It's Hurt

1036 Words
Sakit... Yang kurasakan di sekujur tubuhku adalah sakit. Sakit di kepalaku terasa nyeri berkepanjangan. Aku ingin berteriak ini sangat sakit, namun aku tak dapat membuka kedua mataku atau pun sekedar merasakan kedua tanganku. Aku masih dapat bernafas dengan normal, tapi entah mengapa tubuhku terasa tidak dapat digerakan. Aku ingin bangun, tapi sepertinya tubuhku tidak dapat menerima perintah dari otakku. Semua terasa gelap, tidak ada setitik pun cahaya yang menuntunku keluar dari kegelapan ini. Tubuhku mulai panas, ketika tak kunjung keluar dari kegelapan yang membuat nafasku makin sesak berada di sini. Mungkin tubuhku kini berkeringat, hawa panas terus menjalar di seluruh tubuhku. Somebody, help me... Aku menjerit dalam hati meski tahu tak ada seorang pun yang mendengar. Apa yang baru saja terjadi ? Seketika otakku bekerja dengan keras, berputar ketika aku kesadaran terakhirku. Dia menghianatiku... Jantungku terasa berdegub dengan kencang, dia yang selalu aku banggakan. Dia yang selalu aku kasihi dan cintai, ku berikan seluruhnya hanya untuknya. Namun ia dengan mudahnya menghianati kepercayaan yang aku berikan. Parahnya lagi ia melakukan itu semua dengan Daisy, kakakku.. Kini aku dapat mengingat dengan jelas, membayangkan raut wajahnya seolah ia tidak memiliki dosa sedikit pun. Ia tak mencegahku, ia tak menyusulku, ia tak memanggil namaku atau sekedar mengucapkan kata maaf kepadaku. Karena mungkin cintanya hanya sebuah bualan untukku. Aku menangis... Menangisinya yang mungkin saja tidak memikirkanku sedetik saja sekarang ini. Sakit.. Rasa sakit di hatiku melebihi rasa sakit di tubuhku, rasa sakit yang aku terima seakan membuatku ingin mati saja. Aku bukanlah gadis yang kuat menerima segala rasa sakit apapun bentuknya. Sakit seperti jantungku diremas dengan kuat oleh jemari besarnya. Sakit seperti ditampar beribu kali oleh lengan besarnya. Sakit ketika bayangan Daisy yang bergelayut manja di d**a bidangnya. Aku terisak.. Mungkin ketika aku dalam keadaan sadar aku akan menjerit kencang sambil menangis layaknya orang gila. Mungkin aku lebih memilih rumah sakit jiwa dari pada berada di mansion Daisy saat ini. Rumah besar yang membuatku muak, rumah besar yang ternyata menghianatiku selama ini. Membayangkan tubuh langsing Daisy berada di bawah kukungan tubuh besar Anthonio membuat kepalaku makin sakit, membayangkan mereka berdua selama ini ternyata tertawa di belakangku sambil b******u membuat hatiku terasa tertusuk pisau. Andai aku dapat berbicara, mungkin aku lebih memilih seseorang menusukkan sebuah belati ke jantungku dari pada menerima kepahitan ini. Aku mencintainya... Apapun yang ia minta selalu aku berikan, termasuk seluruh tubuhku dan kesucianku. Mengendap bersembunyi agar dapat bertemu dan b******u dengannya, melakukan semua perintahnya dengan menelanjangi diriku sendiri. Masih terekam dengan jelas seperti kaset rusak segala kenanganku dengan dirinya. Dan mengingat itu semua makin membuatku sakit, entah mengapa aku tidak pernah berhenti memikirkannya. Bisakah aku melupakannya? Bisakah aku membiarkannya pergi? Bisakah aku mencari cinta yang baru sementara cintaku kepadanya tidak dapat hilang sedikit pun? Bulir bening jatuh di pelipisku, aku masih dapat merasakan meski tubuhku belum dapat bergerak dan membuka kedua mataku. Aku merasa berada di ruangan sepi dan berbaring nyaman di sebuah ranjang. Entah dimana tapi setidaknya aku dapat berbaring dengan nyaman menghilangkan rasa sakit ini. Beberapa detik kemudian, aku mendengar sebuah pintu terbuka. Aku ingin sekali membuka kedua mataku melihat siapa yang datang, tapi tak kunjung mataku terbuka dan aku hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. Suara derap langkah berat menuju ke arahku, begitu pelan namun pasti. Langkahnya berhenti tepat di sampingku, deru nafas mint dan aroma tubuh itu sangat aku kenali. Aku menangis kembali merasakannya.. Aku yakin itu adalah dia... Namun tiba-tiba saja jemari besar yang terasa kasar itu menghapus air mata yang lagi-lagi jatuh di pelipisku, meskipun terharu aku masih membencinya. Terdengar suara kursi terseret, aku yakin saat ini ia tengah duduk di sampingku. Aku begitu yakin ketika ia meremas jemariku sambil mengelusnya. Jika aku dapat bangun sekarang, aku ingin berteriak dan mengusirnya dari sini. Mengusirnya dari kehidupanku untuk selama-lamanya, tapi sanggupkah aku melakukan itu? Aku terus berdoa dalam hati, ia terus menggenggam tangan kiriku dengan kedua tangannya seraya mengecup buku-buku jemariku. Brewok tipisnya menggelitik jemariku, ia terus mengecupnya cukup lama seperti sedang berpikir. Pergilah Anthonio, aku tidak butuh rasa prihatinmu kepadaku. Jika kau memang mencintaiku, kau tidak akan berselingkuh dengan saudari kandungku sendiri. Aku tidak ingin berbagi pria dengannya, apalagi dengan pria sepertimu yang sangat aku kagumi. Aku terus menjerit dalam hati, mengambil nafas dalam-dalam dan aku tahu ia menyadarinya. Ia mulai bergumam di samping telingaku, menyuruhku untuk bangun dari tidur panjangku dan melihatnya lagi. Sungguh, aku lebih baik tertidur selamanya dari pada harus melihatmu, Anthonio... Kau adalah penyebab semua ini, kau yang datang kepadaku menawarkan cinta untukku dengan segala kelembutan dan pesonamu. Namun semua yang kau tawarkan itu tidak hanya untukku, tapi juga untuk Daisy, dan mungkin wanita lain lagi, aku tidak ingin mendengarnya lagi. Itu makin membuatku sakit. Jiwaku terganggu, mentalku sakit, dan tubuhku pun. Kau tidak merasakannya sebab itu kau menyuruhku bangun. Karena kau tidak tahu rasanya menjadi diriku saat ini. Kau terus bergumam di telingaku, Anthonio. Kau mengucapkan kata maaf dan sepertinya itu terlambat untukku, mengapa kau tidak mengejarku kala itu? Mengapa kau bertahan dengan segala kehangatan yang diberikan oleh Daisy. Kau mengucapkan kata maaf seolah kata itu terlalu murah untukmu, tidakkah kau mengerti perasaanku? Aku sangat ingin amnesia, jadi aku tidak perlu mengingat kelakuanmu dengan Daisy. Jadi aku tidak perlu repot-repot menghapus memori indah bersamamu. Namun Tuhan mungkin berkata lain, ia menghukumku dengan masih mengingat kegiatanmu denganku. Kegiatanmu dengan Daisy yang membuat panas hati ini. Jika aku dapat berbicara, aku ingin bertanya padamu. Apakah Daisy dapat memberimu kepuasan dan aku tidak? Anthonio mengelus wajahku, aku yakin saat ini wajahku sedang pucat pasi. Elusannya turun keleherku dan berhenti di sana, lalu kurasakan ia menenggelamkan wajahnya di lekuk leherku. Terasa bahwa tubuhnya begetar, menangiskah ia? Ia terus menyuruhku bangun seperti orang gila, bahkan ia mengucapkan janji untuk tidak mengulangi perbuatannya kembali dan memilih hidup bahagia bersamaku. Aku meragukan itu... Kini Anthonio bagai orang lain untukku, bukan lagi pria yang selalu kukagumi dari kejauhan. Bukan lagi pria yang membuat pipiku merona dan jantungku terasa berdetak dengan kencang. Bukan lagi pria yang dengan lengan besar dan d**a bidang yang selalu aku rindukan. Ia hanya orang lain untukku... Dia dan Daisy... Bahkan Daisy tidak pernah berada di sini selama aku terbaring lemah. Semua orang seolah menghianati dan membohongiku, mereka tidak menyayangiku dan mengasihiku sebagai mana mestinya. Dan orang-orang seperti itu patut untuk ditinggalkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD