Bagian 4 - Malam Berdarah

1291 Words
Seorang pria memandangi sebuah foto gadis cantik di tangannya. Foto yang dia ambil saat gadis itu masih berusia sekitar 18 tahun. Gadis itulah yang membuatnya merasa sangat tidak berguna. Setiap tarikan nafasnya. Rasa sesal, amarah dan kebencian semakin membesar setiap harinya. Dia sudah gagal melindungi satu-satunya orang yang sangat berarti dalam hidupnya. "Lihatlah, Sayang. Malam ini, adalah malam yang sudah kita nantikan selama ini. Malam ini aku akan menghancurkannya seperti dia menghancurkanmu dulu. Aku akan membalas setimpal atas perbuatannya. Aku akan membuat kebahagiaannya hancur seperti mayat hidup, persis sepertimu. Dengan begitu, Arvyn kesayanganmu itu akan hancur, sehancur-hancurnya. Aku janji. Semua penderitaanmu akan terbalaskan malam ini juga. Hahaha ...” Pria itu tertawa lebar penuh kelicikan. Hari yang dia tunggu selama beberapa tahun, akhirnya tiba juga. “Well, Arvyn. Nikmati waktu bahagiamu dengan istri barumu itu karna beberapa menit lagi kehancuran sudah menunggumu. Hahaha ...." *** Sudah 1 jam berlalu. Tapi Arvyn tak kunjung kembali. Airyn menunggu dengan gelisah. Perasaannya semakin kalut, apalagi hujan turun dengan derasnya disertai kilat yang sesekali menyambar keras. Airyn memeluki dirinya sendiri. Kenapa suasana menjadi sangat mencekam begini? "Arvyn kamu ke mana sih? Kenapa lama sekali? Aku takut.” Tok, tok, tok! Sesaat kemudian terdengar suara pintu kamar diketuk dan Airyn langsung melangkah kegirangan mendekati pintu. Tapi, saat Airyn hendak membuka pintu, dia ingat pesan Arvyn sebelum pergi tadi. "Jangan buka pintu kecuali aku meminta.” Entah kenapa kata-kata Arvyn terus tergiang di telinganya, dan Airyn pun akan melakukan sesuai permintaan Arvyn tadi. "Arvyn, kau kah itu?” panggil Airyn hampir dengan suara yang terdengar bergetar karena takut. Tok, tok, tok! Entah kenapa hanya ketukan saja yang menyahuti panggilannya. Tanpa ada sedikit pun sahutan yang terdengar dari luar sana. Airyn mencoba berpikir positif, mungkin Arvyn memang sedang menakutinya. "Arvyn! Please jangan bercanda di saat seperti ini.” Airyn mengerucut kesal. Bisa-bisanya Arvyn bercanda di saat-saat menakutkan seperti ini. Tok, tok, tok! Ketukan pintu terdengar semakin keras. Dengan kekesalan yang berpadu dengan rasa takut, Airyn pun berkata, “Arvyn, aku tidak akan membuka pintu ini sebelum kamu bicara Arvyn!” "CEPAT BUKA PINTUNYA!” Airyn membatu di tempatnya berpijak. Suara lantang tadi, jelas bukan suara suaminya. Ya Tuhan, siapa dia? Ke mana suamiku? “Siapa kamu?!” pekik Airyn di tengah ketakutan yang melanda. “BUKA SAJA PINTUNYA!” "Tidak akan pernah aku buka!” jawab Airyn lantang. “kamu siapa? Di mana suamiku? Di mana Arvyn?!” "Suamimu? Oh—suami berengsek mu itu?” jawab pria misterius itu kemudian tertawa lepas. “Arvyn si b******k itu sudah mati! Hahaha ... Mati! Dan sebentar lagi giliranmu! Hahaha ...." Airyn mendekati pintu. Tangan tergetar nya menyentuh bagian di mana jantungnya berpacu dua kali lebih cepat. Air matanya menggenang. Sungguh, walaupun dia mencoba tak percaya, perasaannya mengatakan jika akan terjadi sesuatu yang buruk di malam pertama pernikahannya. "Tidak mungkin! Kamu pasti bohong! Jangan bicara omong kosong! Suamiku pasti baik-baik saja! Dasar penjahat! Pergi dari rumahku!” Airyn tidak bisa lagi membendung air matanya. Antara rasa cemas dan takut menjadi satu. Oh Tuhan, semua ini tak pernah dia bayangkan akan terjadi di malam pertama pernikahannya. Bug! Airyn berjengit kaget. Pria misterius di luar sana, ternyata mencoba mendobrak pintu di depannya. Lalu, apa yang harus dia lakukan? Dia tidak mungkin terus bertahan di sana seorang diri. Bug! Suara keras dari dorongan pintu terdengar lagi. Airyn dengan ketakutannya, berusaha menggeser meja sebagai penghalang pintu. Dorongan dari luar, semakin kuatnya. Airyn melawan dorongan pintu itu dengan menahannya menggunakan tangan dan menjadikan lututnya sebagai penahan meja. Sesekali, terdengar desisan kesakitan dari bibirnya yang bergetar. Tetesan darah nampak mulai mengalir dari goresan pinggir meja yang melukai lutut putihnya. Tak berdaya, Airyn tak mampu lagi menandingi kekuatan dorongan pintu yang berhasil membuatnya terpental jauh. Brak! Tubuh Airyn terpental dengan kondisi menelungkup di lantai. Di tengah pandangannya yang buram oleh air mata, Airyn mendongak saat mendengar ketukan sepatu mendekat ke arahnya. Di sana, seseorang pria dengan perawakan tinggi dan kekar memakai baju serba hitam serta penutup kepala yang hanya menampakkan mata dan bibirnya dengan perlahan melangkah mendekat ke arahnya. Airyn bangkit. Dengan suaranya yang bergetar Airyn berkata, “Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan?” Bukannya menjawab, pria misterius itu malah menyeringai licik dan tertawa keras. Dengan gerakan cepat, pria itu menarik tangan Airyn sehingga membuat tubuh Airyn tertarik ke depan—merapat ke tubuh pria misterius itu. Sebelah tangannya yang bebas, mencengkeram rahang Airyn sehingga membuat Airyn mendesis kesakitan. “Tinggalkan pria b******k itu!” Suara dingin pria itu, membuat Airyn tak percaya dengan apa yang di dengarnya tadi. “Apa maksudmu?!” lirih Airyn. “Tinggalkan dia dan aku akan melepaskanmu!” “Tidak!” sanggah Airyn cepat, “sampai mati pun, aku tidak akan meninggalkan Arvyn!” lanjutnya dengan tegas. “Sebenarnya apa yang kamu inginkan huh!?” Airyn berkata lagi. “uang? Perhiasan? Atau kekuasaan? Kamu bisa ambil semuanya. Tapi aku mohon, lepaskan aku. Biarkan aku mencari suamiku.” Rahang pria itu mengeras. Tangannya yang mencengkeram dagu Airyn terlepas tapi, Plak! Sebuah tamparan kuat dia layangkan di pipi putih Airyn sampai-sampai membuat Airyn jatuh tersungkur di lantai. “Kau kira aku butuh semua itu huh?!” desis Pria itu tajam, “tidak Nyonya Setiawan. Aku bahkan sudah memiliki semuanya. Semuanya!” lanjutnya sambil duduk menyejajarkan tingginya dengan tinggi Airyn yang jatuh bersimpuh di lantai. “Kau ingin tau apa yang aku mau?” tanya pria itu lagi membuat Airyn semakin di landa rasa takut. “membalaskan dendamku pada pria b******k itu. Melakukan apa yang pria b******k itu lakukan pada belahan jiwaku beberapa tahun yang lalu!” Airyn mendongak. Rasa penasaran akan maksud pria itu membuatnya berani untuk bertanya, “Apa kau ingin meracuni pikiranku?” sinisnya. “Maaf. Tapi kau tidak akan berhasil!” “Hahaha ...” mendengar jawaban Airyn, pria itu kembali tertawa. “Aku merasa kasihan sekali padamu. Kau harus tau, suamimu itu tidak sebaik yang kau pikirkan selama ini. Dia banyak menyimpan kebusukan dan wanita-w************n di luaran sana. Bahkan dia tega merenggut kesucian seorang gadis secara paksa sampai-sampai gadis itu hamil hasil dari perbuatan bejatnya.” “Omong kosong!” Plak! Airyn menampar pria yang beraninya mengatakan hal yang tidak-tidak tentang Arvyn. Sungguh, dia sangat mempercayai Arvyn sepenuh hatinya. Sebagai laki-laki paling sempurna dalam hidupnya, “jaga bicaramu! Kamu tidak berhak memfitnah suamiku!” Manik kata pria itu menggelap. Tangannya terangkat menjambak rambut Airyn yang jatuh tergerai. “Dasar wanita bodoh! Arvyn sudah membodohimu. Jika saja kau tidak muncul, mungkin Arvyn akan menikahi wanita yang sudah mengandung anaknya.” “Hiks! Kau bohong! Arvyn tidak mungkin membohongiku. Dia mencintaiku!” isak Airyn sambil menahan rasa sakit dari jambakan pria itu. Tidak. Bukan hanya kulit kepalanya yang terasa sakit. Hatinya juga sakit. Bagaimana jika hal yang di katakan pria tadi adalah sebuah fakta? Mungkinkah selama ini, dia hanyalah sebagai alat untuk menutupi kebusukan Arvyn? Bukankah, Arvyn tidak pernah menceritakan tentang kehidupannya selama ini? Dan dirinya, hanya mengenal Arvyn saat di bangku SMA, dan itu sudah 7 tahun berlalu. Bukannya tidak mungkin Arvyn menyimpan sebuah rahasia darinya. “Mencintai? Ck, ck, ck!” pria itu tertawa tipis. “kau hanya di jadikan sebagai alat untuk menjaga rumahnya. Statusmu itu, hanya sebagai topeng untuk membersihkan nama baiknya saat dia bersenang-senang dengan pelacurnya di luar sana.” Airyn mulai berontak. Dia tidak boleh termakan hasutan pria yang bahkan tidak dia ketahui bagaimana rupanya. “Lepaskan aku! Aku tidak percaya semua omong kosong itu!” Pria itu tertawa lebar. “Tidak semudah itu. Karena aku masih ingin bermain-main denganmu, manis ... “ Jambakan di rambut Airyn terlepas. Pria itu bangkit dan mengambil sebuah tali di saku belakang celana jeans hitam nya. Melihat hal itu, Airyn berusaha berdiri dan melangkah menjauh. "Tidak. Ku mohon, jangan sakiti aku,” mohon Airyn sambil menyatukan kedua tangannya yang bergetar. Pria itu menyeringai kejam sambil berkata, “Terlambat. Waktumu sudah habis, manis.” Pria itu berbalik menutup pintu itu kembali dan menguncinya menggunakan meja rias. Airyn semakin panik. Entah bagaimana dia akan lolos dari pria yang sebentar lagi pasti akan menjadikannya sebagai pelampiasan dendam kepada suaminya. Ketakutan besar membayangi. Airyn merasa, kehancuran hidupnya dan rumah tangganya akan segera di mulai. Siapa pun, tolong aku!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD