“Tahu, Sayang. Dengan aku bergabung ke Konstantin Field, kita bisa memiliki uang untuk proses kelahiran anak kita,” bujuk Pustin lagi.
“Tapi, kau tahu kalau setiap petugas di Abodie In Hell dan Konstantin Field akan kembali dalam keadaan penyakit mental?” Salsa masih terus berusaha membuat Pustin mengubah keputusannya.
“Aku tidak akan seperti itu, Sayang. Janji!” balas Pustin yang membuat Salsa terdiam. dia berharap suaminya tidak lolos tahap seleksi.
Rasa khawatir tumbuh karena mengingat pengalaman yang pernah melamar, jika gagal, maka konsekuensinya gangguan mental.
“Kapan kau akan pergi?” tanya Salsa lagi.
“Besok pagi,” jawab Pustin, “Aku sedang mempersiapkan pakaian yang akan dibawa untuk karantina.”
“Secepat itu? Apa yang harus aku katakan kepada ibumu?” Salsa panik mendengar Pustin akan pergi selama 90 hari mulai besok.
“Bilang kepadanya, aku ada pekerjaan di luar kota. Itu akan membuatnya tenang,” saran Pustin. Salsa hanya terdiam. Dia sudah paham jika Pustin sudah memiliki keinginan, tidak akan bisa membujuknya untuk berhenti.
Matahari pagi sudah muncul di ufuk timur. Pustin sudah bersiap-siap untuk berangkat. Tidak lupa pula dirinya berpamitan kepada sang ibunda dan juga Rian, anaknya. Salsa menemani Pustin hingga ke luar rumah. Tidak ada kata-kata apapun dari mulut Salsa. dia hanya bisa berharap sang suami kembali ke rumah dan gagal dalam proses seleksi.
Pustin segera berjalan menuju ke kantor pusat Abodie In Hell yang terletak di pusat kota. Semua peserta yang ikut sudah berada di kantor Abodie In Hell. Pustin mendaftar jadi eksekutor Konstantin Field.
Peserta yang mendaftar sebagai Sipir dan Eksekutor dipisah. Karantina dilakukan di tempat yang berbeda. Para peserta eksekutor disediakan bus untuk mereka menuju ke lokasi karantina yang ditempuh sekitar 30 menit dari kantor Abodie In Hell.
Pustin dan peserta eksekutor lainnya sampai di Kirkham. Sebuah gedung besar yang digunakan oleh Konstantin Field untuk melatih para eksekutor mereka. Di sini juga sebagai kantor pusat Konstantin Field yang hanya diketahui oleh orang-orang tertentu.
Semua peserta turun dari bus. Begitu juga oleh Pustin. Mereka disambut oleh beberapa penjaga. Terdapat pintu gerbang yang besar di depan mereka. Suasana awal saja sudah membuat semua orang gugup. Walau sudah mempersiapkan diri, tetap saja sebagian dari mereka merasa nyalinya ciut sebelum proses pemilihan.
“Selamat datang kepada para calon eksekutor Konstantin Field. Selamat datang di Kirkham,” ucap salah seorang komandan yang muncul dengan suara lantang dan tegas.
“Di sini kalian akan dididik dan dilatih selama 90 hari untuk menjadi eksekutor Konstantin Field. Dalam kurun waktu 90 hari tersebut, nanti akan dipilih siapa saja yang akan masuk ke dalam tim Konstantin Field. Jadi persiapkan diri kalian,” lanjut sang komandan.
“Buka gerbangnya!” perintah komandan itu lagi. Gerbang besar itu terbuka.
Semua perhatian peserta mengarah ke gerbang yang ukurannya tinggi. Terbuat dari baja dan pasti sulit untuk ditembus jika ingin melarikan diri. Tertulis juga di sana angka 3 dengan ukuran cukup besar. Menandakan bahwa mereka berada di ruangan ketiga atau barak 3.
Begitu pintu terbuka, sesuatu datang menyambut ke sel-sel olfaktori pada peserta. Bau anyir darah langsung menyeruak ke hidung para peserta. Pustin menutup hidungnya dengan tangan. Sementara peserta lainnya ada yang langsung muntah dan batuk-batuk. Namun, beberapa dari mereka sepertinya sudah terlatih untuk mencium aroma darah seperti ini atau mungkin indera penciumannya telah hilang.
Peserta yang muntah langsung ditarik oleh para penjaga. Mereka langsung dipukul dengan popor senapan hingga berdarah. Pustin yang melihat kejadian itu, sontak kaget. Namun dia tidak boleh menyerah. Dia harus kuat.
Huh, mereka memang tidak menerima jiwa-jiwa orang bermental lemah. Aku semakin penasaran dengan aktivitas di dalam penjara, batinnya, mengingat proses seleksinya saja begitu ketat mulai dari awal. Untuk masuk ke dalam gerbang saja sudah langsung ada eliminasi.
Peserta yang tidak ditarik oleh para penjaga, di suruh masuk ke dalam. Suasana mengerikan menjadi pemandangan pertama yang ditemukan di Kirkham.
Benar-benar mengubah pandangan akan kerasnya hidup di luar sana. Ternyata, ujian menjadi sipir dan eksekutor ini jauh lebih mengejutkan!
Pantas saja bau anyir terasa ketika pintu gerbang sedikit terbuka. Area halaman di balik gerbang penuh dengan banjir darah, potongan-potongan organ dalam manusia dan hewan bercampur menjadi satu. Kepala hewan berwarna merah muda yang menggemaskan bagi sebagian orang terlihat tertanam di tanah dan juga ditancapkan di kayu menjadi pemandangan utama. Pustin bergidik ngerih, Rasa menyerah menyeruak tiba-tiba dalam benak.
Apa yang terjadi di sini? Mengapa ada potongan manusia juga? Apa tempat ini berubah menjadi tempat pembantaian? Kata Pustin dalam hati sambil menunduk dan berusaha mengontrol diri dari rasa takut yang menurunkan keberaniannya sesaat.
Setelah puas melihat-lihat pemandangan tidak mengenakkan itu, mereka mulai mendapat instruksi untuk mengambil kepala-kepala hewan tersebut.
Pustin dan semua peserta di barak 3 langsung berlari. Mereka tidak menunggu lama-lama untuk mengambil kepala hewan yang teronggok di tengah lapangan. Darah yang bercampur dengan tanah dingin tidak mereka pedulikan.
Pustin dan Shelby bersaing satu sama lain. Mereka bersaing secara sehat. Pustin yang mempunyai kecepatan yang lebih hebat, berhasil mengambil kepala hewan tersebut dan menghindari terjangan-terjangan para peserta lain yang juga ingin merebutnya.
Pustin memegang kepala hewan tersebut dan mengangkatnya. Badan dan kepalanya basah akibat tetesan darah hewan tersebut. Pustin senang karena dalam benaknya dia akan mandi air panas yang segar setelah ini.
Akan tetapi bayangan Pustin sirna. Sebuah terjangan ke perut Pustin datang dari seorang peserta di Barak 3 dan membuat Pustin terjungkal. Membuat kepala hewan yang dipeluknya terlepas. Peserta itu kemudian mengambil kepala hewan miliknya dan langsung berlari menuju ke tempat komandan Buck berdiri. Dia dinyatakan sebagai pemenangnya.
Pustin dan Shelby yang terkapar di tengah lapangan, hanya pasrah gagal mendapatkan bonus mandi air panas. Pustin dan semua peserta berjalan lesu kembali ke barak mereka.
Komandan Buck menghampiri Pustin dan berkata, “Jangan kau jumawa. Pertarungan belum selesai. Kesombonganmu adalah petakamu.”
Ucapan komandan Buck membuat Pustin menoleh ke arah komandan Barak 3 tersebut. Komandan Buck menatap mata Pustin dengan tajam. Pustin membalas tatapan sang komandan tersebut beberapa detik. Kemudian dia kembali masuk ke barak untuk membersihkan diri.
Semua peserta barak 3 akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mandi di kamar mandi Kirkham. Di kamar mandi ini layaknya kamar mandi penjara yang harus mandi bersama-sama. Tidak ada sekat dan juga pembatas.
Pustin mau tidak mau harus mandi untuk membersihkan badannya yang bau anyir darah. Dia menghidupkan kran. Dan alangkah kagetnya Pustin, air dari kran tersebut sangat dingin hingga menusuk tulang. Seperti aliran sungai es dari Kutub Utara. Pustin harus rela menerima itu. Mau tidak mau dia harus mandi untuk menghilangkan bau darah.
“Ah, A-air ini dingin sekali!” protes Shelby yang mandi di sebelah Pustin. Dia merasakan air menusuk tulangnya.
“Ki-kita nikmati saja. Demi bau anyir darah ini hilang,” balas Pustin.
Tidak berapa lama terdengar suara tangis salah seorang peserta. Pustin menoleh ke arah pria tersebut. Mentalnya benar-benar tertekan melihat mereka diperlakukan dan dilatih dengan kasar. Pustin dan Shelby hanya melihat peserta tersebut tanpa mengatakan apapun.