Bab 8. Teman Atau Musuh?

1534 Words
Melodi membuka matanya perlahan lalu menyesuaikan dengan cahaya yang ada di ruangan tempatnya berada saat ini. Lama kelamaan Melodi menyadari jika ia sedang berada di sebuah tempat perawatan seperti di rumah sakit. Seorang perawat tersenyum padanya dan menyapanya. “Saya di mana suster?” tanya Melodi dengan suara lemah. “Kamu di rumah sakit Harapan. Kamu sedang sakit dan pingsan di tengah jalan jadi dibawa kemari,” jawab perawat itu masih tersenyum ramah. Melodi sempat tertegun sejenak sebelum bertanya lagi. “Memangnya siapa yang bawa saya kemari?” “Oh, orangnya ada di luar. Sebentar ya saya panggilkan dulu.” Perawat itu pun pergi dan membuka pintu. Ia seperti sedang memanggil seseorang, sementara mata Melodi sibuk menjelajahi seluruh isi kamar. Seorang pria tak dikenal oleh Melodi masuk ke dalam ruang perawatan itu. Rambutnya masih setengah basah tapi pakaiannya sepertinya sudah kering. Ia tersenyum begitu melihat Melodi. Setelah mengangguk pada perawat tadi, pria itu kemudian berdiri di samping ranjang Melodi. “Bapak ini siapa? Apa kita saling kenal?” tanya Melodi masih dengan suara lemah. Pria itu tersenyum dan menggeleng. “Aku ketemu kamu di jalanan, pingsan di tengah hujan jadi aku bawa kemari. Ternyata kamu memang sedang sakit. Kata dokter kamu kurang nutrisi dan kelihatan belum makan jadi mungkin itu yang buat kamu pingsan,” ujar pria itu lagi masih dengan senyuman yang tak lekang di wajah. “Oh. Maaf jadi merepotkan.” “Gak apa. Oh ya, perkenalkan namaku Ariel Danish. Panggil aja Ariel,” sahutnya memperkenalkan diri. Melodi ikut tersenyum dan memperkenalkan dirinya juga. “Namaku Melodi, Mas.” Alis Ariel naik mendengar Melodi memanggilnya begitu sopan. “Mas?” “Ah salah ya, atau Pak? Kan lebih tua.” Ariel tergelak lalu mengangguk. “Mas aja. Jangan Pak. Ketuaan,” balas Ariel sambil tersenyum lebar. Melodi tergelak kecil lalu mengangguk. “Terima kasih sudah menolong Melodi ya, Mas Ariel.” Melodi mencoba bangun dan duduk. Ariel dengan refleks membantu Melodi untuk duduk lalu ia pun duduk di pinggir ranjang. “Tapi Mel harus pulang sekarang. Papa pasti cemas nunggu di rumah.” “Kamu tinggal di mana?” “Di kampung Mekar dekat sini.” Ariel mengangguk mengerti. Ia kemudian meraba kening Melodi dan gadis itu sempat terkesiap dengan keberanian Ariel. “Demam kamu udah turun tapi aku rasa kamu gak bisa pulang dulu. Soalnya belum ada ijin dari dokter. Jadi sambil nunggu dokter, kita makan aja dulu. Gimana?” Melodi terdiam memandang Ariel. Pria yang baru dikenalnya itu jadi perhatian padanya. “Kamu pasti lapar kan?” sambung Ariel lagi. Melodi mengangguk pelan. “Tunggu sebentar ya. Aku ambil makanannya dulu.” Ariel pun berjalan ke pintu kamar dan keluar. Tidak sampai lima menit, Ariel masuk kembali membawa tentengan. Ia kemudian menarik meja pasien ke depan Melodi lalu mengeluarkan beberapa kotak makanan. Melodi terperangah karena kotak makanan itu berisi makanan enak dari restoran mewah yang belum pernah dicicipinya. Melodi mengetahui karena ia kerap mencuri lihat dari ponsel teman-temannya. “Kamu pernah makan makanan Jepang?” Melodi menggeleng. Ariel tersenyum menyajikan alat makan untuk Melodi. “Kalau gitu kamu harus habiskan ini semua. Ini ada bubur ayam yang hangat untuk perut kamu. Kamu makan ini dulu,” ujar Ariel menyodorkan sendok agar Melodi memakan buburnya. Sambil melirik pada Ariel, Melodi pun perlahan memakan bubur itu. Rasanya benar-benar enak dan hangat. “Kamu suka?” Melodi mengangguk. “Kalau begitu habiskan.” “Mas Ariel gak ikut makan? Mel gak mungkin habisin makanan sebanyak ini.” Ariel mengangguk. Jadilah Melodi akhirnya makan siang dengan Ariel Danish yang baru ia kenal. “Kamu sekolah di mana?” tanya Ariel berbasa-basi selama sedang makan. “SMK,” jawab Melodi singkat. “Jurusan apa?” “Perhotelan, Mas.” Ariel mengangguk lalu memandang Melodi. “Wah kebetulan. Kamu kelas berapa sekarang?” “Kelas 12, Mas. Emangnya kenapa?” Ariel tersenyum lalu menyumpit lagi makanannya. “Aku punya hotel yang baru buka dan butuh banyak pegawai baru. Gimana kalo setelah kamu tamat, kamu kerja di hotel itu?” Melodi terdiam memandang Ariel. “Mas Ariel punya hotel?” Ariel mengangguk. “Kamu tau Hotel Mercure Star?” mata Melodi membesar. “Itu kan hotel bintang lima!” sahut Melodi kaget. Ariel hanya tersenyum menyelipkan cengiran angkuh yang tidak disadari oleh Melodi. “Apa kamu mau kerja untuk aku di hotel Mercure?” tawar Ariel sekali lagi. “Tapi Mel gak punya pengalaman apa pun.” “Aku butuh orang-orang seperti kamu. Yang muda, punya semangat tinggi dan fresh graduate.” Tapi Melodi malah menggeleng. “Lho kenapa?” Ariel balik bertanya. “Melodi gak mau nanti nama Mas Ariel jadi jelek karena menerima pegawai yang tidak berpengalaman seperti Melodi.” Ariel tersenyum dengan sedikit terkekeh. “Mel, aku menawarkan ini karena aku yakin kamu pasti bisa. Percayalah Mel, aku adalah seorang pebisnis jadi tau persis karakter seseorang seperti apa.” “Tapi kan kita baru bertemu.” “Memangnya kenapa? Yang jelas, aku gak mau kehilangan kesempatan untuk dapat merekrut calon pegawai potensial kayak kamu.” Ariel terdengar sedikit memaksa. Melodi pun akhirnya hanya mengangguk saja. Sambil tersenyum senang, Ariel melanjutkan makannya. Usai makan dan mendapat ijin dokter untuk pulang, Ariel mengantarkan Melodi keluar dari klinik kecil itu. Oleh karena, tempat Melodi dirawat hanyalah klinik kecil, Ariel harus memarkir mobilnya di pinggir jalan. Rexy yang kebetulan melewati jalan yang sama lalu memberhentikan mobilnya saat melihat Melodi berjalan bersama Ariel Danish ke arah sebuah mobil. Arsenio mengernyitkan kening dan heran melihat mereka berdua. “Lho kok mereka bisa saling kenal?” gumam Arsenio pada dirinya sendiri. Ia kemudian memperhatikan keduanya. Ariel terlihat membukakan pintu untuk Melodi kemudian sambil tersenyum ikut masuk ke balik kemudi. Dengan menggunakan mobilnya, Arsenio mengikuti Ariel dan Melodi. Ariel memaksa untuk mengantar Melodi sampai ke rumahnya. Meskipun harus memasuki jalanan kampung tapi Ariel tidak keberatan sama sekali. “Maaf ya, Mas. Rumah Mel jelek,” ujar Melodi malu ketika mobil sport mewah itu tiba di depan rumahnya. Tetapi Ariel menyembunyikan rasa kagetnya dengan baik. “Gak apa. Yang penting nanti setelah kamu tamat dan bekerja untuk aku, kamu pasti bisa pindah dari sini,” ujar Ariel sambil tersenyum. Melodi pun membalas senyuman dan mengangguk. Ariel kemudian memberikan sebuah kartu nama pada Melodi. “Simpan ini. Hubungi aku kapan pun. Aku pasti akan bantuin kamu.” Melodi sempat tertegun melihat wajah tampan dan imut Ariel. Ia terlihat begitu tulus ingin membantu. Melodi pun mengangguk tak lama kemudian, ia turun dari mobil mewah itu. Ariel langsung pergi setelah Melodi turun dari mobilnya. Melodi masih memegang kartu nama Ariel ketika ia memperhatikan mobil tersebut berlalu pergi dari depan rumahnya. Belum sempat ia berbalik, sebuah mobil lain berhenti di depannya. Arsenio turun dari mobil tersebut dan berjalan ke arah Melodi. “Mas Rexy?” Melodi terkejut karena Arsenio tiba-tiba muncul setelah Ariel pergi. “Kamu baru dari mana?” tanya Rexy tanpa senyum. “Uhm, itu ....” “Apa yang kamu lakukan sama laki-laki itu?” Melodi terdiam dan tidak tahu harus menanggapi apa. Ia malah menundukkan kepalanya seolah merasa bersalah. “Melodi, kamu itu adalah pacarku. Biarpun simpanan juga kekasihku, ngapain kamu jalan sama laki-laki lain? kamu mau bikin aku kesal?!” sahut Rexy setengah menghardik Melodi. “Bukan, bukan begitu maksud Melodi, Kak,” ujar Melodi membela diri. “Terus ngapain kamu sama dia tadi? Jangan jadi perempuan yang gampang diajak sama siapa pun.” Rexy masih memarahi Melodi. “Tapi dia yang bantu Melodi di rumah sakit tadi, Kak. Cuma itu.” “Kenapa kamu gak minta tolong sama aku. Kamu kan bisa telepon!” Melodi akhirnya memilih diam dan tidak mau membahas. Rexy sepertinya bukan orang yang mau mendengarkan penjelasan. Dia bahkan mengabaikan jika Melodi baru dari rumah sakit dan ditolong oleh orang asing. Daripada berdebat, Melodi lebih memilih untuk diam. Rexy terlihat tidak enak karena Melodi malah menunduk. Ia mendekat dan membelai kepala Melodi. “Jangan pergi dengan sembarangan orang. Nanti kalau ada apa-apa sama kamu gimana, aku khawatir sama kamu.” Rexy beralasan. Melodi mengangkat wajahnya dan tersenyum getir. “Kamu itu pacarku, Melodi. Mengerti?” tambah Rexy lagi dengan nada lembut. Melodi malah luluh dan tersipu mendengarnya. Belum pernah ada seorang pria yang bersikap posesif padanya dan itu membuatnya tersanjung. Melodi hanya mengangguk saja. “Trus gimana dengan Nita?” tanya Melodi tiba-tiba. “Apanya yang gimana?” “Apa Mas Rexy akan terus pacaran sama dia? Mas Rexy cinta ya sama dia?” Rexy mendengus sinis lalu menggeleng kecil. “Untuk apa kamu menanyakan hal seperti itu? hubunganku dengan Fernita itu adalah hal lain dan gak ada hubungannya dengan kita. Lagi pula, aku cuma senang-senang sama Nita.” “Senang-senang?” Melodi mengulang. Ia sangat ingin mendengar alasan Rexy yang sesungguhnya. Untuk apa dia sampai berselingkuh dengannya jika memang Rexy mencintai Fernita? “Saat ini aku harus pacaran sama dia karena ada perjanjian bisnis dengan Alex Jodie. Tapi aku gak pernah cinta sama dia.” Melodi akhirnya tersenyum mendengar jawaban yang ingin ia dengar dari Rexy. “Ya udah, sekarang kamu masuk ke dalam dan istirahat. Besok kita ketemu lagi, hhmm.” Melodi pun mengangguk lalu agak mundur sedikit membiarkan Rexy masuk kembali ke mobilnya. Rexy pergi tak lama kemudian dan Melodi pun masuk ke dalam rumahnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD