“Wah, Giselle memang cantik sekali.”
“Benar-benar seperti Dewi Kecantikan!”
“KYahhh! Giselle! Aku harus memotretnya!”
Giselle hanya mampu tersenyum tipis menanggapi. Terkadang membalas lambaian tangan yang tertuju padanya. Membiarkan beberapa orang yang menyambut di lobby kantor SEO mengeluarkan ponselnya masing-masing. ada yang merekam, memotret, serta mungkin melakukan siaran langsung di channel pribadinya.
Ia tak pernah menjadikan hal itu masalah selama mereka masih berlaku sopan. Yang membuat Giselle sering meminta pengawalan tersendiri dari staf SEO, fans yang menggila itu jelas ada di mana-mana. Ia tak ingin terjadi insiden yang membuatnya cukup trauma.
Tangannya diseret begitu saja oleh pria bertubuh besar. Dipaksa mengikuti langkah itu dengan kasar dan sempat terjadi cekcok dengan petugas keamanan. Kala itu Giselle baru saja mendarat di bandara. Tak tahu jika banyak fans yang menunggunya di sana.
Sejak saat itu, Giselle tak pernah lepas dari empat staf SEO yang selalu menjaganya.
“Anda baik-baik saja?” tanya salah satu staf saat mereka sudah lepas dari kerumunan fans di area lobby. Mereka tengah menunggu lift yang akan menuju lantai tempat di mana sang bos SEO bekerja.
“Tak ada yang terjadi padaku,” kata Giselle sembari tersenyum lebar. “Syukurlah. Kejadian kala itu benar-benar dijadikan peringatan tersendiri untuk para fans.”
“Tapi kita tak boleh lengah, Nona.”
Giselle setuju. Lantas langkahnya terus menuju ruang di mana Giselle sudah mulai hapal letaknya.
Kedatangan Giselle ke ruang kerjanya, membuat gerak sang pria yang tengah memeriksa sebagian laporan yang dibawakan oleh beberapa divisi di kantornya, terhenti begitu saja. sorot mata Justin segera dipenuhi oleh sosok gadis yang duduk sembari mengerut.
“Apa yang terjadi?” tanyanya yang kembali meneruskan pekerjaan yang sempat ia hentikan barusan. “Brina mengatakan padaku, kau terlibat adu mulut dengan pemilik Yunesha?”
Giselle makin menampilkan wajah kesal. “Pria itu sangat menyebalkan. Tak tahukah batasan yang kuberi?”
Justin terkekeh. “Apa perlu detail pekerjaan tertuang di dalam kontrak? Jadi bisa kau jadikan acuan jika mereka membuatmu tak konsentrasi kerja?”
“Aku tak peduli akan hal itu. Kau tahu, akan kulakukan apa pun selama kau yang meminta. Tapi Yunesha? Mereka siapa, sih? rekanan SEO?”
“Bukan,” sahut Justin yang kini memilih untuk menghampiri Giselle. Pun setelah sebelumnya ia meminta salah satu office girl agar mengantarkan secangkir cokelat hangat. Akhir November ini musim dingin sudah menyapa mereka semua. Menyambut persiapan pergantian tahun juga satu event yang akan berlangsung di Yazeran. Sebagai bintang utama dan super model yang diandalkan SEO, Giselle sudah dipastikan ikut ambil bagian.
Dan yang paling utama, bagiannya paling besar dibanding model lainnya.
“Mereka hanya rekanan biasa.” Justin mengeluarkan rokoknya dari saku blazer. Menjepit ujungnya pada belah bibir yang sudah tampak menghitam. Dibiarkan Giselle menyelesaikan bagian akhir sebelum ia menikmati rokok tersebut di ruangan ini; memantik api dan membakar ujung batang nikotin itu. “Terima kasih,” kata Justin sembari mengepulkan asap rokoknya.
“Aku hanya tak suka jika Tuan Theo terlalu ikut campur saat pemotretan. Seolah beliau paling pandai dalam hal sudut pandang lensa. Aku sampai lelah harus terus menerus memasang pose yang ia mau sementara begitu hasilnya keluar, aku tak yakin itu layak untuk dipublikasikan. Aku sendiri malu melihat wajahku di sana.” Giselle menghela panjang. Ia pun bersandar nyaman di sofa empuk yang sengaja disediakan Justin di sini.
“Dan apa yang terjadi selanjutnya?” tanya Justin seraya tertawa.
Giselle berdecak sebal. “Bukankah yang paling tahu adalah dirimu?”
Jelas reaksi itu membuat Justin tergelak. Heboh sekali. Seolah menertawakan Giselle dengan keadaannya ini membuat ia merasa sangat senang. Selain karena wajah cantik itu tampak terganggu, Giselle juga pastinya akan menggerutu sepanjang hari. Dan satu-satunya yang bisa meredakan sifat merajuknya itu ... Justin harus menemaninya duduk di kedai sederhana yang sering gadis itu kunjungi.
Tak jadi soal sebenarnya bagi Justin, tapi untuk beberapa hari ke depan ia agak sibuk. Tapi jika tak meledek Giselle sepertinya ada yang kurang dalam hidup Justin. Jadi apa pun risikonya akan ia tanggung.
“Kau keterlaluan!”
Bersamaan dengan ucapan Giselle barusan, seorang gadis muda berseragam staf SEO masuk. Di tangannya terdapat nampan yang membaca gelas cokelat pun camilan yang juga berbahan dasar cokelat. Tapi jelas, bukan sembarang camilan karena harus diperhitungkan besarnya kalori yang akan masuk ke dalam tubuh sang model.
“Saya taruh di sini, Pak.” Si staf tadi segera undur diri begitu selesai dengan urusannya mengantar
“Lebih baik kau menenangkan diri dulu, Giselle. Sengaja aku memesan dari tempat yang kau senangi.”
Giselle kembali merengut.
“Atau kau ingin aku yang menghabiskannya?” Justin mengisap kembali rokoknya.
“Enak saja!” Giselle segera menarik nampan yang ada di depannya. Menikmati perlahan cokelat panas yang telah disediakan untuknya. “Tak akan kubiarkan kau menyentuh cokelatku.”
Lagi-lagi tawa Justin kembali memenuhi ruang kantornya. “Nikmatilah selagi bisa. Brina ada urusan ke Jews Jewerly.”
Giselle memekik girang. Jarang sekali waktu seperti ini datang dalam hidupnya. Meski sempat jengkel karena pekerjaan yang dilalui beberapa waktu belakangan, tapi setidaknya gelas cokelat panas ini bisa melunturkan hal yang membuat moodnya rusak. Justin selalu tahu bagaimana membuatnya merasa senang dan bahagia.
Sementara itu, Justin mempergunakan waktunya untuk mengecek pesan yang masuk. Saking banyak pesan yang masuk, ia sampai bingung mana yang akan dibalas lebih dulu? Tapi ada satu pesan yang cukup menarik untuknya. Dari orang yang ia bayar untuk mengawasi Giselle jika matanya terlalu jauh menjangkau sang model. Terutama saat dirinya ada di luar kota.
Bukan apa, ada satu hal yang menurutnya mengandung risiko terlalu besar saat ia menetapkan tujuan. Meminta Giselle menjadi model pagelaran akbar yang telah usai beberapa bulan lalu. Seperti apa yang ia bayangkan dan terwujud pada akhirnya, pagelaran itu sukses benar. Mengantarkan nama Giselle Namiozuka pada puncak ketenaran. Siapa yang tak kenal Giselle yang kini wajahnya sering seliweran di beberapa majalah fashion? Juga kepopulerannya makin naik hari ke hari.
Akan tetapi, hal itu pun seimbang dengan masa lalu gadis itu. yang berusaha keras untuk Justin jaga agar jangan sampai ada yang memanfaatkan. Pria itu sama sekali tak bisa tenang jika Giselle berada jauh dari jangkauannya.
Edwin:
Pak, Nona Giselle bertemu seorang wanita di 19th Luxurious Steak. Saya dapatkan buktinya.
Sebuah foto pun dikirimkan oleh pria itu untuk Justin. Tanpa perlu melihat dua kali, Justin tahu siapa wanita itu.
“Kurasa jengkel yang kau rasa bukan hanya karena Tuan Theo,” kata Justin sembari mengembuskan asap rokok yang kali ini cukup pekat. Batang nikotin itu pun tersisa sedikit dan ia pilih untuk dimatikan. Menegakkan punggung, Justin tak ingin menyia-nyiakan waktu untuk bertanya pada Giselle.
Mengingat waktu kebersamaan mereka memang singkat. Sekali Justin berjanji, akan ia penuhi sampai mati. Ia yang memilih Giselle ada di bawah pengaruhnya, perlindungannya, serta akan pria itu bawa sampai puncak tertinggi. Agar Giselle mampu melakukan apa pun atas apa yang bisa diraih. Sementara untuknya? Jelas pundi uang dan saham SEO yang semakin membesar. Hubungan yang menguntungkan satu sama lain, kan?
“Apa maksudmu?” tanya Giselle dengan sorot heran. Mulutnya masih mengunyah camilan manis ini. “Ini enak sekali. Kenapa kau tak ingin mencobanya, Justin?” Ia pun menyodorkan toples berisi cookies tadi, yang kini tersisa tinggal separuh.
“Kau bertemu seseorang dua hari lalu?”
Gerak mulutnya mengunyah terhenti. Matanya menatap Justin dengan sorot tak percaya. Tapi kemudian, ia pun berusaha setenang mungkin. Menyeruput sedikit cokelat hangatnya lantas tersenyum tipis sebagai permulaan. “Tak usah kau khawatirkan pertemuan itu. hanya kawan lama, kan?”
Seringai Justin muncul begitu saja. Dan jelas ditujukan untuk siapa di mana lawan bicara Justin mulai tampak gelisah.
“Kau lupa apa yang pernah kukatakan?”
Giselle menelan ludah gugup.
“Jadi ... katakan inti pertemuan kalian.”