BAGIAN 8 - KETIKA SANG MALAM TIBA

1238 Words
Regan mengepalkan tangannya. Wajah perempuan yang ia lihat dua hari yang lalu tidak bisa hilang dari pikirannya. Ia mencengkram gelas minumannya erat. Delapan tahun telah berlalu tapi ia tidak bisa melupakan sedikitpun perasaan itu. Melihat wajah perempuan itu menyulut api kebencian di da-da Regan. Tangannya sudah gatal untuk mencekik leher kecil perempuan itu, mendorong tubuhnya ke dinding yang keras, dan melemparkan kata-kata tajam kepadanya. Sekilas ingatan bagaimana Regan memperlakukan perempuan itu delapan tahun yang lalu kembali menyergapnya. Sedikitpun, ia tidak merasa menyesal, justru keinginan itu semakin bertambah, keinginan untuk menyiksa tubuh kecil itu dan memberitahu kesalahan terbesar dalam hidupnya. Hanya itu, karena hanya dengan itu ia bisa menjalani kehidupannya lagi. "Regan, ayo temani aku belanja. Kau tidak ada jadwal hari ini, bukan? Aku sudah tanya Tante Belina kalau kau baru masuk kantor besok." Suara di belakangnya mengingatkan Regan bahwa ada orang lain di apartemennya. Perempuan itu cukup berani untuk mengganggu paginya dengan datang tidak diundang ke apartemennya. Merusak paginya dengan kata-kata tidak penting yang keluar dari bibir tipisnya. Regan meneguk minuman sodanya sampai habis. Sabrina mengerucutkan bibirnya ketika Regan tidak menjawab pertanyaannya. "Jadi, kapan kau akan bertemu orang tuaku dan membicarakan pertunangan kita?" Laki-laki itu meletakkan botol minumannya, menatap tajam perempuan bergaun merah muda yang sekarang duduk manis di sofa apartemennya seperti pemilik rumah. Tas mewah berkilau dengan kristal-kristal kecil bewarna merah gelap bertengger di pangkuannya. Sabrina adalah perempuan yang ia temui di New York tiga tahun yang lalu, sebuah kesalahan karena membiarkan perempuan itu salah paham dengan semua kepedulian Regan kepada dirinya ketika itu. Padahal, Regan hanya kasihan mendapati seorang perempuan Indonesia yang ditinggalkan oleh kekasihnya di bandara sendirian. Ia tidak menyangka sikap sok pahlawannya itu membuat Regan terjebak bersama perempuan itu sampai sekarang. Sabrina mengambil remote televisi yang berada di meja lalu menghidupkannya. Suara perempuan dari televisi yang menjelaskan kenaikan bursa efek minggu ini terdengar jelas di kepala Regan. Sabrina menurunkan volume televisi lalu melihat Regan dengan mata kucingnya yang memuakkan. Regan sangat membenci bagaimana perempuan di depannya itu menatapnya seperti gadis muda manja, berbicara dengan nada yang dibuat-buat, bertingkah seperti seorang putri, dan mengganggu ketenangannya yang susah payah ia bangun pagi ini. "Kau sebaiknya pergi dari sini." "Ayolah, Regan. Orang tuaku sudah penasaran denganmu. Mereka hampir saja tidak merestui perjodohan ini karena kau tidak pernah datang menemuinya secara langsung. Jangan buat orang tuaku kecewa, Regan atau kakekmu akan marah lagi," ucapnya dengan wajah tak bersalah yang memuakkan. "Aku tidak peduli. Kau pergi atau aku yang pergi dari sini?" ancamnya. Regan berdiri lalu mengambil kunci mobil dan jaketnya yang tergeletak di meja. "Jangan lupa tutup pintu. Aku pergi." "Regan!" teriak Sabrina di belakangnya ketika Regan keluar meninggalkannya. "Aku peringatkan sekali lagi, aku akan mengatakan perlakuan tidak sopanmu ini kepada orang tuaku dan kamu akan mendapatkan balasannya. Kamu tahu apa yang bisa dilakukan ayahku pada perusahaan kecil kakekmu itu. Kakekmu akan hancur, Regan." Regan semakin mempercepat langkahnya memasuki lift yang terbuka dan segera menutupnya ketika Sabrina berlari menyusulnya. Jaket hitam sudah melekat di tubuh besarnya ketika Regan turun dari lift. Ia merogoh saku celananya dan mengambil kunci mobilnya. Ia baru saja berjalan menuju parkiran ketika seorang laki-laki berpakaian rapi dengan jas dan celana kain hitam menuju arahnya dengan senyum lebar. Laki-laki itu memeluk Regan dan membuat Regan mengundurkan niatnya untuk membuka mobilnya. "Sialan!" ucap Regan sambil mendorong tubuh laki-laki itu dari pelukannya. "Kenapa kau baru muncul sekarang?" "Sangat tidak sopan ketika seorang bawahan berkata seperti itu kepada atasannya. Sekedar mengingatkan, Reg. Sebelum kamu di pecat oleh direktur utama," ucap laki-laki itu lalu tertawa. Regan hanya tersenyum kecil. "Kau menyuruhku datang ke pesta sialan itu sendirian dan membuatku bertemu dengan satu-satunya orang yang aku hindari di kota ini, Ndra. Sedangkan kau enak-enaknya pergi dengan pela-curmu itu." Wajah Andra menegang, ia menatap Regan tidak suka. "Jangan berbicara sembarangan. Dia bukan pe-lacur." "Lalu siapa?" "Jangan menyamakan aku dengan kehidupan bebasmu diluar sana, Regan. Kau bisa memasuki semua perempuan yang kau kenal, tapi aku tidak." Regan tersenyum sarkas sambil bersandar di mobil hitamnya. "Ya, mungkin kau takut dengan ancaman pria tua itu. Benar. Kau harus berhati-hati dengan sikapmu jika kau tidak ingin dipecat dari jabatanmu sekarang ini. Pria tua itu tidak akan mendapat boneka yang sempurna lagi jika kau mengecewakannya." "Kau tahu, Reg? Kau sudah benar-benar keterlaluan sekarang. Aku tidak menduga New York menjadikanmu seorang laki-laki berengsek seperti ini." Andra meletakkan kedua tangannya di leher Regan, membuat Regan menyipitkan matanya, lalu laki-laki itu menarik tubuhnya dan memukul perut Regan dengan keras. "Itu sebagai ucapan selamat datang dan imbalan atas kata-katamu yang sangat menyakitkan tadi. Sekarang, ceritakan padaku bagaimana New York!" Regan tertawa sambil memegangi perutnya yang sakit. Andra, sepupunya itu tidak berubah, ia selalu melakukan itu saat Regan mengatakan kata-kata jelek di depannya. Dulu, dengan sifat Regan yang tidak mau kalah, ia pasti akan membalas pukulan Andra lebih keras, namun sekarang Regan tahu ia tidak berhak lagi melakukan itu. Apalagi dengan mengingat apa yang sudah dilakukan Andra untuknya selama ini. "Tidak ada yang ingin aku ceritakan padamu, Sial-an!" Regan berjalan ke mobil merah mengkilap di depan gedung apartemennya. Hanya seorang cucu pemilik perusahaan besar yang membawa mobil semewah itu di apartemen biasa seperti tempat tinggalnya ini. "Sekarang tunjukkan padaku apakah Jakarta sudah berubah banyak? Apa klub malamnya tutup di siang hari?" "Aku tidak tahu karena setiap siang aku duduk tegak di belakang meja besar milik kakekmu. Untung saja sekretarisku bisa diandalkan." Regan tahu sepupunya itu masih berbuat me-sum di kantor seperti ceritanya dulu. Mereka satu darah, darah pria tua sialan yang Regan tidak tahu sejarah di masa mudanya. Mungkin saja kakeknya itu memperkosa seluruh karyawan perempuannya dulu. Bukan salah Andra jika laki-laki itu mewarisi sifat berengsek kakeknya itu. Meskipun begitu, tidak seperti dirinya, Andra laki-laki yang baik dan bertanggungjawab. Regan tahu bagaimana Andra berkorban untuk keluarganya selama ini, ia melepaskan kegiatan seninya dan membanting setir ke perusahaan untuk menggantikan ayah Regan ketika ayahnya meninggal empat tahun yang lalu. Saat itu, kakeknya masih tidak memaafkan Regan, meskipun keadaan perusahaan memburuk, kakeknya tidak memperbolehkan Regan pulang dari Osaka dan menggantikan ayahnya sebagai direktur utama. Padahal Regan sudah mendapatkan gelar sarjananya dua tahun sebelumnya dan hanya menganggur di negara orang. Kakeknya itu lebih memilih untuk mengusik kehidupan kakak sepupunya yang sedang asik bergelut sebagai pelukis muda yang berbakat waktu itu. Dan seperti biasa, tidak ada yang bisa menolak Tanendra Basupati. Kini, dengan tekanan pria tua itu, Andra telah berhasil menjadi orang paling berpengaruh di perusahaan. Ia menjadi direktur muda potensional yang menaikkan saham perusahaan sejak tiga tahun yang lalu. Andra telah menjadi seorang cucu yang selalu dibangga-banggakan di keluarganya. "Selain wanita baru, aku baru tahu kau juga hobi mengoleksi mobil baru, Ndra. Sejak kapan kau suka naik mobil mewah seperti ini. Seingatku, dulu kau lebih suka naik angkutan umum." "Sejak aku gila karena pria tua itu dan ingin menikmati dunia sebelum mendapat hukuman darinya." "Kenapa?" "Karena aku ingin keluar dari perusahaan dan kembali mengurusi studio lukisanku yang telah lama terbengkalai, Reg." Mereka berdua sudah duduk di mobil baru Andra yang sedikit berbau khas kabin karena masih baru. "Kau sudah kembali dan aku tidak harus mengurusi perusahaan sialan itu. Perusahaan itu hanya untukmu, Reg. Aku sudah tahu dari awal." Regan terdiam. Ia tahu, kakeknya tidak akan menyuruhnya pulang ke Indonesia tanpa alasan. Namun, ia sungguh tidak menyukai kenyataan bahwa pria tua itu memulangkannya karena alasan sialan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD