Aurora menatap seseorang yang berdiri di ambang pintu toko bunga. Di sana, orang itu tengah menuntun seorang anak kecil berjenis kelamin laki-laki dengan satu orang laki-laki seusianya berdiri di belakangnya. Aurora terdiam membisu kala melihat parasnya yang sebenarnya lumayan tampan. Apalagi, jiwa kebapakannya yang begitu menarik perhatiannya.
“Apaan Ra?” tanya Jasmin kala mendengar panggilan dari sahabatnya, walaupun sedikit terlambat. Jasmin mengerti arah mata dari Aurora. Jasmin mengikuti arah matanya, betapa ikut ternganganya dia kala melihat Langit berada di sana bersama anak kecil yang juga terlihat tampan. “Eh, buset ... anak itu siapa, Ra?”
“Mana aing tahu. Dahlah biarkan saja. Fokus cari-cari bunga saja, Jas.” Aurora kembali mencari bunga yang menebarkan kelembutan melalui harumnya. Akan tetapi, dirinya tidak menyukai warna dari setiap bunga yang ia dapatkan. Apalagi, kebanyakan tanaman tidak berbunga.
Pada saat, Aurora berjalan mencari-cari tanaman, tiba-tiba ada Langit di belakangnya. “Ganti rugi buat celana yang waktu pesta.”
Aurora membalikkan badan sembari menatap sinis ke arah Langit dari ujung kepala sampai kaki. “Oh gue tahu, lu ... gak ikhlas kan?”
Langit tertawa kecil, “Salah. Gue ikhlas, kok. Asal lu jadi pacar gue.” Aurora terkejut dengan penuturan dari Langit. Tiada hujan, tiada badai, tiba-tiba dia menyatakan hal itu. Bukan Aurora jika ditembak cowok langsung menerima. Tentu saja, Aurora harus mencari tahu banyak hal dibalik pernyataannya.
“Cih, lu kenapa nembak gue?” tanya Aurora yang hatinya telah bergemuruh dengan berbunga-bunga. “Lalu apa yang menjadikan alasan?”
“Bener, ya, lu ribet, aneh pula. Masa ditembak cowok ganteng kek gue malah lu wawancarai. Gue bukan narasumber seorang jurnalis bodong kek lu, ya!” jawabnya sembari memainkan rambutnya.
“Ih, siapa juga yang mengaku kalau gue jurnalis. Gue mah youtuber!” teriaknya tepat di depannya. Bahkan, jarak wajah di antaranya begitu dekat. Nyaris tanpa jarak. Hal itu membuat hati Aurora semakin berdebar tidak karuan. Hanya dengan jarak yang dekat dan tatapan dari Langit sudah mampu melambungkan perasaannya. “Alasannya apa?”
“Simpel ... gue cuman pingin tahu lu kenapa suka aneh saja. Kaya waktu itu, tiba-tiba pakai jarit di tengah malam. Kemarin pesta, tiba-tiba ke kamar mandi. Bahkan, lu sendiri gak pakai celana, kan?” ucapnya dengan berbisik ke telinga kanan Aurora.
“Sial, lu kenapa tahu?” jawab Aurora dengan suara yang nyaris tidak bisa didengarkan.
“Ya, lu kan sempat keluar cuman pakai rok. Gue rasa lu gak nyaman. Ternyata dugaan gue benar.” Langit berbalik badan karena anak laki-laki itu terus memanggilnya. Mereka pergi dari tempat itu karena kata sahabatnya, mereka tidak menemukan tanaman hias yang menarik.
Akhirnya, Aurora dan Jasmin hanya membeli dua pot bunga hias berwarna merah muda dan biru muda. Jangan ditanya apa nama dari bunganya. Sebab, mereka sendiri tidak tahu nama tersebut. Setelah dari toko bunga, mereka memutuskan untuk jalan-jalan ke mall terdekat. Mereka melenggang masuk mencari restoran untuk memenuhi panggilan dari dalam perut.
Pada saat mereka duduk dan memesan makanan, tiba-tiba ada Langit yang tengah duduk bersama sahabatnya dan anak kecil itu di meja paling ujung. Entah apa yang ada dalam perasaan Aurora, ia seakan tidak menyukai Langit, akan tetapi hatinya selalu berbunga-bunga dan dilanda rasa penasaran oleh diri Langit. Matanya selalu tertuju pada satu makhluk itu. Bahkan, tangannya saja malas bergerak sedikit pun. Apalagi, bola matanya yang benar-benar membulat memandanginya.
Sampai akhirnya, pesanan Aurora dan Jasmin telah sampai di meja. Mereka memesan menu nasi goreng spesial dengan toping yang lengkap. “Ra, suer, ini pedasnya ngalahin omongan tetangga.” Jasmin meneguk air minumnya.
Aurora dengan percaya dirinya, menyendok nasi itu sampai memenuhi mulutnya. Ia tidak merasakan pedas seperti yang Jasmin katakan. “Pedas dari mana? Ini nasi saja malah manis kecap.”
Jasmin menepuk jidatnya. Ia merasa salah berbicara dengan lawannya. Sudah jelas, Jasmin tahu bahwa Aurora merupakan penggila pedas dari berbagai level. Jadi, ia tidak heran jika Aurora menyebutkan nasi itu tidak sama sekali memiliki rasa pedas. “Gila sih, sumpah demi apa pun ini pedasnya kebangetan.” Jasmin meneguk kembali air minumnya sembari mengelap keringat di sekitar wajahnya menggunakan tisu.
Tanpa sengaja, Aurora menatap Langit yang tengah menguap. Sepertinya, ia sedang kepedasan, karena wajahnya berkeringat serta hidung dan telinganya yang memerah. Karena menatapnya, Aurora menjadi turut kepedasan. Wajahnya perlahan memerah bak badut. Tapi, anehnya bagian perut dan pinggang tidak terjadi reaksi apa pun. Hanya wajah dan kulitnya yang mengalami bercak-bercak merah itu lagi. Beruntung, Aurora memakai kemeja lengan panjang dan masker. Karena kelamaan, kulitnya terasa panas dan berbau cabai, Aurora izin ke toilet pada Jasmin. Di sana, Aurora mengguyur tangannya dengan air keran, berangsur rasa panas dan bau cabai menghilang. Tetapi, warna merah belum juga menghilang walaupun selama lima belas menit.
Setelah bercak-bercak itu menipis, Aurora keluar dari toilet. Ia juga membetulkan posisi masker yang dipakai di wajahnya. Jadi, adanya virus di bumi ini, memberikan sebuah keberuntungan bagi Aurora.
“Ra, lama amat ke toilet doang.” Jasmin meneguk air. “Lu b***k?” sambungnya sembari menaruh gelas di meja lalu memainkan ponselnya.
“Iya gue berak.” Aurora melanjutkan makan nasi itu. Ia sebisa mungkin tidak menatap orang lain lagi. Bukan karena sombong atau apa, ia takut jika orang yang sedang ia tatap tiba-tiba menguap, maka perubahan dalam tubuhnya akan terjadi kembali.
“Ra, bau bunganya enak. Harum banget, sumpah, ini bunga apa sih?” tanya Jasmin. Tapi, Aurora sendiri juga mencium semerbak bunga yang wanginya melintas di hidungnya selama kurang lebih tiga puluh menit.
Jasmin mengedarkan pandangannya ke seisi restoran. Di sana, tepatnya di samping meja makan Langit ada satu vas bunga yang indah. Apa harum itu berasal dari sana? Bunga dengan nama Sweet Alyssum itu yang memberikan warna harum yang menenangkan pengunjung. Bunganya pun indah dengan warna yang menarik perhatian. Mungkin, itu sebabnya restoran ini digemari oleh pengunjung.
Tanaman yang berasal dari Teluk Biscay ini memiliki tinggi hanya tiga puluh senti meter. Bunganya yang kecil-kecil berwarna putih itu memberikan makna ‘Kecantikan luar yang berharga.’ Aurora ingin melihat bunga itu secara mendetail. Ia pun berjalan mendekat ke vas bunga itu.
“Lu ngapain ke sini? Kangen, ya, sama gue?” kata Langit dengan wajah songongnya.
“Apaan, jangan terlalu percaya diri. Gue cuman kesengsem sama bunganya kok bukan sama lu.” Aurora memegang bunga itu dengan lembut. Bahkan, tekstur bunganya yang juga lembut itu mampu menyalurkan rasa nyaman ke jari-jarinya yang mungil. Bahkan, harumnya wangi itu menempel juga ke tangannya. Aurora menciumkan jarinya ke hidungnya yang mancung itu.
Gubrak!