Chapter 8

1095 Words
Selamat membaca Sahara berusaha mencoba berdiri, walaupun tubuhnya terasa berat seakan ia tidak mampu menahan beban tubuhnya sendiri. Saat ia sudah berhasil berdiri. Tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing, matanya berkunang-kunang. Sungguh ia sudah tidak sanggup lagi berdiri lebih lama lagi. Saat tubuh Sahara ingin terjatuh, Brandon langsung berlari menangkap Sahara. "Hey!!!" Teriaknya. Brandon tersentak kaget saat memegang tubuh Sahara yang sangat panas. Bahkan wajahnya pucat seperti mayat hidup. Akhirnya Brandon bergegas menggendong Sahara dan memindahkannya ke ranjang. Ia memindahkannya hati-hati, karena tubuh Sahara benar-benar terlihat sangat lemah dan rapuh seakan jika ia menyentuhnya saja akan membuatnya retak. Setelah itu Brandon mengambil ponselnya yang ada di atas nakas dan menelepon dokter pribadinya untuk datang memeriksa Sahara. Brandon menatap tubuh Sahara intens. Ia baru sadar, ternyata keadaanya benar-benar sangat mengenaskan. Seolah-olah ada penyakit ganas yang menggerogoti tubuhnya. Berbeda sekali saat Sahara belum bertemu dengan dirinya. Saat ini hatinya benar-benar sangat kacau. Bukankah ia harusnya senang? Karena orang yang membuat adiknya celaka terlihat sangat menderita dan tersiksa. Tapi kenapa hatinya terasa janggal? Seakan ada suara yang berbisik jika ia salah. Tanpa sadar tangannya tiba-tiba naik memegang dadanya dan mencekramnya erat. "Sakit!" lirihnya. Perasaan apa ini? Saat Brandon masih sibuk dengan pemikirannya. Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu. Tok tok tok. "Masuk!" Saat itulah muncul seorang laki-laki paruh baya yang berpakaian serba putih tersenyum ke arah Brandon. Brandon membalas senyuman orang itu. "Akhirnya dokter Florest datang juga," ucapnya lega. "Aku tidak pernah mendengar gosip kamu dekat dengan wanita manapun. Jadi siapa wanita ini?" Brandon menghela napas panjang. "Panjang ceritanya dokter, maaf aku tidak bisa menjelaskannya," ucapnya pelan. Florest tersenyum lembut. "Baiklah, tidak masalah. Aku harap kamu tidak melakukan suatu hal yang salah." Brandon hanya tersenyum kecut. Bahkan mungkin ia sudah melakukan kesalahan yang sangat fatal. Mereka memang sangat akrab seperti seorang Ayah dan anak. Karena Florest adalah sahabat dekat Ayah Brandon. Setelah Florest selesai memeriksa keadaan Sahara. Tiba-tiba ia membuang napas kasar. Brandon menaikkan alisnya sebelah. "Kenapa dokter? Apa yang terjadi dengannya?" Tanyanya penasaran. "Apa dia pacarmu?" Tanyanya tegas. "Eh? Tentu saja bukan." Florest menyipitkan matanya curiga. "Tapi kalian pernah berhubungan intim?" Tanyanya lagi. Brandon merasa bingung. Kenapa pembicaraannya jadi tidak nyaman seperti ini? "Kenapa dokter bertanya seperti itu?" Florest menghela napas panjang. "Dia hamil." Brandon membelalakan matanya lebar. "Hah? Siapa?" Tanyanya seperti orang bodoh. Ia masih belum sadar sepenuhnya karena sangat shok mendengar ucapan Florest. Lagi-lagi Florest membuang napas untung yang kesekian kalinya. "Wanita ini hamil!!" Ucapnya penuh penekanan dan menunjuk Sahara. Brandon masih seperti orang linglung, sekarang apa yang harus ia lakukan? Bukankah anak itu harus digugurkan? Agar wanita itu juga merasakan penderitaan yang adiknya juga rasakan. Kehilangan bayinya. Tapi kenapa hatinya tidak rela? Seakan ada yang mendesaknya jangan lakukan itu. Melihat raut wajah Brandon yang terlihat sangat frustasi, membuatnya mengerti. "Aku harap kamu akan bertanggung jawab, Son," ucap Florest pelan sambil menepuk pundak Brandon. Setelah itu Florest langsung pergi meninggalkan Brandon yang terlihat sangat tertekan. Seolah-olah ia sedang berperang dengan batinnya sendiri. Brandon memejamkan matanya dalam-dalam dan mengusap wajahnya kasar. Sahara sudah lama tersadar. Ia mendengar semua ucapan Florest. Ia merasa hidupnya sudah hancur. Beban hidupnya sudah terlalu berat, dan kenapa sekarang di tambah lagi dengan mengandung anak dari laki-laki b******n itu? Apa yang harus ia jelaskan nanti kepada kedua orang tuanya yang ada di Indonesia? Ia tidak mungkin mengatakan jika sekarang keadaanya sangat kacau balau dan berantakan. Bahkan ia sudah tidak mempunyai masa depan lagi. Semuanya sudah hancur lebur. Dan bagaimana dengan cita-citanya yang sangat ingin ia gapai? Lupakan saja, ia sudah menguburnya dalam-dalam semua mimpinya. Karena ia sadar semua tidak akan pernah terwujud. Sekarang yang ia pikirkan hanya bagaimana caranya bisa lepas dari iblis itu. Brandon yang melihat Sahara sadar langsung menghampiri dan menatapnya tajam. Ia harus tegas dengan pilihannya. Tidak boleh tergoyahkan dan harus tetap melanjutkan tujuan awalnya. "Gugurkan kandungan itu!!!" Titahnya tegas tak terbantahkan. Sahara tersenyum sinis. "Kamu pikir, aku sudi mengandung anak ini?! Hah?! Tenang saja aku akan membunuhnya sekarang juga bersama dengan diriku." Tanpa pikir panjang Sahara langsung mengambil pisau buah yang ada di atas nakas, dan nyaris saja pisau itu menancap di perutnya jika tangannya tidak di cekal Brandon. "Lepas!!!!" Teriak Sahara kencang. "Apa kamu sudah gila!! Hah??" Bentak Brandon murka. Brandon masih tidak percaya dengan apa yang barusan ia lihat. Ia tidak menyangka jika Sahara senekat itu. "Bukankah kamu ingin anak ini mati?! Jadi jangan halangi aku!!" Teriak Sahara dengan nada tinggi dan berusaha melepaskan tangannya dari Brandon. "Sahara!!!" Bentaknya lantang dan semakin menekan pergelangan tangan Sahara. Sahara meringis kesakitan. Brandon benar-benar sangat kasar. Akhirnya pisau itu lepas dari tangan Sahara, karena ia sudah tidak bisa menahannya. Brandon langsung menendang pisau itu jauh agar Sahara tidak bisa mengambilnya lagi. Sahara benar-benar sudah seperti hilang kendali. Ia menendang perut Brandon keras sampai-sampai Brandon terjungkal ke belakang. Setelah itu ia memukul-mukul perutnya sendiri seperti orang gila. Brandon yang melihat itu langsung memeluknya agar Sahara berhenti, walaupun harus tubuhnya yang terkena pukulan itu. "Lepas!!!!" Teriaknya kencang dan berusaha mendorong Brandon yang memeluknya erat. Tapi Brandon semakin mempererat pelukannya. Tidak tau kenapa dadanya terasa sesak saat Sahara ingin menyakiti kandungannya. Tapi Sahara semakin menggila, ia tetap kekeh ingin menggugurkan kandungannya. "Lepas, b******k!!! Aku ingin anak ini mati!!! Aku tidak pernah menginginkannya!!!" Teriaknya seperti orang kesurupan. Deg Napas Brandon tertahan. Rasanya sesak seperti tercekik. Hatinya berdesir perih seakan terkoyak. Jantungnya seakan di cabut paksa dari rongga dadanya. Sungguh, ucapan Sahara benar-benar membuat dadanya sesak. "Aku menginginkannya!!!" Ucap Brandon lantang. "Omong kosong!! Kamu juga ingin anak ini mati kan?!! Jadi biarkan aku membunuhnya!!" Brandon terlonjak kaget. Ia mengeleng-gelengkan kepalanya cepat. "Tolong hentikan!!! Aku yang akan merawat anak ini setelah lahir." "Dan setelah itu kamu bebas pergi," ucapnya sangat pelan, seakan ia sangat berat mengatakan itu. Sahara berhenti. Ia seperti masih tidak percaya dengan ucapan Brandon. Tapi setelah itu bibirnya terangkat membentuk senyuman. Benarkah ia akan segera bebas? Benarkah ia bisa pergi jauh dari sini dan tidak akan pernah bertemu dengan laki-laki ini lagi? Benarkah? Sahara menerawang ke depan dan tiba-tiba tertawa pelan sambil menutup mulutnya tidak percaya. Seolah-olah ia merasa jika ini tidak nyata. Tapi sungguh ia sangat bahagia, bahkan melebihi apapun. Sebentar lagi ia akan segera pergi dari sini untuk selamanya, memulai hidup baru, dan mengubur dalam-dalam kenangan buruk ini. "Akhirnya, aku akan segera pergi," lirihnya senang. Brandon memejamkan matanya dalam-dalam sambil menahan rasa sesak di dadanya. Kenapa hatinya terasa nyeri seperti tertusuk-tusuk saat melihat Sahara terlihat bahagia karena akan segera lepas darinya? TBC.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD