New Life

1041 Words
Kepala verone seperti terbakar, sakit kepala yang rasanya tak kunjung reda membuat tubuhnya menggeliat pelan. "kau sudah bangun?" suara berat itu membuat mata Verone terbuka ingin melihat pemiliknya. "apa yang kau lakukan di sini?" cecar Verone masih memegangi kepalanya. "kau pikir aku akan meninggalkan mu setelah apa yang terjadi?" Anthonio menggenggam jemari Verone dengan lembut, semenjak megetahui kejadian yang menimpa Verone, Anthonio selalu berada di sisi Verone menjaganya, hingga Verone siuman. "lepaskan tanganku!" jika Verone memiliki kekuatan sekarang ia mungkin akan menampar Anthonio. "aku tidak bisa meninggalkanmu.." "tapi kenyataannya kau bisa tidur dengannya, dengan Daisy, kakakku sendiri Anthonio. Apa kau sudah gila?" potong Verone. "hubungan ku dengan Daisy lebih lama darimu.." Verone berusaha menarik tangannya dari genggaman Anthonio namun pria itu sepertinya tidak mengizinkannya. "dengarkan aku, aku bisa menjelasknnya." "tidak..." Verone menutup sebelah telinganya dan akhirnya mata indah itu pun menumpahkan kesakitannya. "aku tidak mencintai Daisy, aku bekerja padanya. Dia membayarku, Verone..." "jadi kau ini apa?" tanya Verone. "maafkan aku..." hanya itu kata yang dapat diucapkan Anthonio. "dimana Daisy?" "dia bilang, ia tak dapat meninggalkan pekerjaan kantornya." Verone menghela nafas kasar, Daisy selalu punya waktu untuk bercinta namun ia tidak selalu memiliki dengan saudarinya sendiri. *** "itu tidak akan pernah terjadi Nona Muda!" dan di sinilah mereka bertiga, dihadapkan dengan kenyataan bahwa Anthonio dan Verone saling mencintai dan berniat ingin hidup bersama. "kau tahu ia hanya pekerja kasar, bagaimana dengan kuliahmu? Apa ia sanggup membuatmu bahagia?" tambah Daisy, tangan Anthonio mengepal kuat. "tapi kau juga tidur dengannya.." ejek Verone. "hanya untuk kesenangan, hentikan omong kosong ini Verone! Dan kau..." Daisy menunjuk pria pemilik mata biru itu. "proyek ini ku hentikan, kau bisa membawa semua anak buahmu pergi dari sini. Jangan pernah bermimpi kembali untuk Verone, aku akan mengirim sisa gaji kalian." Daisy menarik tangan Verone dan menyeretnya ke kamar. Anthonio hanya melihat wajah Verone yang menitikan air mata... *** Tap.... tap.... tap... Suara ketukan sepatu di atas lantai marmer, heels setinggi 5 inci berwarna hitam pekat itu makin memperindah kaki jenjang nan mulus milikku. Warna yang sangat kontras dengan kulit putih dan senada dengan kemeja yang ku kenakan hari ini. Sementara rok berwarna putih s**u itu ku pakai setinggi paha, bokongku terasa seksi memakai pakaian minim seperti ini. Washington D.C Daisy menugaskan diriku untuk mengawasi cabang perusahaannya di kota ini, pada awalnya aku ragu. Namun mengingat masa laluku yang terus menghantui diriku akhirnya aku menuruti Daisy dan pindah ke kota yang sangat sibuk ini. D.C tidak terlalu membosankan untukku, meski aku tetap tidak memiliki teman semenjak kelulusanku, aku tetap memiliki kesibukan dengan mengelola perusahaan milik Daisy. Atau tepatnya usaha milik mendiang ayahku. Perusahaan kami tepat berada di urutan nomer 2 di belahan dunia mana pun, penyuplai anggur merk ternama terbaik di seluruh benua. Mendiang ayahku pasti sangat bangga padaku, benar apa yang Daisy katakan, kami harus tetap melanjutkan usaha keluarga. "Miss, ada panggilan untukmu." ujar Andrew, sekertarisku. Pria yang berumur hampir seusiaku itu dulunya adalah pegawai Daisy, Daisy memerintahkan dirinya untuk menemaniku di kota ini dan mengatur seluruh jadwalku. Andrew adalah tipe pria yang tampan, tapi terlalu kaku untuk ukuran seorang pria, karena yang ada di pikirannya hanyalah pekerjaan. "Tahan dulu Andrew, aku sedang sibuk. Bisa kau alihkan?" Kataku ketika melewati meja kerja Andrew dan masuk ke dalam ruangan kerjaku. "Tentu miss..." balasnya dengan sopan, dia terlalu formal padaku. Bahkan ketika di luar pekerjaan, karena kami tinggal bersebelaham di sebuah apartemen kota ini. Ia bahkan tidak pernah keluar hanya untuk sekedar mencari hiburan, aku menggelengkan kepala. Beralih ke meja kerjaku sendiri dan duduk di kursi. Aku menghela nafas kasar, beberapa bulan aku terjebak dalam situasi seperti ini. Aku menyukai pekerjaanku, sungguh. Tapi seperti ada sesuatu yang hilang di balik itu semua.... Aku mencoba mengalihkan pemikiran itu lagi, mengambil beberapa lembar kertas yang berserakan di meja kerjaku. Membuat kepalaku bertambah pusing, aku memijit pangkal hidungku dan berpikir keras. Daisy pasti akan membunuhku jika ia tahu masalah ini. Pendapatan turun sangat drastis dari bulan-bulan sebelumnya, sepertinya aku harus memutar otak kali ini. Efisiensi atau... Namun tiba-tiba terbesit suatu ide di otakku. Aku membuka web dan mencari kebun anggur di berbagai kota, tiba-tiba kedua mataku menemukan sebuah foto kebun anggur yang terpajang indah di internet. Well, tidak jauh dari sini. Aku pikir Washington adalah kota metropolitan, ternyata masih ada orang yang bercocok tanam di kota ini, meski kelihatannya cukup jauh dari pusat kota. Dengan bersemangat, aku menekan tombol intercom dan memanggil Andrew. Beberapa detik kemudian ia masuk ke dalam ruanganku dengan segala kesopanan dan keformalannya yang membuatku bosan. Aku hanya memutar kedua bola mataku dan menyerahkan selembar kertas pada Andrew, "bisa kau telusuri kebun itu?" Tanyaku padanya, ia terlihat berpikir seraya menatap lembaran kertas yang aku berikan kepadanya itu. Seperti biasa, aku harus melakukan survey terlebih dahulu sebelum benar-benar yakin dengan keputusanku. "Bisa miss..." jawabnya dengan mantap, aku selalu menyukai Andrew karena kinerjanya yang bagus. "Baiklah, cepat lakukan. Aku mau hari ini juga sebelum Daisy menagih laporan bulananku." ujarku dengan nada tinggi dan pria itu langsung pamit keluar guna melakukan pekerjaannya. "Hah..." aku menghembuskan nafas panjang, ternyata bekerja itu tidak sesulit yang aku kira. Beberapa menit berlalu, Andrew dengan tergesa-gesa mengetuk pintu dan menerobos masuk ke dalam ruangan, membuatku mengernyit heran. "Apa kau baik-baik saja?" Tanyaku heran. "Ah... ya... maafkan aku miss, aku membawakanmu informasi tadi." "Well, lanjutkanlah!" Titahku. Ia menyerahkan beberapa berkas kepadaku, tertulis di sana kebun tersebut menghasilkan anggur terbaik setiap tahunnya. Tidak menyuplai hanya menjual ke pasar lokal dan interlokal lainnya, pemiliknya memiliki sebuah usaha kecil dalam bidang pembangunan dan perdagangan ternak. "Usaha yang cukup ulet dan jujur." kata Andrew mengganggu telingaku, aku bahkan belum selesai membacanya dan ia telah memotongnya. Well, aku tidak perduli. Lebih cepat aku mendapatkannya lebih baik demi menghindari omelan Daisy. Dan ia pasti akan menyebut diriku tidak berguna di tempatkan disini. So, aku akan membuktikan padanya kalau aku layak. Kalau kau juga bisa lebih baik dari pada dia. "Jadi, apa aku harus mengubah jadwal?" Tanya Andrew lagi, aku berpikir sejenak. "Tentu Andrew, aku sudah tidak sabar ingin mengunjungi pemilik kebun tersebut dan mengajukan bayaran mahal." ujarku semangat yang akhirnya diangguki oleh Andrew dan menyuruhnya keluar dari ruanganku. Aku tinggal mengunjungi sang pemilik kebun dan menawarkan harga tinggi padanya, sehingga pendapatan akan naik dan Daisy pasti akan bangga padaku. Jujur saja, aku tidak sabar mengunjungi kebun tersebut...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD