Bagian 7 - Bunuh Diri

1157 Words
Airyn beringsut menuruni ranjang sembari menutupi tubuhnya menggunakan selimut yang menjadi saksi bisu akan perbuatan keji seorang pria yang sudah menggagahinya semalam. Pria b******n yang sudah menghancurkan hidupnya, rumah tangganya dan masa depannya. Jadi, apa gunanya lagi dia hidup? Semuanya sudah hancur. Keberadaan dirinya, hanya akan menjadi beban hidup untuk Arvyn. Jadi, sudah saatnya dia mengakhiri hidupnya, agar Arvyn terbebas dari makhluk hina sepertinya. Jejak kaki lemah Airyn berhenti di kamar mandi. Tangannya yang rapuh, terulur menghidupkan kran air untuk mengisi bath tub sampai penuh. Dia ingin mandi untuk membersihkan diri. Lebih tepatnya, menenggelamkan dirinya dan mati bersama kotoran yang melekat di tubuhnya. Kucuran air yang mengalir deras, membuat Airyn tiba-tiba tertawa keras dan masuk ke dalam bath tub dengan cepat. Suara itu adalah melodi yang akan mengiringi kematiannya. Dan, menikmati kematian adalah hal terindah dari pada ingatan kelam tragedi yang di alaminya semalam. Airyn meraba setiap inci tubuhnya, kemudian memukuli dirinya sendiri dengan brutal. Sesekali Airyn peras setiap inci kulitnya, berharap dengan begitu, dia bisa menghilangkan jejak sentuhan pria berengsek itu. Tak peduli dengan kulitnya yang terasa perih, Airyn hanya ingin menghancurkan tubuhnya yang sudah kotor itu. Bagaimana Airyn bisa hidup bersama Arvyn, dalam keadaan seperti ini? “Aku benci diriku. Sangat benci! Bahkan tubuh kotor ini ingin kuhancurkan sekarang juga. Hiks ... hiks ... kenapa hidupku harus seperti ini? Aku hanya ingin bahagia, itu saja. "Tuhan—aku benci tubuh kotor ini. Aku benci!” Crassh! Airyn sempat meringis, begitu sisi cut ter tajam yang di bawanya mengiris dalam pergelangan tangannya. Langkah ini, akan semakin mempermudah kematiannya. Dia tidak akan mengucapkan salam perpisahan. Baginya, kepura-puraan Arvyn tadi, sudah cukup mewakili sebagian bentuk empati dan penolakan Arvyn terhadap dirinya. Air dalam bath tub, sudah menenggelamkan tubuh Airyn sampai sebatas d**a. Warna darah yang menyatu dengan air membuat siapa pun yang melihatnya, pasti akan muntah. Air mata Airyn mengalir lagi. Sebelum akhirnya, Airyn turut menenggelamkan wajahnya ke dalam genangan yang menjadi bukti betapa kotor dan hinanya dia sekarang. Selamat tinggal Arvyn. Bahagialah dengan kehidupan barumu ... tanpa aku. *** “b******n! Berengsek!” Prangggg! Arvyn memandangi pecahan gelas yang berserakan di lantai. Amarah yang membara dalam dadanya, membuat Arvyn kehilangan kendali dirinya. Dia tidak bisa fokus dengan apa yang akan di lakukannya, bahkan sarapan yang dia janjikan untuk Airyn belumlah dia buat. Demi apa pun, Arvyn bukanlah pria t***l yang akan dengan mudahnya menganggap apa yang terjadi pada Airnya hanyalah sebuah lelucon saja. Marah, kesal dan kecewa. Tapi, entah pada siapa dia harus melampiaskan Itu semua. Apakah pada Airyna? Tentu saja tidak. Di sini, Airyn adalah satu-satunya yang akan paling merasa terluka selain dirinya. Arvyn tau. Airyn sudah kehilangan kehormatannya. Semua rasa percaya diri sebagai seorang wanita dan sebagai seorang istri, sudah b******n itu hancurkan. Arvyn sebagai seorang suami yang harusnya menjaga, dan melindungi Airyn sebagai kehormatannya, merasa gagal karena tak bisa melakukan apa-apa. “Ya Tuhan, apa yang harus ku lakukan?” sesal Arvyn sambil meremas kasar rambut hitam legamnya. Sungguh, Arvyn merasa sangat bingung sekarang. Di satu sisi, dia ingin menerima begitu saja semua kejadian buruk yang menimpa istrinya. Tapi, di sisi lain. Perasaan kecewa yang begitu saja hinggap, membuat Arvyn terkadang tak berdaya mencegah hatinya yang merasa ter khianati. Jiwa kelelakiannya terusik. Di dunia ini, pria mana pun, tidak akan terima jika kehormatannya istrinya, di renggut oleh pria lain. Arvyn pun sama. Sebagai seorang suami, dia ingin menjadi yang pertama dalam segala hal. Dan tragedi ini, tentu saja membuatnya terluka. Rasa trauma Airyn yang ketakutan begitu melihatnya, juga membuat Arvyn merasa terluka dan ingin menjauh saja. Tapi, Airyn sedang berada di titik, di mana Airyn merasa hidupnya tak lagi berguna. Airyn ketakutan dan butuh perlindungan. Dan dirinya lah satu-satunya orang yang bisa memberikan Airyn rasa aman. Entah sudah beberapa menit Arvyn meninggalkan Airyn sendirian. Entahlah, dia pun butuh waktu untuk sendiri dan mencerna semua tragedi yang tak lazim ini. Apa penyebab dan siapa yang sudah melakukannya? Akan dia usut sampai tuntas dan menemukan pelakunya. Dan kelangsungan rumah tangganya, biarlah akan dia pikirkan nanti. Untuk saat ini, dia akan memikirkan cara untuk membuat Airyn keluar dari rasa traumanya dan kembali menjadi Airyna yang di cintainya. Maaf, karena aku sudah egois untuk beberapa saat. Arvyn menyeduh segelas s**u panas dan membuat 2 helai roti bakar yang sudah dia lumuri selai coklat. Arvyn meradang. Seharusnya, yang terjadi pagi ini, adalah ... dia terbangun dan melihat Airyn terlelap dalam pelukannya, kemudian mandi bersama dan memasak sarapan bersama-sama sambil melempar candaan satu sama lainnya. Tapi, kenyataan yang harus mereka dapati pagi ini, justru sangat jauh dari ekspektasinya. Arvyn tak pernah menyangka, kehormatan istrinya justru di renggut oleh orang lain di malam pertama mereka, dan tentu saja, tragedi itu membuat Arvyn sangat, amat merasa terluka. Arvyn melangkah cepat menaiki tangga. Kondisi Airyn dengan rasa trauma dan mentalnya yang terguncang, bisa melakukan sesuatu yang berbahaya. Dan Arvyn, akan semakin merasa bodoh jika semua itu juga terjadi pada istrinya. “Airyn?” Arvyn memasuki kamar, dan tak mendapati istrinya berbaring di ranjang sialan itu lagi. Rahangnya kembali mengeras, bahkan tepian nampan yang dia genggam sampai menggerakkan gelas di atasnya. Pesan singkat yang tertulis dikaca rias Airyn, dengan warna merah itu, tentu saja mencuri perhatian Arvyn. Bagaimana bisa, dia tak melihatnya sedari tadi? Bagaimana hadiah pernikahan yang aku berikan untukmu, Arvyno? Kau suka? Luar biasa bukan? Salah siapa, kau tidak mengundangku ke pernikahanmu. Oiya, istrimu ternyata masih ter segel dan rasanya sangat nikmat. Aku jadi ketagihan dan ingin menggagahinya lagi, seperti semalam. Andai saja kau melihat langsung, bagaimana Aku memerkosanya dengan begitu nikmat semalam? Aku, pasti lebih puas. Well, kita belum impas. Ini masih menjadi awal kehancuranmu. Sebaiknya kau ingat-ingat lagi, dosa apa yang sudah kau lakukan di masa lalu. Sebelum kau mati, saat mendapat kejutan selanjutnya. Dan lagi, jika kau ingin membuang istrimu yang nikmat itu, aku siap menjadi tempat penampungan untuknya, karena sebenarnya, aku sudah mengenal Airyn sejak lama, dan pernah menjalin hubungan serius yang berlanjut sampai sekarang. Prangggg!!! Arvyn memukul kaca itu dengan kuat sampai hancur berserakan. Tak peduli tangannya yang terluka, Arvyn terus memukulinya, sampai tak ada sisa. “Siapa yang melakukan ini padaku?” Lirih Arvyn penuh sesal dan amarah. Jika itu karma atas kesalahannya, kenapa Airyn yang harus jadi korban pembalasan? Seharusnya, cukup dia saja. Jangan libatkan Airyn yang sama sekali tak berdosa. Tapi, apa maksud dari pesan terakhir itu? Apa semua ini hanyalah sandiwara Airyn dan pria itu saja untuk menghancurkannya? Bersandiwara seolah-olah Airyn adalah korban? “Airyn... “ Arvyn mengingat Airyn lagi. Sempat melupakannya, karena pesan singkat sialan yang membuat darahnya mendidih. Dan ia lupa, jika Airyn sendirian dan tak ada di sana lagi. Arvyn mengusap wajahnya yang kusut. Bagaimana pun, dia harus tetap bersikap tenang seolah tak terjadi apa-apa. Memang, dia masih bingung menentukan sikapnya. Tapi, yang Airyn butuh kan sekarang adalah, tempat berlindung dan bisa Airyn percaya. Mendengar gemercik air di dalam kamar mandi, Arvyn sontak melangkahkan kakinya ke sana. Dia yakin, Airyn pasti sedang membersihkan dirinya. “Ai—astaga! Airyna!” Tentu saja, Arvyn berteriak histeris di sana. Bagaimana tidak? Dalam bath tub putih itu, Arvyn mendapati tubuh istrinya sudah tenggelam sepenuhnya di dalam genangan darah. Airyn bunuh diri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD