Dalam keadaan masih mengantuk dan mata yang ingin terpejam,aku duduk lurusan dengan Mba Jena. Dia hanya menatapku sekilas lalu membuka map yang kubawa. Untungnya meja yang dipilihnya kursinya tidak berpisah,memanjang. Kubaringkan kepalaku kemeja dengan menghadap Mba Jena,dia sudah sangat siap mengeluarkan semua koreksinya. Apalagi sudah hampir semingguan aku terus menunda pertemuan kami karena alasan butuh waktu. Mba Jena pastinya selalu bangun pagi mengingat dia harus memasak untuk anak dan suaminya,tidak sepertiku yang belum mengurus apapun. Menguap sekali,aku menatap malas wajah Mba Jena dari samping. “Ada beberapa kata yang perlu kamu siapin,Nin.” Setelah hampir 20 menitan menunggu akhirnya Mba Jena membuka suaranya,mataku yang tadinya hampir tertutup kembali terbuka. “Siapin?” tan