DL-6

1238 Words
Malam hari sudah tiba, semua tahanan sudah masuk ke ruangan sel masing-masing. Sipir memastikan bahwa pintu penjara sudah tertutup rapat dan dikunci. Mavra dan Terios juga sudah berada di dalam ruangannya. Mereka hanya beralaskan tembikar dan tanah yang tidak rata di ruangan mereka. Mavra hanya pasrah. Jika dia tidak mati karena eksekusi, malah dia mungkin akan mati karena pneumonia. Tanah yang basah dan kala musim dingin tiba semua akan berair, bisa membuat paru-parunya rusak. Namun Mavra harus menerima keadaan ini karena hukuman yang dia dapatkan. Ketika dia hendak memejamkan mata. Sipir Finn berdiri tiba-tiba datang ke depan ruangan mereka. Finn berdiri sejenak dan melihat penghuni lapas di depannya itu. Tidak berapa lama, 4 sipir datang dan berdiri di belakang Finn. “Bawa mereka berdua ke ruanganku,” perintah Finn tanpa tahu alasannya. Mavra dan Terios membuka mata mendengar suara Finn. Baru saja pikirannya ingin melayang ke dunia maya, tetapi sudah harus dipaksa kembali menghadapi penghuni dunia nyata yang amat menakutkan. “Hei, aku salah apa?” teriak Terios yang dibawa terlebih dahulu oleh 2 sipir suruhan Finn. Tidak lama kemudian Mavra dibawa oleh 2 sipir lainnya. Mavra hanya diam dan mengikuti perintah mereka. Jika terlalu banyak cakap, maka dia akan dihajar oleh sipir-sipir tersebut. Mavra dan Terios di bawa ke ruangan khusus. Tangan mereka berdua terikat dengan borgol, lalu ujung dari ikatannya disangkutkan ke atas. Ada semacam kait yang bisa memasukkan lubang-lubang besi borgol di tangannya. Begitu juga dengan kakinya yang ter-borgol besi berbola pejal di lantai. “Apa salah kami, Tuan? Kami tidak salah apa-apa,” teriak Terios kepada Finn. “Kamu harus tanyakan itu kepada teman se-kamarmu,” jawab Finn balik dan membuat Terios melirik Mavra. “Mavra! Apa yang kau lakukan? Jawab Mavra!” teriak Terios yang sudah cukup panik. Terutama melihat ruangan Finn ini penuh dengan alat-alat penyiksaan yang berat. Mavra hanya diam saja. Sama sekali tidak ingin membocorkan sesuatu hal yang bisa membuat Finn marah besar. “Lihatlah, Terios. Tidak ada yang namanya kawan di Abodie In Hell. Semua akan memikirkan diri sendiri. Bukan begitu Mavra? Kenapa kau tidak mau membicarakan masalah buku yang kau terima?” tanya Finn yang berdiri di depan Mavra. Mavra hanya terdiam. dia tidak mau membocorkan buku kiriman dari anaknya tersebut. Finn hanya tersenyum menyeringai di balik mulutnya tersebut. “Hei. Robek semua pakaian Terios,” perintah Finn kepada anak buahnya. “Tapi, Finn. Kita tidak ada stok baju lagi di gudang? Setelah ini mereka tidak bisa pakai pakaian apapun,” jawab anak buahnya tersebut merasa khawatir. “Dia tidak perlu baju itu lagi.” Finn langsung menuju suatu sudut, mengambil cemeti dari meja. Sontak membuat mata kedua tahanan itu terbelalak. Mavra merinding melihat rekan satu kamarnya. Terios mendapatkan siksaan dari sipir Finn. Cemeti di tangan Finn berkali-kali terhempas ke kulit Terios yang berkerut akibat kurangnya gizi di penjara Abodie In Hell. Teriakan minta ampun Terios tidak menghentikan keganasan Finn untuk melepaskan cemeti di tangan kanannya ke tubuh Terios yang sudah tidak mengenakan apapun. “Bagaimana, Mavra? Apa kau tidak kasihan melihat rekanmu tersiksa?” tanya Finn kepada Mavra sembari memperlihatkan luka sabetan cemeti di tubuh Terios yang juga penuh dengan darah. Mavra hanya terdiam. Di satu sisi dia merasa sangat kasihan dengan Terios. Namun di sisi lain, dia juga tidak mau mendapatkan siksaan yang sama. “Lihat, Terios. Rekanmu tidak memedulikan kau. Jangan salahkan aku jika bersenang-senang dengan kau, Terios!” jawab Finn lagi. Terios hanya terbujur kaku. Dia masih bernafas, namun hanya bisa menahan sakit dari luka-luka bekas cemeti sipir Finn. Lemas tubuhnya. Makan malam saja tidak masuk seutuhnya, sisa tenaganya pun hampir habis. Matanya menatap ke depan, memantulkan bayangan Mara yang sejak tadi diteriakkan sipir. “Apa yang sudah kau lakukan, Mavra?” tanyanya dengan suara sangat kecil. Mavra tetap terdiam membisu namun, di sudut matanya terlihat air bening mengalir ke pipi. “Hei, Marco. Ke sini!” Finn memanggil salah satu anak buahnya tersebut. “Pegang ini.” Perintah Finn. “Pukul wajahnya,” lanjutnya usai memberikan sarung tangan penuh besi kepada Marco. Marco hanya terdiam. Dia tidak bergerak sama sekali. “Ayo, kemari. Pukul Terios!” perintah Finn yang akhirnya dia lakukan. Marco memukul wajah Terios dengan sarung tangan besi milik Finn. Namun pukulannya terlalu pelan, sehingga membuat Finn geram. Marco tidak tega karena tubuhnya sudah habis dipukul oleh bosnya. “Apa yang kau lakukan? Pukulan apa itu?” teriak Finn yang tidak puas dengan pekerjaan Marco. “Sini. Biar aku tunjukkan bagaimana cara memukul jika kau adalah pria sejati.” Finn mengambil sarung tangan dari Marco dan langsung memukulkannya ke arah Terios. Tiga pukulan terhujam ke wajah Terios. Alhasil wajah rekan sekamar Mavra hancur dan bercucuran darah. Finn tampaknya tidak puas dengan itu saja. Dia kembali melakukan beberapa pukulan ke wajah Terios dan diakhiri dengan pukulan ke perut. “Begitu caranya!” pekik Finn, lalu memberi perintah lagi, “Marco, kau cek." Marco meski berusia lebih tua dibanding Finn, namun secara pangkat dia di bawah Finn. Sehingga dia harus melakukan apapun perintah Finn. “Masih hidup, Tuan,” jawab Marco. “Cih, ternyata kuat juga dia.” Finn tampak tidak puas beberapa pukulan dan siksaannya kepada Terios masih membuat rekan sekamar Mavra ini masih hidup. “Tuan Finn, apa tidak sebaiknya kita sudahi saja? Terios sudah tidak bisa berbuat apapun,” tanya Marco yang dibalas tatapan mata tajam Finn ke arahnya. Segera Marco terdiam dan ciut. “Jangan ganggu kesenanganku. Jika kau tidak mau melihatnya, pergi dari sini,” balas Finn yang menunjuk ke arah Marco. Melihat ancaman Finn, Marco tidak berani berkata apapun lagi. dia juga tidak beranjak dari sana. Marco tahu jika dia pergi dari sana, Finn akan merundungnya sepanjang waktu. “Hei, Mavra. Lihat sini. Lihat!” teriak Finn yang membuat Mavra mau tidak mau harus melihat apa yang dilakukan Finn. Finn mengambil alat penanda angka hewan yang terbuat dari besi dan dibakar di arang. Tampak alat tersebut sudah tersedia di pembakaran arang dalam ruangan tersebut. Finn memainkan alat tersebut di depan Mavra. “Katakan apa yang anakmu kirimkan?” tanya Finn lagi dengan memainkan alat tersebut di depan wajah Mavra. Rasa panas dari bara dirasakan oleh Mavra. “Ti-tidak ada apa-apa, Tuan Finn. Hanya buku untuk aku baca,” jawab Mavra masih berkilah. “Jangan bohong!” pekik Finn langsung melepaskan sebuah pukulan ke wajah Mavra. “Aku temukan halaman tengah buku yang kau terima, ada lubang. Anakmu pasti mengirimkan barang ilegal masuk ke Abodie In Hell,” teriak Finn lagi kepada Mavra yang tidak bisa dia jawab. “Baiklah jika kau menutup mulut. Lihat nasib rekanmu karena ulahmu,” ancam Finn lagi sembari membawa alat pembakar yang dia pegang. Finn berdiri di depan Terios. dia menarik rambut Terios dan menatap rekan Mavra tersebut. “Rekanmu tidak menyayangi dirimu, Terios. Sayang sekali,” jawab Finn. Dengan segera Finn menancapkan alat pembakar itu ke mata kiri Terios. Teriakan pilu Terios terdengar bergema di dalam ruangan. Marco bergetar melihat penyiksaan tersebut. Dia yang tidak tahan melihat darah, harus melihat penyiksaan tersebut di depan mata. Finn tampak puas mendengar teriakan pilu Terios. dia melepaskan alat tersebut. Dan menempelkan alat tersebut ke tubuh Terios. Teriakan Terios kembali terdengar ke seluruh ruangan. “Berhenti, Tuan Finn. Berhenti!” jerit Mavra karena merasa kasihan pada Terios. Dia tidak salah, tetapi malah dianiaya. Keadilan memang susah ditemukan di negara ini. Hanya perkara buku saja, membuat orang hampir mati. “Baiklah. Saya akan memberitahu apa yang diberikan oleh anak saya,” jawab Mavra sambil berpikir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD