6 - Masih Berlanjut

1656 Words
"Nak rendra apakah pernikahan ini ditunda terlebih dahulu. Bunda takut terjadi apa-apa lagi dengan Senja "ujarnya sambil menatap Putri semata wayangnya sedang berbaring di ranjang, padahal tadinya ia sedang berkumpul dengan teman yang lain tetapi Rendra meneleponnya, mengatakan Senja terluka. "Tidak"jawab laki-laki itu tanpa ada nada apapun. Datar dan dingin, mana mungkin Rendra menunda pernikahannya karena itu sama dengan membiarkan Shabila menang bukan? "Yasudah bunda permisi dulu jaga dia sebentar ya"ujarnya lagi lalu melangkah keluar kamar, badannya juga terasa sangat lelah ditambah keadaan Senja yang seperti ini. Rendra duduk di sofa. Dan membaringkan tubuhnya. Memejamkan matanya sejenak, waktu istirahatnya benar-benar berkurang hari ini atau mungkin minggu ini. Rendra sedikit merindukan waktu luangnya saat masih berada di Singapura dulu. ‎"Apakah pernikahan ini benar-benar akan diundur .saya baik-baik saja. Ini hanya masalah kecil saja. Lagian Senja sudah tenang. Palingan cuma orang iseng saja,Senja sudah mulai lupa kok walaupun bayangan darahnya masih ada sih. Foto Senja penuh darah Kak Endra, terus katanya dia bilang ini adalah hadiah spesial." Celotehnya. Setelah mendengar langkah bundanya pergi ia membuka pejaman matanya Bukan tidak ingin bertemu bundanya hanya saja Senja tidak ingin mendengar ceramah panjang bundanya tentang menjaga diri dengan baik, jahat memang tapi Senja hanya tidak ingin rasanya kepalanya masih nyut-nyutan kayak permen yupi. "Iseng?? "Tanya rendra tetapi posisinya tidak berubah sama sekali, ada apa dengan perempuan cerewet itu mudah sekali memaafkan orang. "Mungkin memang orang iseng kak Endra. Dia palingan cuma main-main saja karena tidak punya teman bermain dirumahnya, Senjakan tidak punya musuh begitupun dengan kak Endra yang juga pastinya tidak punya musuh jadi apa yang perlu di khawatirkan disini" celotehnya lagi, Senja menatap cermin dikepalanya terdapat perban kecil, "Orang itu bikin kepala memar, Senja baru aja ingin melihat wajahnya ehh malah dipukul kayu kan jahat banget. Senja aja udah takut banget liat foto penuh darah malah dipukul, wajahnya juga engga keliatan pake topeng kayak kartun." Senja meraba perban itu, sakit juga ternyata. "Diam"desis rendra. Perkataan dokter terlintas di fikirannya. Bahwa perempuan itu harus istirahat. Tdk boleh terlalu berfikir tapi lihatlah sekarang malah sibuk bercermin memeriksa perban di kepalanya. "Kak Endra kan tidak mempunyai musuh Senja pun juga seperti itu palingan cuman orang iri saja sama Senja. Orang tidak senja lihat karena make penutup muka gitu tiba-tiba aja pas Senja balik dia datang memukul senja seolah pelaku kejahatan yang handal seperti film kartun yang biasa Senja lihat,uhh! Senja jadi ingin melihat orang itu gimana mukanya tega banget sama Senja." Senja tetap tak memperdulikan peringatan dari Rendra. Menurutnya ia sudah tak apa-apa. Untuk apa istirahat lagi, luka kecil ini tidak terlalu parah nanti juga sembuh sendiri. ‎"Diam"ujarnya lagi tetap memejamkan matanya dan berbaring di sofa. Rendra lega karena setelah memgucap itu wanita cerewet itu diam, tapi tanpa Rendra sadari Senja sedang menatap seseorang yang tubuhnya terlihat jelas di cermin. BRAAKK. ‎ Rendra tersentak bangun mendengar pecahan kaca. Dan matanya langsung melihat jendela yang pecah dan tangan senja terkena batu yang terlempar dari luar. ia berjalan ke ranjang. Dan matanya menajam melihat wajah senja menahan sakit, ada apa dengan perempuan ini? ‎Dugaannya Rendra salah itu bukanlah batu tetapi kaca yang dilempar dari luar. Tepat mengenai tangan senja. Untung saja ada kotak p3k yang tersedia di meja, belum genap sehari tetapi Shabila sudah bertindak sejauh ini? ‎"aku sudah katakan istirahat yang cukup tapi kau masih cerewet. Aku juga sudah katakan berkali-kali jangan ceroboh. Kau pasti sudah melihat orang itu sejak tadi Tapi mengapa tidak memberitahuku?" ceramah rendra. Tanpa ia sadari. Sudah banyak Kosa kata ia ucapkan tadi. Karena terlalu khawatir pada Senja. Hening beberapa saat... ‎"kak Endra... Ma syaa allah. Tadi huruf abjad yang di ucapkan berapa. Senja lupa hitung. Itu tadi berapa ya. Coba ulangi lagi? Tadi Senja sibuk memikirkan siapa orang tadi jadi engga terlalu fokus sama keadaan, ayo ulang lagi."ucapnya. Sambil mengingat apa yang di ucapkan rendra, sejak tadi Senja memang melihat orang itu. Pakaiannya serba hitam, memakai kacamata hitam seperti film-film action yang biasa Senja tonton, kalau Senja tidak salah lihat sebelum orang itu melemparkan sesuatu ia sperti sedang tersenyum mengejek, Senja baru saja ingin menegurnya tapi sudah melemparkan sesuatu dan tepat mengenai tangannya. Rendra menaikkan satu alisnya lalu menggeleng pelan melihat tingkah senja. Bahkan dia tersenyum, "Uuuhhh... Kok malah senyum siii. Senja kan bilang ulangi kembali.. Tadi senja kesakitan jadi lupa hitung. Biasanya kalau kak endra bicara kayak rel gitu senja selalu hitung "ucapnya dengan nada menyesal yang di lebihkan, Rendra tidak peduli lebih memilih fokus memasang perban di tangan Senja. "Orang itu mau keliatan keren padahal engga keren sama sekali, lebih keren lagi kak Endra. Tapi kan kak Endra kerjanya di perusahaan bukan kepolisan atau mafia-mafia, kak Endra jangan nyakitin orang kalau dia engga punya salah ya, engga baik dan itu termasuk jahat." Rendra sempat menghentikan aktivitasnya tetapi hanya beberapa detik kemudian kembali melanjutkannya. "Kak Endra pasti tau kalau sebenarnya Senja sudah mengingat semuanya, operasi itu tidak berjalan sebagaimana mestinya." raut ceria Senja tergantikan dengan wajah murung dan Rendra sangat tidak suka melihat hal ini. "Dia sudah tenang." ujarnya "Tapi dia pergi karena menyelamatkanku, dia pasti akan terus berada disini andaikan Senja mau mendengar dan tidak keras kepala. Andaikan sore itu Senja langsung nurutin dia pulang pasti sekarang sudah ketawa-ketawa bareng." perbannya sudah selesai, Rendra mendongak menatap wajah Senja kini terlihat sendu. "Okay Senja, dia sudah tenang." Senja menggeleng pelan, semuanya salahnya. Masa itu adalah masa paling kelam dalam hidupnya dan sampai kapanpun takkan pernah Senja lupakan sampai kapanpun. "Cerewetnya kemana?" Rendra kembali bersuara "Ihh kak Endra! Ini Senja lagi sedih jangan bertanya soal cerewet dong lagian ya kalau Senja bicara panjang kak Endra malah nyuruh Senja diam pas Senja diam malah disuruh cerewet. Maunya apasih?" raut sedih Senja kini tergantikan dengan kekesalan, membuat Rendra bernapas lega. "Kangen." Sahut Rendra lagi. "Engga usah cari alasan, sok-sokan bilang kangen sama kecerewetan Senja padahal dalam hati bosan dengernya. Emang ya laki-laki semuanya gitu lain dihati lain juga di suarakan." Senja memilih membaringkan badannya, Rendra tersenyum pelan hanya beberapa detik saja. "Awas aja kalau senyum di hadapan perempuan lain, Senja bakal mogok bicara sama Kak Endra berhari-hari pokoknya engga bakal mempan dikasi apapun itu, lihat aja nanti." ancamnya, "Bisa?" "Bisalah, lihat aja kalau nanti Senja temuin nantikan akibatnya." Senja memperagakan mengunci mulutnya sendiri, "Bunda?" "Bunda bisalah, masa kak Endra engga paham sih? Senja udah ngomong perempuan lain loh masa gitu aja harus nanya lagi." "Bunda perempuan." "Ihh taulah, kak Endra nyebelin bikin Senja kesal." Senja mengerucutkan bibirnya kesal, hal itu membuat Rendra tertawa kali ini benar-benar tertawa membuat Senja semakin kesal saja. "Kak Endraaa, ihh! Engga lucu jangan ketawa, Senja bakal ngambek parah kalau sampai ketawa terus." Rendra meredamkan tawanya, memilih duduk kembali kesofa tadi, matanya menyelusuri kamar Senja siapa tau ada maksud terselubung dari orang tadi. Rendra menatap Senja yang juga menatapnya dengan wajah kesalnya, senyum Rendra terukir lagi membuat Senja memperlihatkan tinju tangannya padanya. "istirahatlah. Aku pulang "Rendra berdiri setelah selesai memeriksa keadaan dan sudah cukup aman menurutnya. Tapi sepertinya Rendra harus mengirim beberapa orang untuk menjaga Senja dalam bayangan saja. Karena pastinya jika dari dekat Senja tentu tidak akan menerimanya. ‎"Kak Endra itu kulkas berjalan. Sekalinya bicara harus dihitung. Biar ditau berapa besar perubahannya.apalagi pas senyum tadi. Itukan biasanya cuma senja yang dapati. Uuuhh.. Kak Endra curang "ucapnya lagi Kemudian memperbaiki posisinya,Dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut dengan tujuan agar rendra tau bahwa ia sedang marah. Rendra menggelengkan kepalanya. "Aku pulang. Assalamualaikum" Rendra melangkahkan kakinya keluar dari kamar Senja. Senja mengintip dari balik selimutnya. Dan melihat apakah Rendra sudah pergi atau masih sembunyi. "Wa'alaikumussalam. Dasar kulkas berjalan. Senyum-senyum enggak jelas juga. Malah suruh istirahat juga. Yasudah Senja istirahat saja. Daripada Kenna semprot nanti"senja memiringkan badannya ke kanan dan lama-kelamaan terlelap. Laki-laki itu tadi berhenti sejenak. Dan mendengar kecerewetan senja. Setelah memastikan senja tertidur. Ia baru benar-benar pergi. Dan mencari pelaku yang meneror senja hari ini sebanyak 2 kali. Memberinya sedikit kejutan sepertinya cukup menarik, "loh! Sudah mau pulang?" Rendra menoleh kesamping, ternyata calon mertuanya datang dengan membawa minuman di tangannya. "Iya Tante, Senja tidur." jawabnya tanpa ekspresi sama sekali, Vina menunduk sebentar melihat minuman yang sebenarnya ia buatkan untuk Rendra tapi anak sahabatnya itu ternyata sudah mau pulang. Salahnya juga karena harus memasak dulu baru datang kemari. "Tinggal sebentar ya, Tante sudah membuatkanmu minuman." Rendra terdiam beberapa detik setelahnya mengangguk mengiyakan, keduanya memilih berjalan ke ruang tamu karena takutnya menganggu Senja didalam. "Ayo di minum." Vina menyimpan minuman itu didepan Rendra, kemudian duduk didepannya dimana meja sebagai perantara keduanya. "Tante tidak tau apa yang sebenarnya terjadi sekarang ini, selama ini kami tidak pernah mempunyai musuh apalagi saingan karena Abi Senja selalu bekerja dengan baik tanpa adanya konflik berkepanjangan. Apa yang terjadi pada Senja hari ini benar-benar membuat Tante takut." Vina mulai bercerita, rasanya jantungnya berhenti beberapa detik saat mendengar kabar Senja tadi. "Aku akan membuat mereka merasakannya." ujar Rendra dengan janji yang sangat pasti, Vina hanya tersenyum tulus menatap Rendra dengan pandangan keibuannya, andaikan kedua sahabatnya masih ada mereka pasti bahagia dan bersyukur memiliki Rendra yang sudah sedewasa sekarang ini. "Kedua orangtua kamu pasti senang disana melihat anaknya sudah sebesar ini, andaikan dia masih ada mungkin juga sudah sedewasa kamu Nak Rendra." sebagai jawaban Rendra hanya mengangguk tidak ingin berbicara terlalu banyak. "Ingatan Senja takkan kembali sampai kapanpun, dia takkan pernah ada dalam kenangan masa Senja. Mungkin sebagian orang menganggap cara kami salah tapi ini semua demi kebaikan Senja, kami tidak ingin kehilangan Putri cantik untuk kedua kalinya." ingatan Vina kembali ke masa lalu, dimana ingatan Senja harus di hapus permanen. "Permisi Tante, assalamualaikum." Vina menatap nanar kepergian Rendra, Vina hanya berharap Senja tidak mengingat apapun tentang dia, karena akan sulit menjelaskan jika anaknya kembali ke masa paling kelam itu. Dia telah bahagia disana, menghapus permanen ingatan Senja setelah kejadian itu adalah keputusan terbaik daripada harus melihat Senja bagaikan mayat hidup setiap hari atau mungkin seumur hidupnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD