Setelah mendengarkan kata-kata memalukan dari Rhaella, Rullin segera melemparkan pisaunya ke samping dan berdiri. Sejak awal, dia memang tidak berniat untuk membunuh Rhaella, karena dia pasti akan langsung dilemparkan ke penjara lagi begitu para prajurit menemukan jasad Rhaella.
Rhaella kemudian membawa Rullin ke ruangan mayat untuk para gladiator yang mati. Ruangan itu terletak di bagian belakang, begitu tidak terurus, bahkan mengeluarkan bau anyir darah yang memuakkan. Namun, Rullin dan Rhaella sudah terbiasa dengan aroma darah, sehingga mereka tidak terganggu.
“Nama aslinya adalah Revian Botros. Dia adalah prajurit yang biasanya mengatur keperluan logistik perang, jadi aku cukup dekat dengannya,” Rhaella berjalan mendekati tubuh Revian yang sudah tidak bernyawa.
“Bagaimana mungkin seorang prajurit tiba-tiba menjadi b***k di negara ini?”
Rhaella tertawa. “Itulah hal yang aku pertanyakan. Saat aku mendengar b***k bernama Scorpion, aku tidak pernah berpikir bila dia adalah salah satu prajuritku. Karena, penampilannya sangat jauh berbeda dengan Revian.”
Dibandingkan dengan Scorpion yang memiliki tubuh dan otot yang besar, tubuh Revian di ingatan Rhaella terlihat seperti tubuh pemuda normal. Tidak begitu besar, juga tidak setinggi Scorpion.
“Lalu bagaimana kamu bisa mengenalinya?”
Rhaella perlahan menyentuh lengan Revian, meraba tato bergambar abstrak di lengannya itu. “Tato yang terlihat seperti karya sampah ini adalah buatanku, jadi aku sangat mengenalinya. Kalau kamu perhatikan lebih dekat, kamu bisa membaca sebuah nama.”
Rhaella menunjuk setiap karakter di tato itu satu-persatu. “J. I. L. I. A. Tulisannya Jilia, itu adalah nama istrinya.”
Rhaella bahkan masih bisa mengingat dengan jelas, masa di mana Revian meminta dia membuatkan sebuah tato.
Lima tahun yang lalu, Rhaella tengah ditugaskan untuk menjaga perbatasan utara selama musim dingin. Dia juga membawa seratus prajurit bersamanya, dan di antara mereka ada Revian Batros yang sudah menjadi prajurit Rhaella selama dua tahun, dan sering berkomunikasi dengan Rhaella untuk melaporkan logistik perang. Jadi, mereka terbilang cukup akrab.
Pada tahun itu, Revian baru saja menikah dengan seorang gadis dari desa bernama ‘Jilia’, mereka baru menikah selama satu minggu, tapi Revian sudah diminta untuk menjalankan tugas militer.
“Yang Mulia, bukankah Anda sangat kejam?” tanya Revian seraya melemparkan kayu bakar ke dalam api unggun.
Rhaella menanggapi dengan malas. “Apa lagi yang sudah kulakukan?”
“Anda bahkan tidak datang ke pernikahan saya! Tapi bisa-bisanya mengganggu bulan madu saya dengan Jilia! Jilia bahkan terlihat sangat kesal saat aku mendapatkan tugas lagi. Jika saya tidak bisa tidur dengan Jilia sepulang dari sini, maka itu adalah salah Anda!”
“Pertama, aku sangat sibuk sampai tidak bisa datang ke pernikahanmu. Kedua, aku sudah memberikanmu sepasang kuda untuk hadiah pernikahanmu. Dan yang ketiga, kamu memang hanya mengajukkan cuti selama satu minggu! Jadi, jangan menyalahkan aku!” kesal Rhaella.
“Tapi siapa yang mengira saya akan disuruh pergi ke perbatasan selama musim dingin?! Bayangkan saja, saya harus meninggalkan Jilia selama empat bulan lebih! Bisa-bisa dia dianggap sebagai janda saat saya pulang nanti!”
“Jangan banyak mengeluh! Kau pikir aku juga mau menjaga perbatasan di musim dingin? Kalau bukan karena Jenderal Lenya tidak ditugaskan untuk memata-matai Negara Slava. Aku pasti bisa tidur di istanaku yang hangat!”
Rhaella menambahkan, “Lagipula, bisa-bisanya Panglima Perang ditugaskan untuk menjaga perbatasan! Ide bodoh siapa ini?!”
Revian lantas tertawa. “Yang Mulia, sekarang Anda yang banyak mengeluh.”
Rhaella mendengus, kemudian memberikan daging rusa yang sudah ia panggang sejak tadi. “Makan ini, selagi masih hangat.”
“Kalian juga makanlah!” seru Rhaella kepada prajurit yang lain.
“Yang Mulia, Anda benar-benar seperti ibu kami di rumah.”
“Tidak, Yang Mulia lebih terlihat seperti ibu mertuaku!”
“Tidak salah kami menjuluki Anda sebagai ibu mertua selama ini.”
Prajurit yang tadi berbicara langsung menutup mulutnya. Tapi, Rhaella sudah lebih dahulu menarik lengannya dan berkata, “Kalian memanggilku apa?”
“Lihatlah, Anda sangat galak dan mengerikan. Tapi, tetap memberikan kami makan saat sedang bersama. Bukankah itu seperti ibu mertua?” kata Revian.
Rhaella lantas memelototi mereka semua. “Jika aku mendengar kalian memanggilku ibu mertua lagi, aku pasti akan mencincang kalian!”
“Ya, Ibu Mertua!” seru para prajurit itu, seolah sengaja untuk membuat Rhaella marah.
“Enyahlah kalian semua!” para prajurit itu lantas berhamburan seperti anak ayam, tapi tidak lupa membawa pergi daging rusa di tangan mereka.
Tidak ada satu pun dari mereka yang menganggap ancaman Rhaella dengan serius. Mereka memang selalu begitu, setiap hari menganggu Rhaella dan senang saat melihat panglima mereka sakit kepala. Tapi mereka berani berbuat demikian juga karena Rhaella tidak begitu memperdulikan status kebangsawanannya.
Di malam hari, ketika Rhaella sedang beristirahat di dalam tendanya, Revian tiba-tiba datang. Dia kemudian berbicara dari luar tenda, “Yang Mulia, bisakah Anda membantu saya?”
Rhaella menghela napas, dia mengambil pita dan kembali mengikat rambutnya. “Sekarang apalagi? Tidak bisakah kalian membiarkan aku beristirahat dengan tenang?”
Revian segera masuk ke dalam tenda tanpa menunggu persetujuan Rhaella. “Ketika kami mati, Anda baru bisa tenang.”
“Apa yang kau bawa itu?” tanya Rhaella, matanya menatap ke sebuah kotak kayu yang di bawa oleh Revian.
“Alat-alat untuk membuat tato. Saya tidak bisa berhenti memikirkan Jilia sejak berada di perbatasan, jadi memutuskan untuk mengukir namanya di lengan kananku. Sayangnya, saya tidak bisa membuat tato menggunakan tangan kiri. Jadi, bisakah Yang Mulia membantu?”
“Dari banyak prajurit di perbatasan, kenapa harus aku? Aku bahkan tidak bisa membuat tato.”
“Tulisan Anda sangat rapih, tidak ada salahnya membantu sebentar. Tenang saja, membuat tato tidak begitu sulit, saya bisa mengajari Anda.” kata Revian seraya tertawa.
Dengan paksaan, akhirnya Rhaella membantu Revian untuk membuat tato. Ia pertama mensterilkan jarum dengan memanaskannya ke api lilin, kemudian melilitkan benang katun ke ujung jarum, dan mencelupkan jarum tersebut ke tinta.
Tulisan tangan Rhaella memang rapih, tapi dia belum pernah mentato seseorang sebelumnya. Jadi tangannya sangat kaku, dan berakhir membuat tato itu tidak bisa dibaca.
“Aku sudah bilang, aku tidak bisa mentato!” seru Rhaella frustasi.
Alih-alih merasa marah, Revian malah menanggapi Rhaella dengan senyuman. “Tidak apa-apa, tulisan jelek ini malah terlihat bagus. Orang lain jadi tidak bisa membaca nama Jilia, kecuali saya dan Anda. Yang Mulia, Anda membuat Jilia terlihat lebih spesial di mata saya.”
“Jika ingin memuji, maka puji aku! Jika ingin menghina, maka hina saja. Kenapa kamu menghina, lalu memuji?”
Revian tidak membalas lagi, dia dan Rhaella lantas tertawa bersama. Suasana hangat di dalam tenda itu perlahan memudar dari ingatan Rhaella, wajah Revian yang dipenuhi oleh senyuman kini terlihat kaku.
“Pada akhirnya, memang hanya aku dan dia yang bisa membaca tulisan di tato ini,” kata Rhaella kepada Rullin.
