Intimidasi

1008 Words
Alexander yang tengah mempersiapkan para prajurit bersama orang orang kepercayaannya, mendapat kabar Quel telah melahirkan dari salah satu parjurit. Aexander bergegas pulang untuk menemui Qyel dan bayinya. Ia setengah berlari menuju kamar Quel perlahan masuk ke dalam kamar mendekati Quel dan putranya yang sedang tertidur lelap. Sesaat Alexander terdiam menangkup wajahnya menatap Quel dan putranya. Matanya berkaca kaca, tak terasa air matanya menetes. Air mata itu bukanlah air mata kesedihan, tapi air mata bahagia, selama lebih dari sepuluh tahun menikah dengan Amora, tapi tidak mendapatkan keturunan. Perlahan Quel membuka mata menatap Alexander yang telah berdiri di hadapannya, "kau..sedang apa disini?" tanya Quel, ia bangun dan duduk di atas tempat tidur. Mengangkat putranya yang tertidur, ia dekap dengan erat. "Jagoan kecilku," ucapnya pelan. Tangannya terulur menyentuh pipi sang bayi dalam dekapan Quel. "Kau tahu..dia sangat mirip denganmu." Alexander menatap Quel yang sedang memberikan asi pada putranya. Sementara Quel hanya diam tak memberikan jawaban apa apa. "Aku akan menikahimu," ucap Alexander menyentuh tangan Quel. "Tidak, kau tidak butuh aku..tapi kau butuh keinginanmu saja," jawab Quel dingin. "Tidak, aku butuh kamu, juga putraku membutuhkanmu," Alexander berpindah tempat duduk disebelah Quel. "Aku sudah memberikanmu putra..jadi lepaskan aku," ucap Quel menatap putranya. "Tidak! aku tidak akan mengijinkanmu pergi dari sisiku..aku mencintaimu Quel." "Apalagi yang kau inginkan dariku? kau sudah mendapatkannya semua, kau sudah merenggutnya dariku.." Quel menatap tajam Alexander. "Tidak akan aku izinkan kau pergi meninggalkanku, aku butuh kau dan putra kita..sampai kapanpun kau akan tetap menjadi milikku.." "Tidak, kau harus melepaskanku. Dan aku tidak mau menikah denganmu..aku tidak mencintaimu, Alex!" seru Quel. Alexander wajahnya berubah muram, ia langsung merangkul tubuh Quel, perlahan gigi taringnya mencuat keluar, ia langsung menggigit leher Quel dan menghisap darah milik Quel. Quel berjengkit kaget, saat gigi taring Alexander menancap di lehernya, ia berusaha mendorong tubuh Alexander. "Kau sudah menjadi milikku selamanya," ucap Alexander menjauh dari leher Quel. Ia menggigit bibirnya sendiri, nampak darah segar mengalir di bibirnya. Kemudian ia mencium bibir Quel supaya dia meminum darah milik Alexander. Quel berusaha sekuat tenaga untuk tidak meminum darah Alexander, namun akhirnya ia tersedak. Quel telah menelan darah Alexander tanpa sengaja. "Sampai kapanpun, kau akan tetap menjadi milikku Quel." Alexander berdiri, ia menatap Quel sembari mengusap bibirnya penuh noda darah. Setelah itu ia melangkah keluar dari kamar Quel dengan tenang. Ia menganggap bahwa pertukaran darah yang baru saja ia lakukan sebagai tanda ikatan yang tak akan pernah terputus sampai kapanpun. Quel terdiam, ia mengusap bibirnya sendiri, ia menatap wajah putranya dan tersenyum. "Ayahmu terlalu memaksakan diri sayang," ucap Quel mencium hidungnya bayi dalam pelukannya. "Apa yang harus ibu lakukan nak..ibu tidak mungkin meninggalkanmu disini..tapi ibu juga tidak mungkin menikah dengan pria yang sudah menghancurkan hidup ibu.." "Kau tidak perlu menerima tawaran suamiku, wanita rendah! seru Amora dari arah pintu yang terbuka mendekati Quel. "Apa yang kau lakukan di sini, apa kau mengintip kami..hh..kasihan sekali? ucap Quel tersenyum sinis. "Diam kau! Amora menatap kesal dadanya sesak terbakar cemburu. "Apakah kau tidak dengar apa yang aku katakan tadi? Quel menarik selimut tak memperhatikan Amora. Ia letakkan putranya di atas tempat tidur. "Aku sedang bicara denganmu! Amora menarik lengan Quel hingga terjatuh ke lantai. "Akkhh! Quel mengerang kesakitan. "Jangan pernah kau bermimpi untuk menjadi ratu di istana ini" Amora menjambak rambut Quel dan membenturkan kepalanya pada dinding kamar. "Puaskan hatimu menyiksaku Ratu Amora," ucap Quel menatap tajam ke arah Amor. Darah segar mengalir di kening Quel "Rupanya kau menantangku wanita rendah! Amora berdiri dan menginjak tangan Quel. "Hentikan.. apa sebenarnya maumu! teriak Quel menatap Amora tajam. "Mudah.." jawab Amora berjongkok didepan Quel. "Aku ingin kau pergi dari sini dan bawa putramu pergi dari hadapanku, atau aku akan membunuh putramu,kau mengerti?" Ratu Amora tersenyum sunis, ia berdiri hendak mengangkat tubuh sang bayi. "Hentikan! apa yang kau lakukan di sini Amora!" bentak Alexander berjalan mendekati Amora, ia langsung menampar pipi Amora tanpa memberikannya kesempatan bicara "Kau, kau menamparku?" ucap Amora sembari memegang pipinya, bukan tamparan yang membuat ia sakit. Tapi sikap Alexander yang lebih membela Quel. "Sekali lagi kau berani menyentuh putraku atau melukai Quel. Aku akan mengembalikanmu ke istanamu. Kau paham?!' Amora matanya berkaca kaca, ia mundur perlahan lalu berlari meninggalkan kamar Quel. Alexander mengalihkan pandangannya pada Quel, ia mengangkat tubuh Quel dan menyeka darah di keningnya. " Apa kau tidak apa apa?" tanya Alexander. "Kau lihat? dia istrimu..dia pasti sakit hati jika kau menikahiku..aku mohon..biarkan kami pergi, jika kau memang mencintaiku," ucap Quel lirih. "Tidak Quel.." "Dengar, dia akan menyakitiku juga putra kita..kalau kau ingin kami bahagia..biarkan kami pergi.." Quel melipat kedua tangannya memohon sambil menangis. "Quel, aku bisa meninggalkan kerajaan ini untukmu dan putraku. Tapu jangan pernah tinggalkan aku..aku tidak bisa jauh darimu Quel..apalagi sudah ada putra kita." Alexander menurunkan tangan Quel. "Awalnya aku hanya ingin putra saja, tapi..aku mulai menyayangi dan mencintaimu Quel..segalanya tidak berarti buatku jika kalian meninggalkanku..aku tidak bisa quel..tidak bisa.." Alexander memeluk tubuh Quel erat. Berkali kali ia mencium puncak kepala Quel. "Kemarilah." Alexander membawa Quel ke atas tempat tidur. Ia mengangkat tubuh putranya lalu ia gendong. "Kau lihat, aku sudah bahagia memiliki kalian berdua..istana ini..tahta..apapun itu..sudah tidak berarti apa apa lagi sejak kalian hadir di kehidupanku. Aku bisa gila tanpa kalian." Quel terdiam mendengar ucapan lembut Alexander, ia menatap kedua bola mata Alexander mencari kesungguhan akan semua ucapannya. "Kalau kalian mau pergi, aku ikut..aku ikut kemanapun kalian pergi. Bila perlu..aku keluar dari istana ini dan menjadi rakyat biasa. Aku rela Quel..aku rela." Alexander mencium pipi putranya. "Jagoanku..putraku..kau segalanya bagi Ayah." Alexander letakkan bayinya di atas tempat tidur, lalu ia mendekati Quel dan mereka berbaring di atas tempat tidur. "Kalian adalah kebahagiaanku, kalian hidupku..tanpa kalian lebih baik aku mati." "Kau jangan bicara seperti itu, kau punya tanggung jawab besar pada rakyatmu Alex," sahut Quel menatap wajah Alexander. "Aku tidak perduli dengan semua itu.. jika kalian meninggalkanku..aku tidak tahu lagi." "Sudahlah, jangan bicara seperti itu terus," ucap Quel. Alexander menganggukkan kepala, ia tersenyum memeluk Quel erat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD