Tubuh ku serasa dingin, aku masih terpaku di tempatku berpijak melihat Anthonio yang saat ini pun memandangku dengan tatapan yang tak dapat diartikan.
...
Netra sebiru laut itu menatapku, kedua kakiku terasa lemas tak mampu menopang diriku. Rasanya aku ingin menumpahkan seluruh bulir bening yang telah mengumpul di kedua mataku, mati-matian aku menahannya agar tidak terlihat bodoh oleh kedua orang itu.
Aku tak ingin menumpahkan air mataku di hadapan pria b******k itu, duniaku rasanya ingin runtuh. Aku berharap semua ini hanya mimpi tapi wajah Daisy yang bergelayut manja dengan Anthonio itu benar-benar nyata. Dadaku terasa sesak, seakan sulit untukku bernafas dan rasa sakit ini sangat sulit untuk digambarkan.
Aku terlalu menyanjung pria itu..
Terlalu mengaguminya dan memuja semua kelebihannya...
Tapi ternyata seperti itulah dirinya, dan yang makin membuatku sakit adalah ia b******u dengan kakakku sendiri.
Apakah tidak ada lagi hal yang lebih gila dari pada berbagi pria dengan kakakmu sendiri?
Aku beringsut menjauh..
Aku berlari keluar melewati dia dan Daisy, membawa serta koper yang aku tenteng sejak tadi.
Sementara Anthonio hanya menyaksikan, aku pergi tanpa dapat ia cegah.
Seharusnya aku mengetahuinya dari dulu, gadis seperti diriku tidak akan mungkin dapat membuat pria dewasa sepertinya melirikku.
Mungkin ia hanya menggunakan tubuhku saja untuk bersenang-senang atau hanya sekedar alat agar dia dapat lebih dekat dengan Daisy.
"ada apa dengan Verone?" Aku sempat mendengar bisikan Daisy dari kejauhan ketika ingin meninggalkan rumah besar itu.
Aku menutup pintu dengan keras, pikiranku telah kalut. Melirik ke kanan dan kiri sampai akhirnya aku menemukan mobil audi hitam yang biasa Gerald pakai untuk mengantarku kemana pun.
Aku menuju parkiran, menemui Gerald dengan kedua mata memerah dan sepertinya pria itu mulai khawatir padaku.
"Miss... apa kau baik-baik saja?" Tanyanya dengan penuh perhatian yang tak kuhiraukan.
"Berikan kuncimu, Gerald!" Pintaku meminta kunci mobil kepada supir itu.
"Untuk apa?" Tanyanya lagi, sungguh aku tidak memiliki waktu untuk berdebat seperti ini.
Aku melirik ke saku celananya, lalu aku merampas kunci dari sana meski ia sempat protes dan tak mengijinkanku menyetir seorang diri. Dengan cepat aku berlari masuk ke dalam mobil dan menguncinya.
Gerald terus mengetuk kaca mobil, terus menahanku agar aku tidak pergi.
"Miss... aku mohon, jangan seperti ini! Aku bisa menyetir untukmu kemana pun." ujarnya dengan nada penuh kekhawatiran.
Aku tak menghiraukannya meski aku mendengarnya, ia mungkin tidak tahu apa yang baru saja ku lewati.
Meskipun tahu aku tidak ingin terlihat rapuh di mata orang-orang meski perih di dadaku.
Pada akhirnya aku melajukan audi hitam itu, menjauh dari mansion tersebut yang membuatku merasa muak berada di dalamnya, menjauh dari semua orang yang menghianati diriku.
Aku begitu mencintai Anthonio, mungkin itu yang membuatku terlihat bodoh di mata mereka berdua.
Dan pada akhirnya, aku menumpahkan seluruh kesedihanku. Bulir bening itu akhirnya jatuh juga membasahi pipiku.
Aku menangis sesegukan, mencengkram erat setir kemudi.
Tak perduli dengan rambutku yang telah acak-acakan, aku hanya butuh lari. Lari dari kehidupan yang tak pernah berpihak padaku, kehidupan yang tak pernah membuat kebahagianku bertahan lama atau mungkin selamanya.
Mengapa semua menjadi terasa sulit?
Mengapa semua terasa jahat padaku?
Daisy dengan Anthonio?
Rasanya aku bisa gila membayangkannya...
Gaya bercinta Daisy...
Ahh...
