Barons berdiri di antara Kaniya dan pria gagah yang ada di depannya. “Perkenalkan Nona Kaniya, ini adalah Tuan Daniel. Dia merupakan Direktur Eksekutif di Perusahaan ini. Tuan Daniel sendiri yang akan menguji kemampuan anda hari ini.”
Apa?! Direktur kau bilang? Jerit Kaniya dalam hati. Begitu terkejutnya sampai gadis itu tanpa sadar membuka mulut dengan lebar diikuti raut wajah tidak percaya setelah mendengar hal itu. Bagaimana bisa Direktur dari perusahaan besar seperti ini akan mau repot-repot menguji calon pekerjanya sendiri?
Dipikir bagaimana pun Kaniya tetap merasa takjub. Orang sepenting dia yang pastinya juga sibuk dengan pekerjaannya sendiri mau turun tangan sendiri untuk melakukan tes wawancara ini. Kaniya menjadi semakin yakin bahwa perusahaan ini memang benar-benar mengandalkan kemampuan pekerjanya.
“Ah, selamat pagi, Tuan Daniel. Saya Kaniya yang akan melakukan tes kerja untuk hari ini,” salam Kaniya kemudian pada pria tampan itu dengan sesopan mungkin. Dirinya ingin memberikan catatan yang baik untuk pertemuan pertama mereka sehingga pria itu bisa memberikan nilai tambah pada penilaian nanti.
“Minggir.”
Sayangnya hanya nada dingin nan dalam itu yang menjadi respon atas ucapan salam Kaniya tadi. Daniel melangkah dengan tegas, menatap lurus ke depan dengan wajah kaku melewati Kaniya seolah pria itu tidak perduli dengan keberadaan Kaniya. Bahkan tanpa rasa peduli pria itu tetap melenggang pergi setelah menubruk cukup keras bahu kecil Kaniya yang berada di hadapannya dengan lengan kerasnya. Membuat gadis itu sontak terdorong ke belakang dan mengaduh lirih karenanya. Sekali lagi Kaniya mendapat kejutan atas sikap dingin dan acuh tak acuh yang telah ditunjukkan oleh calon atasannya tersebut.
Tidak jauh dari Kaniya, Barons yang juga menyadari hal itu pun juga merasa tidak enak hati untuk apa yang terjadi pada Kaniya. Namun dirinya tidak bisa melakukan apa-apa selain diam-diam hanya memberikan senyuman maklum pada gadis itu karena dirinya sendiri juga sudah cukup terbiasa akan sikap dingin atasannya tersebut.
Masih terdiam di tempat, Kaniya memerhatikan Daniel yang melangkah dengan penuh intimidasi menuju tempat duduknya yang memunggungi jendela. Dengan posisi duduknya saat ini, pria itu terlihat semakin menakutkan di mata Kaniya karena siluet tubuhnya yang terlihat begitu mendominasi ruangan. Kilatan mata tajam Daniel mengarah padanya bagai hewan buas yang tengah bersikap tenang tapi mematikan.
“Sampai kapan kau akan tetap berdiri di sana?” sindir pria itu dengan kalimat tajam. Sekali lagi Kaniya merasa ngeri mendengar suara dingin dan berat dari pria itu. Seumur hidup dirinya baru pertama ini bertemu dengan seorang pria yang menebarkan aura mematikan bagai hewan buas seperti Daniel.
Sungguh, pria itu sangat mendominasi sekaligus mengintimidasi bagi Kaniya. Membuat dirinya merasa lemas dan takut tanpa sebab, tapi juga merasa antusias dan penasaran di waktu yang bersamaan. Hanya dengan sekali memandang saja Kaniya bisa yakin bahwa pria itu adalah Pembunuh para wanita.
Tidak ingin membuat pria berbahaya seperti dia menunggu lebih lama, Kaniya segera melangkahkan kaki untuk datang mendekat dan duduk di kursinya. Kaniya diam-diam menarik napas dalam dan menghelanya dengan panjang. Meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja sebelum dirinya akan memulai tes kerja hari ini. Sementara Barons sendiri yang masih berada di depan pintu, dengan tenang pria itu menutup pintu ruangan dan menyusul keduanya untuk datang mendekat. Hari ini Barons hanya akan mengawasi jalannya tes tersebut dan berharap untuk Kaniya bisa melewati semua ujian dengan baik.
Pyar! Suara pecahan gelas kaca terdengar keras dan meramaikan ruangan luas itu. Baik Kaniya dan Barons sama-sama membeku di tempat ketika tanpa diduganya Daniel akan melempar gelas berisi kopi minuman yang telah Kaniya buat sebagai salah satu bahan ujian kerjanya hari ini. Ini sudah ketiga kali Kaniya mencoba membuat kopi yang diperintahkan Daniel, tapi semua minuman itu hanya menjadi sia-sia karena dinilai tidak cocok dengan lidah pria tersebut. Kini melihat gelas minuman yang dibawanya baru saja dilempar ke lantai hingga pecah membuat Kaniya tidak bisa berkata-kata.
Gadis itu menundukkan kepala dengan kedua tangan yang saling bertautan untuk meredakan rasa takut dan menguatkan kesabarannya. Kaniya tahu bahwa memuaskan keinginan Atasan di tempat kerja itu memang sulit, tapi Daniel adalah Atasan paling tersulit yang pernah Kaniya puaskan. Kaniya tidak tahu lagi apa sebenarnya keinginan pria itu. Kaniya merasa dirinya telah melakukan hal yang diajarkan dengan baik. Mencoba membuat minuman sesuai selera yang diinginkan Daniel dan diajarkan oleh Barons yang ternyata merupakan Sekertaris Daniel.
Namun tetap di mata Daniel, buatan Kaniya selalu salah, dan di sinilah puncaknya. Kaniya tidak menyangka bahwa pria itu akan sampai melempar gelas minumannya karena merasa tidak puas. Kini suasana terasa begitu mencekat untuk Kaniya yang tidak berani mengangkat wajah. Gadis itu tahu bagaimana mengerikannya tatapan tajam Daniel, dan Kaniya merasa takut.
“Apa hanya segini saja kemampuanmu? Apa kau bodoh? Kau pikir kau bisa lolos hanya dengan mengandalkan wajahmu? Kau mengecewakan sekali, Nona Kaniya. Mungkin kau terbiasa merayu orang dengan kecantikanmu sehingga lupa untuk meningkatkan kemampuanmu,” ucap Daniel dengan tajam.
Kaniya menggigit bibir dalamnya mendengar ucapan tajam yang terdengar begitu merendahkannya itu. Entah kenapa Kaniya selalu merasa bahwa Daniel memang telah membencinya sejak awal, sehingga dia melakukan hal ini padanya. Meski begitu, Kaniya masih tidak ingin menyerah. Ini adalah satu-satunya pekerjaan yang mungkin bisa didapatkan Kaniya. Tempat yang lebih menjamin untuk membantu kehidupan sehari-hari dirinya dan Kalio karena gaji yang memuaskan. Kaniya tidak bisa kehilangan kesempatan ini hanya karena dirinya gagal membuat kopi untuk atasannya.
“Maafkan saya. Saya akan membuatkan satu yang baru untuk anda, Tuan,” ucap Kaniya. Dalam hati Kaniya selalu mengingatkan diri bahwa Atasan akan selalu benar, dan Bawahan selalu salah. Dunia kerja memang sering kali seperti ini kan. Kaniya berusaha menguatkan hati. Lebih baik dirinya mengikuti kemauan Daniel jika dirinya ingin diterima dalam perusahaan ini.
“Hahh ...” Daniel memijat bagian di antara hidung atasnya terlihat sangat terganggu dan lelah dalam menghadapi kegagalan Kaniya. “Tidak perlu. Bersihkan saja semua kekacauan itu!”
“Baik, Tuan.” Kaniya dengan patuh menuruti tiap ucapan Daniel. Gadis itu mulai menurunkan tubuh untuk membersihkan tiap pecahan kaca yang ada di sana dengan kedua tangan kosongnya. Baron yang sedari tadi diam memerhatikan jalannya acara hari ini hanya bisa menatap kasihan pada Kaniya. Dirinya memang membantu Kaniya untuk melamar kerja, tapi semua keputusan ada di tangan Daniel.
“Akh!” Barons mendengar suara pekikan kecil dari Kaniya langsung menoleh kembali pada gadis itu. Dirinya terkejut ketika satu jari gadis itu sudah berlumur darah terkena pecahan kaca.
“Oh, Nona Kaniya. Apa kau tidak apa-apa?” tanya Barons yang segera mendekati gadis itu. Tentu saja dirinya khawatir karena pada dasarnya Kaniya merupakan calon pekerja, bukan Pekerja tetap di perusahaan mereka. Kaniya tidak seharusnya melakukan bersih-bersih seperti ini andai semua itu bukan untuk ujian kerjanya. Barons meraih jari tangan Kaniya yang terluka dan memeriksanya. Beruntung luka goresnya tidak begitu dalam.
“Ti—tidak apa-apa, Tuan Barons,” jawab Kaniya dengan perasaan bersalah. Gadis itu melempar lirikan pada Daniel karena merasa tidak nyaman. Bagaimana jika pria itu semakin menilai dirinya tidak layak untuk bekerja dalam perusahaan ini hanya karena kesalahan seperti ini. Kaniya merasa gugup setengah mati. Detik kemudian ketika tanpa sengaja tatapan mata mereka bertemu, Kanae bisa melihat tatapan tajam nan dingin pria itu yang terlihat seolah ingin menenggelamkannya ke dalam dasar laut padanya, membuat Kaniya menegang di tempat.
“Nona Kaniya, kau tidak apa-apa? Apa itu terasa sakit?” tanya Baron sekali lagi. Pria itu merasa heran sekaligus khawatir ketika melihat Kaniya baru saja menegang. Beruntung suara Barons kembali menyadarkan Kaniya dari ketegangannya menatap mata tajam Daniel.
“Y—ya, saya tidak apa-apa, Tuan Barons,” jawab Kaniya yang langsung mengalihkan pandang ke arahnya. Kaniya melihat pria itu menghela napas lega, lalu meraih sapu tangan dalam saku bajunya untuk ditekankan pada luka di jari Kaniya.
“Ah, itu kotor ...” pekik Kaniya tertahan ketika melihat sapu tangan putih itu akhirnya terkena bekas darahnya. Kaniya merasa sayang sekali dan merasa bersalah karena membuat sapu tangan putih itu menjadi kotor.
“Tidak apa-apa. Kita harus mengobati lukanya, Nona Kaniya,” balas Barons dengan senyuman ramahnya. Kaniya merasa lega ada Barons yang ramah di antara ketegangan di antara dirinya dan Daniel. Setidaknya Kaniya merasa lebih aman.
“Mau sampai kapan kalian akan saling merayu di depanku huh?” sindir Daniel dengan pedas kemudian menatap keduanya dengan pandangan yang terlihat begitu kesal. Kaniya yang mendengar itu tanpa sadar langsung menarik tangannya yang berada dalam genggaman Barons.