“Revian Batros yang aku kenal adalah seorang pemuda cerewet yang senang tersenyum dan menggangguku. Tapi dia adalah orang yang lembut, dia tidak akan pernah bertarung bila bukan berada di medan perang,” Rhaella menundukkan kepalanya. “Oleh karena itu, saat aku melihat Scorpion, aku sadar bahwa jiwa Revian sudah tidak ada. Tubuh ini hanyalah sebuah cangkang kosong yang tidak memiliki isi. Alih-alih membiarkan tubuh ini bernapas, Revian mungkin lebih senang bila aku membunuhnya untuk membebaskan dia.”
Rullin tidak segera membalas, ia hanya memperhatikan Rhaella dalam diam. Tatapan wanita itu terlihat begitu hangat saat dia melihat wajah Revian yang tidak lagi ditutup menggunakan topeng. Ekspresi Rhaella yang seperti itu belum pernah dilihat oleh Rullin.
Ketika mereka bertemu di acara perjamuan beberapa tahun yang lalu, Rullin selalu mempunyai pandangan bahwa Rhaella Rhoxolany adalah orang yang dingin dan tidak menyenangkan. Namun, sekarang dia tidak mampu mendeskripsikan sifat Rhaella dengan jelas.
Wanita ini memiliki terlalu banyak topeng di wajahnya, sehingga Rullin tidak bisa menemukan mana wajah yang sebenarnya.
“Karena alasan itu pula, aku meminta kamu menjadi lawannya di arena, karena kuyakin kamu memiliki kekuatan untuk membunuh Revian.”
“Jika dia adalah prajuritmu, mengapa tidak mencari cara untuk menyelamatkannya daripada membunuh dia?”
Rhaella menutup kedua mata Revian yang terbuka, lalu berkata, “Tidak lagi bisa disembuhkan. Pikiran Revian sepertinya sudah terganggu selama berbulan-bulan, jadi tidak ada gunanya menyembuhkan dia.”
“Rullin, percayalah, aku bisa membunuh semua orang di dunia ini tanpa merasa bersalah. Tapi aku tidak akan pernah menyakiti prajuritku sendiri bila tidak memiliki alasan.”
Rhaella mungkin kerap menampilkan wajah dingin dan acuh kepada dunia luar. Tapi, jika seseorang mengenalnya lebih dekat, dan memasuki dunia Rhaella, mereka mampu melihat sosok Rhaella yang begitu hangat dan perhatian.
Dan seluruh prajuritnya, mendapatkan kehangatan itu selama sepuluh tahun.
Orang lain tidak akan mampu mengenal Rhaella dengan baik, tapi para prajuritnya sangat mengenal Rhaella Rhoxolany yang sesungguhnya.
Rullin berkata, “Fisik dari prajuritmu telah berkembang pesat dari yang kamu lihat terakhir kali. Pikirannya juga tidak lagi sehat, bahkan dia selalu berteriak setiap kali aku mengajaknya bicara di arena pertarungan. Sepertinya, ada seseorang yang ingin merubah manusia menjadi monster.”
“Aku tahu,” Rhaella berkata, “Karena itulah, aku akan menyelidikinya. Siapapun orang yang telah menyakiti prajuritku, aku akan membalasnya berkali-kali lipat.”
Kebencian di hati Rullin perlahan-lahan mulai surut. Dia berpikir sepertinya Rhaella tidak begitu buruk, tapi dia juga belum bisa mempercayai wanita itu sepenuhnya.
Karena, bagaimana pun, wanita ini adalah bagian dari pihak yang telah meluluh lantahkan Negara Alcander.
Rullin harus berhati-hati atau dia akan mengalami kekalahan untuk yang kedua kalinya.
“Apa yang ingin kamu lakukan sekarang?” tanya Rullin.
“Setelah pertarungan, biasanya pihak penyelenggara akan membuang mayat gladiator yang mati ke hutan liar, aku akan meminta seseorang untuk mengkremasinya dan mengirimkan abu Revian kepada Jilia.”
Setelah itu, Rullin tidak bertanya lagi. Dia sekarang hanyalah orang luar, jadi sebaiknya tidak terlalu mencampuri urusan Rhaella.
Karena mereka sudah terlalu lama ada di ruang mayat, Rhaella akhirnya meminta Rullin untuk menunggunya di kereta bersama Dasha. Sedangkan Rhaella masih menatap Revian selama beberapa saat, sebelum akhirnya menyatukan kedua tangannya di depan wajah.
Dia berdoa, “Semoga dewa memberkati kehidupanmu yang baru. Revian, aku berjanji akan menjaga Jilia di sini, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkannya lagi.”