Aku terdiam di tempatku berpijak, tubuhku terasa sedingin es ketika langkah besarnya terus mengarah kepadaku.
Melihatnya hatiku terasa diremas, bahkan aku sendiri tidak dapat menggambarkan wajahku saat ini.
Tidak dapat membedakan antara keringat karena panas matahari dan keringat dingin yang membuat jantungku makin berdegub kencang.
Pria yang ku rindukan setengah mati itu masih terlihat sama, tampan dan begitu seksi. Hatiku menjerit dengan keras, ingin sekali memeluk tubuh tegap berotot itu. Berkata bahwa aku rindu, bahwa ada banyak hal yang ingin aku ceritakan selama ia tak ada.
Tapi sisi lain diriku masih sangat membencinya, sehingga perasaan benci itu lebih mendominasi diriku dari pada rasa cinta kepadanya.
Mengapa harus dia?
Mengapa harus dia lagi?
Tidak adakah orang lain?
Mengapa takdir benar-benar mempermainkan hidupku?
Dunia terasa sempit bagiku, setelah dia adalah pria terakhir yang ingin ku temui. Nyatanya kini ia berada tak jauh dari hadapanku.
Namun kini terasa berbeda, wajah tampan itu bukan hanya milikku. Seketika darahku mendidih mengingatnya.
Aku mengepalkan kedua tanganku, dari kejauhan menatapnya sinis dan aku tidak boleh terlihat lemah meskipun hatiku berkata demikian.
Aku bukanlah gadis seperti dulu yang bisa ia permainkan, meskipun ia memohon dan meminta maaf sekalipun.
Ini hanyalah sebuah bisnis, dan aku harus bersikap profesional.
"Miss Yeager..." sapanya ramah kepadaku lalu mengulurkan tangan, aku menegak salivaku sendiri. Ia bersikap seperti tidak ada yang terjadi, sangat profesional, batinku.
Pada awalnya aku ragu, ingin sekali kedua kakiku berlari dari tempat ini. Namun kemana lagi aku harus mencari tempat seperti surga ini.
Aku wanita yang kuat, berusaha mengenyahkan segala pemikiran yang membuat reputasiku menurun.
"Tuan Anthonio..." aku menjabat tangannya seraya menyunggingkan senyum.
Tangan kananku terasa mati rasa, saat bersentuhan dengan jemari berurat dan besar itu. Lihat saja tangannya dua kali lebih besar dari tanganku...
Aku berdeham dan segera menarik tanganku, melihat ke kanan dan kiri berusaha senetral mungkin, aku hanya berharap bisnis ini berjalan dengan lancar tanpa menimbulkan masalah lama.
"Kebunmu bagus." kataku menunjuk hamparan tanaman anggur di bawah sana, ia mengikuti pandanganku dan mengangguk.
Oh, awkward moment...
"Mau melihat-lihat terlebih dahulu?" Tawarnya, dan itulah yang aku tunggu sedari menginjakan kakiku di kawasan ini.
Ia mengajakku berkeliling, mengitari kebun anggur yang luas di bawah terik matahari.
Ia bercerita panjang lebar tentang proses pembuatan minuman anggur dari awal hingga berada di dalam botol, jujur aku mulai menyukainya. Meskipun kami harus berjalan sejauh mungkin dengan diriku memakai heels bodoh ini, tumitku mulai terasa perih namum aku berusaha menahannya.
Ia menawariku mencicipi anggur yang masih berada di pohonnya, dengan seijin pemiliknya aku memetiknya satu buah dan langsung memakannya.
Tapi seketika aku menghentikan kegiatanku ketika aku memergokinya menatapku.
Saat aku melihatnya ia memalingkan wajahnya dariku dan berusaha setenang mungkin seolah tidak ada apa-apa, entah apa artinya itu.
Ia berdeham dan kemudian melanjutkan perjalanan, sampai di sebuah rumah yang lagi-lagi terbuat dari kayu namun sangat besar.
Ia membuka pintu dan aku hanya bisa melongo melihatnya.
Puluhan...
Tidak, ratusan tong yang aku tebak berisi minuman itu berjejer rapi di dalam sebuah gudang besar tersebut.
Aku melangkahkan kedua kakiku masuk ke dalam sana dan menatap takjub, sampai-sampai aku tidak mendengar penjelasannya lagi karena merasa takjub dengan yang ada di dalam sana.
Aku melirik ke arahnya, Anthonio ternyata adalah tipe pria pekerja keras. Dan aku tidak menyangka semua ini adalah hasil kerja kerasnya di samping dibantu oleh beberapa pegawai tentunya.
"Kau mengerjakan ini semua?" Tanyaku heran.
"Kau bercanda, tentu saja dibantu para pegawaiku." jawabnya sembari bercanda.
Aku mulai mengaguminya meski aku tahu itu terlarang, aku kemari untuk berbisnis, bukan untuk mengagumi pria itu. Namun melihat semua jerih payahnya membuat hatiku meleleh.
Aku menatapnya intens, sampai tak sadar jika aku lagi-lagi bersikap seperti orang bodoh.
Aku segera mengalihkan wajahku darinya, dan mengajaknya kembali keluar guna membicarakan bisnis.
Berharap semoga hatiku tidak akan luluh kepadanya, terus berdoa dalam hati. Dan mengucapkan mantra jitu yang membuat perasaanku sedikit lebih tenang.
Ini semua hanya bisnis, bersikaplah profesional...
"Kau menyukainya?" Tanyanya yang berada di sampingku, angin bertiup kencang menerpa rambutku yang tergerai.
"Ya, aku menyukainya." jawabku antusias, bagaimana bisa ku tolak melihat pemandangan ini.
"Aku menawarkan sebuah bisnis, Anthonio." ucapku mulai serius.
"Aku mendengarkan..." balasnya dengan kedua tangan bersidekap di depan d**a.
"Perusahaanku, uhm...lebih tepatnya perusahaan Daisy membutuhkan supplier anggur dan kurasa-"
"Aku menerimanya." potong Anthonio sebelum aku menyelesaikan kalimatku, aku mengernyit heran.
"K-kau, apa?"
"Aku menerimanya, Miss Yeager. Bagaimana bisa ku tolak permintaan wanita cantik sepertimu?" Ucapnya dengan senyuman memesonanya yang hampir saja membuat jantungku lagi-lagi meleleh.
"Hm, baiklah. Sepertinya aku harus kembali ke mobil mengambil beberapa kontrak yang harus ditanda tangani." ujarku lalu melewatinya, sebelum diriku makin terpesona dengan lengan besar itu.
Aaarrggghhh.....
Aku berteriak kencang ketika tumit kakiku sudah tidak bisa lagi berjalan, tubuhku ambruk di atas padang rumput dan Anthonio dengan wajah khawatirnya membantuku.
Oh, tuhan...
Mengapa peristiwa seperti ini bisa terjadi?
Sebenarnya aku ingin cepat-cepat mengambil berkas dan lekas pergi dari tempat ini sebelum aku benar-benar jatuh hati padanya lagi.
Tapi mengapa nasib sial selalu menghantuiku.
Dengan sigap Anthonio membuka heels yang ku kenakan sedari tadi, sementara aku hanya bisa meringis kesakitan. Terlihat memerah bercampur biru di tumit kakiku.
"Kalau tidak bisa pakai heels, lebih baik tidak usah dipakai." ujarnya, wajahku cemberut mendengarnya.
Oh, please. Aku wanita dewasa, heels sudah menjadi makanan sehari-hariku.
Lalu aku terkejut ketika ia berniat mengangkat tubuhku.
"Hey, hentikan! Apa yang kau lakukan?" Protesku ketika ia mulai menyentuh pundak dan pinggulku.
"Kau mau berjalan dengan kaki seperti itu?" Cecarnya, aku tahu sikapnya hanya membantu, tapi aku tidak ingin terlalu dekat dengannya, karena aku takut jatuh cinta lagi padanya.
Meskipun begitu ia tetap bersi keras untuk mengangkat tubuhku ala bridal style.
Lengan besarnya berada di punggung dan bokongku, jujur saja aku merasa tidak nyaman berada di posisi seperti ini.
Wajahnya dan wajahku sangat dekat sehingga aku dapat menghirup aroma maskulin yang menguar di sekitar lehernya.
Aroma yang selalu ku rindukan di setiap malamku, seperti terbuai aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Terasa nyaman dan tentram, ingin rasanya aku berlama-lama seperti ini.
Tapi entah mengapa suara Andrew membuyarkan lamunanku.
"Miss?"
Aku membuka kedua mataku, Andrew berada di samping mobil dengan membawa sebuah map menatapku heran.
Aku langsung meminta Anthonio menurunkan tubuhku ketika semua pegawai di kebun memerhatikan kami.
Wajahku memerah menahan malu seraya menaikan rok miniku, sebegitu nyamankah tubuhnya sehingga aku tidak merasa bahwa kami telah sampai di tempat semula.