Kepalaku terasa sakit, aku mengacak rambutku ketika rasa sakit di kepalaku semakin menjadi seiring air mata yang terus ku tumpahkan.
Audi hitamku membelah jalan di kota, melewati beberapa kendaraaan di depanku dengan kecepatan penuh dan tak menghiraukan umpatan orang-orang. Kepalaku terasa sakit dan aku hanya perlu mengakhiri ini semua.
Sampai pada perempatan jalan, sebuah truk pengangkut dengan kapasitas yang besar menghalangi jalanku.
Aku kehilangan kendali karena tidak sempat menginjak rem, akhirnya aku mengarahkan setir kemudi ke arah lain dan menabrak sebuah pembatas jalan.
Tubuhku terguncang cukup keras dan terbentur beberapa kali, aku tidak ingat lagi apa yang terjadi.
Yang hanya dapat aku rasakan adalah mobil berguling dengan sangat kencang dan akhirnya posisiku menjadi terbalik....
....
Plak!
"kau b******n Anthonio!" Daisy mengacak rambutnya frustasi setelah mendengar pengakuan mengejutkan dari Anthonio.
"Aku mencintainya, Daisy." Anthonio memberikan sebuah pengakuan yang berhasil membuat Daisy terkejut dan marah sekaligus.
Tentu ia tidak akan pernah membiarkan adik kecilnya berhubungan dengan laki-laki seperti Anthonio.
Anthonio hanyalah seorang buruh bangunan, seorang bar-bar. Daisy akan membunuh Anthonio lebih dulu jika ia berani menyentuh Verone.
"Apa kau sadar akan dirimu, Anthonio?!"
"Apa aku harus mengambil sebuah kaca yang besar untukmu agar kau dapat berpikir dua kali untuk mendekati Verone?!" Bentak Daisy layaknya orang gila, sungguh ia telah kehabisan kesabaran.
Ia mungkin terlalu mengekang Verone, untuk itulah agar Verone tidak dirusak oleh pria seperti Anthonio.
Dan hal yang paling Daisy takutkan akhirnya terjadi, dan yang membuatnya makin murka ternyata hubungan ini telah terjadi berbulan-bulan lamanya.
Ia ingin melanjutkan cercaannya terhadap Anthonio ketika seseorang mengetuk pintu, Daisy berlari keluar.
"Verone..." serunya dengan wajah penuh harap, namun yang ia dapati dua orang pria mengenakan seragam kepolisian.
"kediaman Yeager?" Daisy mengangguk.
"kami menemukan mobil yang dikendarai adik anda menabrak tiang jalan." Daisy memegang dadanya yang terasa sakit, Verone...
"Verone... Dimana dia?"
"kami akan mengantar anda kerumah sakit." Daisy mengangguk dan mengikuti kedua polisi tersebut.
Daisy berjalan menuju mobil polisi, namun Gerald menghalangi jalannya dan membuatnya mengernyitkan kening.
"Maafkan aku miss, aku membiarkannya menyetir seorang diri." ujar Gerald dengan wajah penuh penyesalannya.
Daisy menarik nafas dalam-dalam, sekarang apa lagi, batinnya.
Amarah pun kini tidak ada gunanya, adiknya telah menjadi korban entah oleh siapa. Oleh keegosiannya kah? Atau karena pria b******k di dalam sana?
Daisy hanya bisa berdoa dalam hati, agar adiknya mau memaafkan dirinya dan semoga Verone baik-baik saja.
"Ikut aku Gerald!" Titah Daisy, Gerald mengagguk patuh dan memasuki mobil polisi bersama Daisy.
Mobil itu keluar dari pelataran rumah Daisy dan berlalu.
Anthonio yang melihatnya dari kejauhan akhirnya memutuskan untuk mengikuti mobil polisi itu dengan mengendarai mobil vannya.
Bagaimana pun, di sini ia yang merasa paling bersalah. Jika saja ia tidak menerima tawaran gila Daisy, mungkin hal ini tidak akan terjadi.
Mungkin saja saat ini Verone berada di dalam dekapannya di bawah padang rumput dengan segala tawa dan candaannya yang begitu ceria.
Anthonio menyetir dengan perasaan yang khawatir, mengelus dagunya sendiri terus mengikuti mobil yang ditumpangi Daisy dan Gerald.
Pada saat ia melewati perempatan jalan dengan orang-orang ramai berada di sana disertai dengan asap dan mobil terbakar, di situlah hati Anthonio menjerit keras...