BAB 7 : Pertarungan Gladiator — Bagian 2

1607 Words
Ketika Scorpion tengah berusaha menyeimbangkan kakinya yang kesakitan. Rullin segera berlari menuju pedangnya yang terlempar jauh, dia bergerak secepat angin dan berusaha keras untuk mendapatkan momentum yang tepat supaya mampu menyerang Scorpion selagi dia menahan sakit. Akan tetapi, tatkala Rullin hanya berjarak beberapa inchi dari pedangnya. Matanya menangkap ada bayangan senjata besar tengah melayang ke arahnya. Rullin sontak menahan laju kakinya dan mundur beberapa langkah. Brak! Kapak raksasa milik Scorpion jatuh tepat di hadapan mata Rullin. Bila saja pria itu terlambat beberapa detik saja, maka dia pasti sudah menjadi bubur daging di tanah. Rullin lantas menoleh, mendapati Scorpion tengah berlari cepat ke arahnya dengan kaki yang terseok-seok. “Kau ini manusia atau apa?” tanya Rullin, lebih kepada dirinya sendiri. Scorpion sudah menderita luka tusukan pedang di lengannya, dan kaki kirinya menderita luka parah. Namun, gladiator besar itu tetap bertarung tanpa kenal lelah. Rullin bahkan sama sekali tidak mendengar suara helaan napas Scorpion, seakan-akan pria itu memang tidak bernapas. Sebelum Scorpion mencapai tempat Rullin, Rullin lebih dahulu berputar mengitari kapak, dan mengambil pedangnya yang tertancap di tanah. Dia menumpukkan kakinya dengan kuat di tanah, sebelum akhirnya melompat tinggi dan melingkarkan kakinya di leher Scorpion. Scorpion sontak mengamuk, dia melakukan segala cara untuk menarik Rullin dari atas bahunya. Gladiator raksasa itu bahkan tidak perduli apabila pukulannya mengenai dirinya sendiri, satu-satunya hal yang dia inginkan hanyalah menang dan membunuh Rullin. Rullin berputar dengan kaki di leher Scorpion, sehingga kini ia berada tepat di belakang kepala Scorpion. Tanpa membuang waktu, Rullin segera menghantamkan perisainya ke kepala Scorpion, membuat gladiator itu berteriak. “Apa sampai mati pun kau tidak akan berbicara?! Mengapa sedari awal hanya mengaum seperti binatang liar?!” teriak Rullin di belakang Scorpion. Setidaknya kata-kata umpatan akan terdengar lebih menyenangkan dibandingkan dengan suara auman yang keluar dari manusia. Karena tidak mendapatkan balasan, Rullin akhirnya mengeratkan kakinya di leher Scorpion, sehingga membuat gladiator itu tercekik dan kesulitan bernapas. Beberapa saat kemudian, Scorpion akhirnya rubuh ke tanah karena tidak kuasa mempertahankan keseimbangannya, akibat Rullin terus menghantamkan perisai ke kepalanya berulang kali. Rullin segera melompat supaya tidak tertiban oleh tubuh besar Scorpion. Dia membuang napas dengan terengah-engah, beberapa lukanya yang belum terlalu pulih bahkan mulai terbuka kembali, dan membuat Rullin merasa sedikit pusing. Kemudian Rullin mengangkat pedangnya begitu tinggi ke udara, bersiap untuk menikam bahu Scorpion supaya gladiator itu kesulitan bergerak lagi. Walau peraturan gladiator menyebutkan bahwa pertarungan akan berakhir bila salah satu dari gladiator mati, tapi pertarungan juga bisa dinyatakan selesai apabila salah satu dari mereka sekarat dan tak mampu bergerak. Karena itulah, Rullin tidak berniat untuk membunuh Scorpion. Sebab gladiator yang sedang terkapar ini hanyalah seorang b***k yang dipaksa untuk bertarung, sehingga Rullin merasa enggan untuk membunuhnya. Akan tetapi, begitu Rullin ingin menghujamkan pedang ke bahu Scorpion. Dia merasakan adanya hembusan angin yang memiringkan pedangnya, sehingga Rullin berakhir menusuk jantung Scorpion. Kras! Pedang besar dan berat tersebut tertanam jauh ke dalam d**a Scorpion, menghentikkan jantung gladiator itu secara mutlak. Darah mengalir dari luka yang diciptakan Rullin, mengalir begitu deras sampai menggenang di bawah tubuh Scorpion. Seluruh masyarakat yang menyaksikan hal itu terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya berteriak keras dan membuat kekacauan di tribun. “Dia membunuh Scorpion!” “Tidak mungkin! Scorpion sudah menjadi juara selama ini! Kenapa dia bisa-bisanya terbunuh begitu?!” “Uangku! Astaga! Aku sudah bertaruh atas nama Scorpion dengan jumlah uang yang banyak!” “Arghhhh!!! Sisa uang bulananku hangus dalam sekejap!” Pada akhirnya, mereka mulai melemparkan hinaan kepada Rullin Vedenin yang telah membuat mereka kehilangan banyak uang. Sedangkan Rullin tidak memberikan respon apapun. Manik-manik amber di mata Rullin tampak meredup. Dia masih tidak menyangka bila dirinya membunuh seseorang dalam pertarungan gladiator, membuatnya terlihat seperti orang barbarian yang selalu ia benci. Perlahan Rullin mengangkat kepalanya, lalu menatap Rhaella yang kini berdiri di depan pagar pembatas. Wanita itu menutupi setengah wajahnya menggunakan kipas, tetapi matanya turut membalas tatapan Rullin. Orang lain mungkin tidak akan sadar, tapi Rullin tahu bahwa angin yang tadi menggeser pedangnya berasal dari sihir milik Rhaella. Orang yang telah membunuh Scorpion bukanlah Rullin, melainkan Rhaella Rhoxolany. Rullin memicingkan matanya, menatap tajam ke arah Rhaella dengan perasaan marah yang menggebu di hatinya. Namun, Rhaella tampak tidak terganggu, wanita itu hanya memandangnya dengan acuh sebelum kembali duduk di kursinya. “Ada berapa banyak sifat yang kau miliki sampai terus berubah-ubah?” bisik Rullin kepada dirinya sendiri. Beberapa saat kemudian, suara teriakan dari pembawa acara terdengar di telinga Rullin. “Pertarungan tadi cukup menegangkan! Tapi akhirnya ternyata sangat tidak terduga! Scorpion yang telah menjadi pemenang mutlak selama beberapa bulan belakangan, akhirnya dapat dikalahkan oleh Rullin Vedenin!” “Para hadirin sekalian! Bertepuk tanganlah atas keberhasilannya!” Pembawa acara mengisyaratkan Rullin untuk berdiri di tengah arena. Namun, pria itu tidak menanggapi, dan melenggang pergi menuju ruang tunggu. Dia kemudian melemparkan perisai besi di tangannya, lalu melepaskan pelindung di bagian d**a. Rullin Vedenin telah memenangkan pertandingan, tapi dia terlihat begitu marah. • • • Di ruangan khusus bangsawan, wajah Earl Harry Farrand terlihat sangat gelap. Dia telah mempertaruhkan 6 karung emas saat mendaftarkan Scorpion, dan berharap akan memenangkan banyak yang hari ini. Tapi siapa yang menyangka bahwa hari ini adalah hari sialnya. Dia telah kehilangan 6 karung emas, dan juga kehilangan budaknya yang kuat. Rhaella yang duduk di dekat Earl Farrand segera berkata. “Earl Farrand, maaf karena sudah membuat Anda kalah hari ini. Di lain waktu, saya pasti akan menebus kekalahan Anda hari ini.” Walau ucapannya terdengar tulus, intonasi suaranya lebih terdengar seperti ejekan. Rhaella bahkan terus tersenyum di balik kipasnya sejak melihat kekalahan Earl Farrand. “Tidak. Tidak. Tidak. Bagaimana mungkin saya berani membuat Yang Mulia menebusnya? Kekalahan dalam sebuah pertarungan adalah hal yang biasa, Yang Mulia tidak perlu meminta maaf,” kata Earl Farrand seraya menundukkan kepalanya di hadapan Rhaella. Bukankah itu sangat menyebalkan? Dia sudah kalah, tapi masih harus menundukkan kepalanya di hadapan orang yang menang. Earl Farrand menggeram di dalam hati, tapi tidak berani untuk memperlihatkan kekesalannya di depan Rhaella. Rhaella kemudian melipat kipasnya. “Tapi budakmu sangat kuat. Di mana kamu menemukan b***k seperti Scorpion?” Mendengar hal itu, Earl Farrand lekas memperbaiki suasana hatinya dan berbicara seperti seorang pedagang yang menawarkan barang. “b***k seperti Scorpion sangatlah langkah, Yang Mulia mungkin tidak akan bisa membelinya di pasar budak.” “Oh …,” Rhaella bertanya dengan penasaran. “Lalu di mana aku bisa membelinya?” Earl Farrand, “Harga mereka jauh lebih mahal dari b***k biasanya, tapi saya yakin Yang Mulia cukup mampu untuk membelinya. Saya mempunyai rekomendasi penjual b***k di Kota Araya, mereka bahkan juga menawarkan obat untuk meningkatkan kekuatan b***k! Dan b***k-b***k itu akan menjadi lebih patuh setelah diberikan obat. Anda pasti tidak akan menyesal membelinya di sana.” “Kota Araya? Aku belum pernah mendengar ada penjual b***k dari kota itu.” “Tidak sembarangan orang bisa menemui mereka. Anda membutuhkan rekomendasi, jika Yang Mulia tertarik, saya bisa memberikan kartu rekomendasi saya.” Rhaella tersenyum. “Kalau Earl Farrand tidak keberatan, maka saya akan menerimanya.” “Saya tidak mungkin keberatan!” Earl Farrand segera mengambil sebuah kartu keanggotaan yang terbuat lempeng perak, kemudian memberikannya kepada Rhaella. “Alamat mereka ada di kartu itu. Saat Yang Mulia datang, katakan saja bila saya yang merekomendasikan.” “Terima kasih banyak, saya sungguh terbantu. b***k saya tidak begitu patuh, jadi akan lebih baik bila dia patuh.” Setelah menerima kartu rekomendasi tersebut, Rhaella segera beranjak dari kursinya dan memberikan kartu itu kepada Dasha. “Kamu tunggulah di kereta, aku punya keperluan sebentar.” Dasha mengangguk, “Baik, Yang Mulia.” Rhaella lantas berjalan pergi menuju ruang tunggu. Di sana, ia melihat Rullin tengah duduk di kursi dengan mata tertutup, mungkin dia tidak sengaja tidur karena kelelahan. Luka-luka di bagian dadanya kembali terbuka dan mengeluarkan darah, membuat Rhaella segera mendekat seraya mengeluarkan botol obat dari sakunya. Dia sedikit membungkuk saat ingin mengoleskan obat di luka Rullin, tetapi pergelangan tangan Rhaella dicengkram dengan kuat oleh seseorang. Ketika Rhaella mengangkat kepalanya, dia bertemu pandang dengan kedua manik amber yang menyala penuh amarah. Dalam seperkian detik, Rullin mendorong Rhaella sampai punggung wanita itu menghantam lantai, kemudian ia menindih tubuh Rhaella dan meletakkan sebuah belati di depan leher Rhaella, tampak bersiap untuk menggores nadi wanita itu kapan saja. “Yang Mulia, kenapa kamu melakukan itu?” tanya Rullin dengan dingin. Meskipun ada pisau di lehernya, Rhaella tidak terlihat takut sama sekali. Dia malah membalas Rullin dengan tawa. “Agar aku mendapatkan banyak keuntungan.” Rullin semakin mendekatkan pisau di tangannya ke leher Rhaella. “Kamu tertawa? Kamu masih bisa tertawa setelah membunuh b***k itu? Aku bisa memenangkan pertandingan hanya dengan membuatnya sekarat! Tapi kenapa kamu malah ikut campur dan membunuhnya!” Rullin menambahkan, “Panglima, apakah berperang selama bertahun-tahun sudah membuatmu jadi haus darah, sampai ingin membunuh manusia setelah menganggur selama 5 bulan?” Senyuman Rhaella berangsur-angsur menghilang. Bulu matanya turun saat ia mendengar gelar ‘Panglima’ keluar dari mulut Rullin. Obsidian biru lautnya terlihat redup, memberikan kesan bahwa si pemilik tengah berada dalam duka. Rullin merasa tenggorokannya tercekat saat melihat ekspresi Rhaella yang tidak ia mengerti. Pisau yang ada di tangannya perlahan menjauh dari leher Rhaella. Mata biru itu seperti mempunyai daya tarik tersendiri sampai Rullin merasa ragu untuk melihatnya lagi. “Scorpion itu …,” Rhaella menggantung ucapannya selama beberapa saat, sampai akhirnya berkata pelan, “Dia adalah salah satu prajuritku.” Ucapan Rhaella sontak membuat Rullin terkejut. “Apa maksudmu?” Rhaella menghela napas, lalu kembali mengatakan celotehan main-main. “Sebelum aku menjelaskan, bisakah kamu bangun? Kamu sudah menindihku selama 5 menit, punggungku sakit karena berbaring di lantai! Kalau kamu ingin menindihku, setidaknya lakukan di kasur!” Ekspresi Rullin menjadi lebih buruk. “Yang Mulia, tidakkah kamu mempunyai rasa malu?!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD