Selamat membaca
3 Minggu kemudian.
Setelah mengetahui Sahara tengah mengandung anaknya. Brandon sudah tidak pernah lagi menjadikan Sahara sebagai b***k seks. Dia juga tidak pernah berbuat kasar ataupun menyakiti Sahara lagi.
Sekarang Brandon lebih memperhatikan Sahara. Ah bukan! Tentu saja memperhatikan bayi yang ada di dalam kandungan Sahara.
Walaupun saat Brandon bertanya selalu memasang berwajah dingin dan datar. Tapi itu tidak bisa menutupi jika dia sangat menyayangi buah hatinya.
Brandon sudah mengijinkan Sahara keluar kamar dan pergi kemana pun jika Sahara bosan di rumah. Dia juga memberikan black card kepada Sahara untuk membeli apa pun yang Sahara inginkan. Tentu saja harus bersama Victor untuk menjaganya, karena dia tidak bisa menemani Sahara saat bekerja.
Sebenarnya jika boleh egois, Brandon ingin Sahara terus di dalam rumah agar tetap aman. Tapi lagi-lagi dia mengingat ucapan Florest saat di telepon.
Jika Sahara tidak boleh stres ataupun banyak pikiran. Karena itu akan berdampak buruk bagi kesehatan bayi yang ada di dalam kandungan Sahara.
Jam sudah menunjukkan pukul 21.34.
tubuh Brandon terasa remuk. Akhir-akhir ini kerjaannya sangat banyak dan terus menumpuk.
Bahkan penampilannya terlihat kusut dan kalang kabut. Rambut acak-acakan, kemeja keluar semua dari celana, lengan kemeja di gulung setengah, bahkan jas hitamnya di letakkan asal di atas pundak.
Sangat-sangat berantakan.
Brandon berjalan dengan langkah lemas memasuki rumah.
Saat ia membuka pintu, matanya langsung membulat sempurna.
Entah mendapatkan tenaga dari mana, tapi tenaganya seperti terisi penuh kembali.
Ia berlari menuju dapur dan menepis kasar tangan Sahara yang ingin mengambil pisau.
Brandon menatap Sahara tajam. Napasnya sudah memburu. Ia benar-benar tidak akan pernah mengampuni Sahara jika dia ingin mencoba membunuh bayinya lagi.
"Apa yang kamu lakukan? Hah?!" tukasnya dengan nada tinggi.
Bahkan wajah Brandon terlihat sangat murka.
Sahara hanya menatap Brandon datar.
Sekarang apa lagi salahnya? Tidak ada hujan, tidak ada angin. Tiba-tiba dia datang marah-marah sendiri. "Aku hanya ingin mengambil pisau," jawabnya dingin.
"Apa kamu benar-benar sangat ingin membunuh anakku?!" desis Brandon menukik tajam.
Sahara memutar bola mata malas.
Semenjak kejadian Sahara ingin membunuh kandungannya. Brandon berubah menjadi sensitif. Dia selalu saja berlebihan saat melihat Sahara sedang memegang atau mengambil benda tajam.
Seperti sekarang ini, Brandon akan selalu menuduh Sahara yang tidak-tidak.
Sahara membuang napas kasar.
Ia tidak menjawab pertanyaan Brandon.
Tangannya terulur kembali untuk mengambil pisau.
Brandon yang tidak terima diacuhkan langsung mencekal tangan Sahara kencang.
"Awwww!!!" teriak Sahara meringis kesakitan dan menghempaskan tangan Brandon kasar.
"Aku hanya ingin mengupas buah! Jangan berlebihan!!" makinya kesal.
Brandon mengusap wajah frustasi.
Ia sangat heran, kenapa sekarang ia berubah menjadi laki-laki yang over protektif? Padahal dengan adiknya sendiri ia tidak pernah sampai berlebihan seperti ini.
"Biar aku saja, kamu tunggu di depan tv," ucapnya datar dan mengambil alih pisau yang ada di tangan Sahara.
Sahara menaikkan alis sebelah.
Benarkah dia laki-laki yang pernah membuatnya hampir depresi?
Laki-laki yang sangat-sangat ia benci karena sudah menghancurkan masa depannya. Benarkah?
Sahara tersenyum sinis. Seorang laki-laki kejam dan tidak berperasaan seperti Brandon mau mengupas buah mangga hanya untuknya? Ah! tentu saja bukan untuknya, tapi untuk anak di dalam kandungannya.
Jika ia tidak mengandung anaknya, mungkin laki-laki itu masih menjadikannya sebagai b***k seks.
Sahara menaikkan bahu acuh tak acuh. Ia juga tidak peduli. Biarkan saja dia yang mengupas mangga itu. Toh juga anaknya yang meminta.
Ia tidak akan menolak. Karena semenjak hamil, ia menjadi cepat lelah, bahkan untuk berdiri sebentar saja tubuhnya langsung terasa pegal-pegal.
Sebenarnya Sahara tidak rela tersiksa seperti ini hanya untuk mengandung anak laki-laki b******k itu.
Tapi ia harus bertahan, karena anak ini satu-satunya kunci agar ia bisa terbebas dan segera pergi dari sini.
Sahara menyerahkan pisau kepada Brandon dan langsung pergi begitu saja ke depan tv.
Ia merebahkan tubuhnya pelan di atas sofa.
Beberapa menit kemudian, Brandon datang membawa piring yang berisi potongan mangga muda.
Sahara menatap mangga muda itu dengan tatapan berbinar-binar. Ia sudah tidak tahan lagi untuk menyantapnya. Bahkan air liurnya sudah ingin menetes jika ia tidak menutup mulutnya segera.
Ia makan dengan sangat lahap. Bahkan rasa asam terganti dengan rasa manis di lidahnya.
Brandon yang melihat Sahara makan mangga muda dengan sangat lahap merasa merinding sendiri.
Tiba-tiba pandangannya jatuh pada perut Sahara yang masih rata.
Ia sangat ingin mengelus perut itu. Tapi ia terlalu gengsi untuk meminta ijin kepada sang pemiliknya.
Brandon menggenggam tangan kuat-kuat untuk meredam keinginannya. Tapi sungguh ia benar-benar tidak bisa menahannya lagi.
Lagipula bayi yang berada di dalam perut itu adalah anaknya. Jadi kenapa ia tidak boleh menyentuhnya?
Brandon menghela napas panjang. Ia mulai memberanikan diri untuk meminta izin Sahara. "Apa aku boleh mengelus anakku? Aku juga ingin mengajaknya berinteraksi denganku," tanyanya ragu.
Sahara langsung menoleh ke arah Brandon.
Ia mendengus. "Aku baru hamil satu bulan. Kalau kamu mengajaknya berinteraksi itu percuma saja, karena dia tidak akan merespon," ucapnya teramat ketus.
"Apa salahnya? Aku Ayahnya, jadi aku bebas melakukan apa saja."
"Kenapa aku tidak boleh menyentuh anakku sendiri?" protesnya tidak terima.
Sahara membuang napas kasar.
"Terserah!" cetusnya tidak peduli.
Sontak Brandon langsung bersimpuh di depan Sahara.
Ia mengelus perut Sahara dengan lembut.
Saat ia ingin membuka baju Sahara, tangannya langsung dicekal.
Sahara menatap Brandon tajam.
"Aku hanya ingin menciumnya, tidak lebih," jawab Brandon datar seolah mengerti tatapan Sahara.
Sahara mengepalkan tangan erat. Bagaimana bisa ia mengijinkan laki-laki b******k itu mencium perutnya. Walaupun sebenarnya dia ingin mencium anak yang ada di dalam kandungannya.
Brandon memegang pinggang Sahara. Ia mendekatkan bibirnya dan mengecup perut Sahara sangat lama.
"Daddy menyayangimu," tutur Brandon tulus sembari tersenyum lembut.
Sahara tersenyum sinis.
Menyayangi? Bagaimana mungkin? Bahkan dia pernah menyuruhnya untuk menggugurkan kandungannya.
"Berhenti bersikap seolah kamu peduli dengannya," tukas Sahara dingin sembari menatap kedua bola mata Brandon sinis.
Brandon membalas menatap Sahara datar."Aku memang peduli!" balasnya tegas.
Sahara hanya berdecak.
TBC.