu mimpi buruk? Kamu keliatan gelisah,” Alvin menggelengkan kepalanya dan Alvin mendengar Anika menghela nafas lega. Alvin melihat Anika tersenyum setelah menghela nafas dan senyum itu sangat… Cantik. Alvin merasakan jantungnya berdebar hanya karena melihat senyum Anika. Jantung gue kenapa berdebar-debar gini? Apa gue ada turunan penyakit jantung? Harus cek nih. Deket-deket cewek bar-bar ini bikin gue eror. Anika mengerutkan alisnya ketika mendapati Alvin terdiam menatap dirinya. Anika pun menggoyang-goyangkan tangannya didepan wajah Alvin. Yeh, malah bengong nih orang pagi-pagi. Anika pun meninggalkan Alvin dengan turun dari tempat tidurnya dan pergi menuju kamar mandi untuk menuntaskan panggilan alam yang mulai terasa. Sementara itu pergerakan Anika menyadarkan Alvin dari lamunannya. Alvin mengusap wajahnya kasar. Baru hari pertama tidur dalam satu ruangan yang sama membuat dirinya bertingkah bodoh seperti ini dan masih ada hari-hari kedepan. Alvin berdoa semoga renovasi rumah orang tuanya segera selesai sehingga Anika dan dirinya bisa kembali menempati kamar mereka terpisah seperti semula. Di dalam kamar mandi Anika mulai mandi membersihkan diri. Selama mandi pikiran Anika berkelana memikirkan tingkah aneh Alvin hari ini. Tadi tidak seperti Alvin yang Anika kenal. Anika pun menggendikan bahu dan menyelesaikan kegiatan mandinya. Selesai dengan kegiatan mandinya, Anika pun keluar dari kamar mandi dan mendapati Alvin kembali tidur di kasur. Anika pun keluar dari kamar Alvin. Anika turun menuju dapur dan membantu Bibi menyiapkan sarapan untuk seisi rumah. Anika membantu Bibi menata piring dan gelas di meja kemudian Anika juga membantu menata sarapan yang sudah dibuat Bibi. Nasi goreng, roti panggang dan omelete sudah tersedia diatas meja makan. Tepat ketika Anika selesai menyiapkan sarapan Binar datang dengan wajah segar dipagi hari. “Pagi Anika,” “Pagi Bunda,” “Wah, mantu Bunda ini memang mantu idaman. Pagi-pagi sudah siapin sarapan,” Anika tersipu malu mendengar pujian Binar. “Ah Bunda bisa aja. Nika cuma beresin ke meja aja kok Bun, Bibi yang masak semuanya.” Binar duduk di meja makan dan tidak lama kemudian William datang kemeja makan sudah berpakaian rapi. “Pagi Bunda,” sapa William sambil memeluk istrinya dan mengecup kening istrinya. Anika tersenyum manis melihat pemandangan itu namun hatinya pilu. Seandainya Anika menikah dengan orang yang Anika cintai dan mencintai Anika pasti kisah rumah tangga Anika tidak akan seperti ini. Anika masih tersenyum menatap interaksi mertuanya ketika seseorang memeluknya dan mengecup pipinya. “Good Morning Baby, Kok tumben turun nggak nungguin Mas?” ucap Alvin masih sambil memeluk erat Anika membuat tubuh Anika membeku. Alvin mendekatkan mulutnya ke telinga Anika seakan ingin mencium Anika lagi. “Jangan melamun. Ayah dan Bunda memperhatikan kita,” Anika tersadar dan tersenyum membalas senyuman Alvin dan dengan berani Anika mencium pipi Alvin membuat Alvin kali ini kaget dan giliran tubuhnya yang menegang kali ini. Alvin menguasai diri dengan cepat dan melepaskan pelukannya pada Anika kemudian duduk dikursi makan. “Kamu nggak siap-siap Vin?” tanya sang Ayah dengan nada bingung. “Aku nggak ke kantor Pa. Hari ini aku kurang enak badan,” “Kamu sakit Vin?” tanya Binar dengan nada khawatir. “Cuma kelelahan Ma,” jawab Alvin berusaha menenangkan Bunda kesayangannya itu. “Dirawat Anika juga sembuh Ma,” timpal William dengan nada meledek. “Anika sih setiap hari rawat Alvin Yah. Masih kurang terus itu juga,” Binar terkekeh saat mengerti maksud suami dan putra sulungnya itu sedangkan Anika mengerutkan alisnya bingung. Ini apa yang lagi dibahas sih? Soal rawat merawat aja kok bisa kayak gini jadinya. “Habis sarapan masuk ke kamar lagi aja istirahat Vin, Anika hari ini kemana?” tanya Binar sambil menatap Anika. “Enggak kemana-mana juga Bun, Nika tinggal nunggu sidang aja minggu depan hari Rabu jadwalnya,” Binar pun mengangguk menanggapi ucapan Anika. “Kalo gitu tolong rawatin anak Bunda ya, kasihan lagi gak enak badan,” Anika hanya mengangguk patuh membuat Binar dan William berpandangan dan mengulum senyum. “Nggak usah diminta juga Anika pasti rawat Alvin, Bun. Alvin kan suaminya Anika,” ucap Alvin dengan wajah datarnya. Binar mengulum senyum mendengar ucapan Alvin. Alvin berubah semenjak menikah dengan Anika. Alvin putra sulungnya sebelum menikah tidak berbicara banyak apa lagi berbicara panjang seperti ini. Ekspresi Alvin mungkin masih sama datarnya tapi Alvin lebih banyak bicara dan menanggapi percakapan mereka. Alvin terasa lebih hidup bagi Binar. Anika memang benar-benar bisa membawa warna baru untuk kehidupan Alvin dan Binar bersyukur akan hal itu. Binar memperhatikan Anika dan Alvin yang terlihat saling mencintai. Binar berdoa semoga apa yang terjadi dihadapannya ini bisa terus belangsung hingga Alvin dan Binar tuan anti dan semoga Tuhan semakin menguatkan cinta diantara mereka dengan memberikan mereka anak-anak yang lucu. "Bunda seneng liat kalian. Bunda nggak sabar nunggu cucu Bunda lahir," ucap Binar dengan wajah penuh senyum dan aura kebahagiaan. Alvin dan Anika berpandangan. Panik gak? Panik gak? Alvin dan Anika jelas panik. Ada masalah baru yang harus mereka diskusikan setelah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD