Pemilik gelang

1313 Words
Zoya membasahi wajahnya, dia menatap cermin di depannya. Memandangi wajahnya yang masih remaja. Sangat aneh baginya melihat lagi dirinya di usia belia. Tatapan polos itu tidak seperti tatapannya yang biasa dia lihat di cermin, pada usianya yang baru memasuki tiga puluh tahun. Tatapan di sana bukanlah tatapan bosan, melainkan tatapan dari seorang gadis yang naif. "Gimana mungkin ini bukan mimpi, gue beneran balik ke masa ini lagi?" Zoya menitikkan air mata, dia benar-benar tidak mengerti apa maksud semua hal yang baru saja terjadi padanya. "Gue harus apa?" Zoya menanyakan pada dirinya sendiri, sambil mengusap jejak basah di pipinya. Hingga matanya terpaku pada sebuah gelang dengan motif yang rumit, melingkar manis di tangannya. Mulutnya terbuka tak percaya dan dia tertawa karena gelang itu, seharusnya sudah menjadi milik Luna. Karena dia sendiri yang memberikannya. "Kenapa dengan gelang ini?" Zoya dengan sangat marah melepaskannya kasar, hingga menimbulkan jejak merah pada tangannya, kemudian melemparkannya ke cermin, hingga cermin di depannya retak, dan gelang itu menggelinding entah dimana. Berjalan keluar dari toilet wanita, Zoya tanpa sengaja hampir menabrak Sari. Gadis cantik yang juga sangat popular. Lebih lagi, Sari berpacaran dengan Navo Mudiarcana, anak seorang gubernur di Jakarta. "Jalan yang bener dong Zoe!" Sari menegur dengan sedikit kesal, karena bahunya sakit. Zoya memandangi wajah Sari sekilas, tapi langsung berlalu pergi menghiraukan tegurannya. Terdengar beberapa u*****n Sari yang ditujukan padanya, tapi dia masih tidak memperdulikannya. Sari masuk ke toilet sambil mengomel, dia benar-benar kesal dengan sikap Zoya barusan. Meskipun dia dan Zoya memang tidak pernah bersikap baik sebelumnya, tapi mereka tidak saling menyakiti juga. Karena sama seperti dia yang akan memiliki banyak orang yang membelanya dan berada di sisinya untuk mendukungnya, Zoya juga memiliki pendukung seperti itu. Dan ini kali pertama Zoya menunjukkan sikap angkuh seperti itu. "Ih, sejak kapan cerminnya pecah?" Sari melihat retakan pada cermin besar di depannya, dan merasa sedikit merinding. Karena beberapa orang bilang, tidak boleh bercermin pada kaca yang retak. Buru-buru dia masuk ke bilik toilet untuk buang air kecil. Saat itu Sari tanpa sengaja melihat sesuatu yang berkilau, sangat cantik hingga tidak tahan untuk segera mengambilnya. "Gila, punya siapa ini?" Sari terpukau dengan kecantikan motif dan warna pada gelang tersebut. Dia tidak yakin apakah itu gelang mahal atau bukan, tapi dari bentukannya dia sangat yakin pemiliknya juga pasti bukan orang biasa. "Lah, kok cocok gini di tangan gue?" Sari mencoba memakai gelang yang baru di temukannya, dan merasa tidak rela untuk melepaskannya lagi. "Gue pake aja, tapi gimana kalo ternyata ada yang nyari? Gue gak mau dituduh nyuri!" Sari sangat menyukai gelang tersebut, tapi dia tidak mau reputasinya tercemar karena tertuduh mencuri gelang. Meletakkan kembali gelang tersebut di lantai, dia dengan perasaan tak rela meninggalkannya keluar dari bilik toilet tersebut. Ternyata ada tiga orang anak kelas satu yang baru masuk, mereka langsung tersenyum ramah menyapanya. Sari balas tersenyum, dia agak terburu-buru ingin keluar dari toilet. Entah bagaimana, dia masih terus memikirkan gelang cantik yang tidak jadi diambilnya. Bahkan sampai jam istirahat, saat di kantin, Sari tidak nafsu makan karena teringat betapa sayangnya jika gelang itu ditemukan orang lain, kemudian dijual. "Kenapa mukanya ditekuk? Nih, aku mau balik kelas lagi. Habisin ya?" Navo mengulurkan tangannya memberikan coklat dari kantong celananya, lalu mengusap puncak kepala kekasihnya. Teman-teman Sari langsung heboh menyoraki keduanya. "Oh, iya makasih ya, sayang!" Sari malu-malu, karena bukan hanya teman-temannya, tapi anak-anak lain juga melihat iri ke arahnya. "Kak Sari?" seseorang memanggil dari arah belakang Sari. Sari menoleh, dan ternyata yang memanggilnya adalah adik kelasnya yang tadi bertemu dengannya di toilet. Dia menunjukkan keramahan dengan memberikan senyum lebarnya. "Ini kak, aku nemuin ini di bilik toilet. Ini milik kakak 'kan?" Sari melihat gelang cantik yang memenuhi pikirannya, dan dia melihat pada anak yang memberikan padanya. Mungkin anak itu berpikir gelang itu miliknya, karena melihatnya keluar dari bilik toilet, dimana gelang itu tergeletak di lantai. "Oh, iya makasih!" Sari mengambilnya dengan senyum yang begitu lebar, karena gelang itu diberikan padanya, maka mungkin dia memang pemilik sejatinya. "Iya kak!" Adik kelasnya itu langsung pergi. "Sejak kapan kamu punya gelang ini?" tanya Navo dengan penasaran. Dia adalah orang yang selalu berada dekat dengan Sari, dan dia cukup yakin Sari belum pernah memakai gelang seperti itu. "Hari ini, cantik 'kan?" Sari memamerkannya di hadapan Navo. Navo mengangguk setuju kalau gelang itu memang menarik. Tapi dia masih heran, karena kekasihnya belum memakai gelang itu pagi tadi. Dia sedikit curiga kalau ada laki-laki lain yang menghadiahkan gelang itu pada Sari. Tentu jika seperti itu, dia tidak akan suka. Sari terus-terusan dengan sengaja memamerkannya pada teman-temannya. Dia tidak lagi peduli dengan pemilik asli gelang tersebut. Yang pasti, gelang itu sangat sulit untuk ditolak. Berjalan sambil mengobrol dengan teman-temannya, Sari mencuri perhatian banyak orang, karena kecantikannya. Tentu, karena orang-orang dengan terang-terangan melihat ke arahnya, itu membuatnya merasa semakin bahagia. Bukan gila kepopuleran, tapi dia hanya suka saat orang-orang memperhatikannya. "Sari, cowok Lo katanya mau ikut olimpiade ya? Padahal kan dia turnamen bola basket juga!" tanya teman Sari itu dengan sedikit penasaran. "Ya, dia kepilih gitu. Gak tahu deh gimana dia nge-handle tentang masalah itu. Soalnya, ketua tim basket milih dia masuk ke tim. Itu, si Lander itu!" Sari tahu banyak teman-temannya yang suka dengan Lander, meskipun sikap laki-laki itu sangat kaku dan menyebalkan. Tapi, mereka selalu bisa memaklumi laki-laki tampan yang cerdas dan ambisius tersebut. Intinya asal kamu tampan, maka sikap burukmu akan dimaklumi. "Oh, gitu. Lander juga sama kan? Dia ikut olimpiade sama turnamen?" tanya temannya yang lain membagikan info tentang tersebut. "Gak tahu deh, kalian duluan gak papa deh, gue mau ke kelas cowok gue dulu!" Sari masih ingin bertemu dengan kekasihnya, dan melihat kesibukan apa yang sedang dilakukannya. "Ye, ikut aja deh!" Keempat orang itu pergi menuju kelas Navo. Seperti dugaan mereka, kelas itu sedang digunakan oleh anak-anak yang akan ikut olimpiade untuk berkumpul. Mereka hanya mengobrol biasa, sambil mengobrolkan lawan-lawan yang akan mereka hadapi nantinya. "Loh, ada apa?" Navo terkejut melihat kekasihnya sudah berjalan dari pintu menghampirinya. "Enggak, cuma mau kasih semangat!" Sari sangat malu mengatakannya, tapi dia suka saat bisa membuat kekasihnya tersenyum lebar kepadanya. "Lepas!" ujar seseorang membuat semua orang di situ jadi kaget dan bingung. "Gelang itu, lepasin!" Lander memberikan perintah dengan galak. Semua temannya tahu Lander sedang marah. Semua mata langsung tertuju pada gelang di tangan Sari. Terutama Navo, dia bingung karena beberapa saat lalu Sari mengakui itu miliknya. Kenapa Lander memintanya melepaskannya? "Apa maksud Lo? Gelang ini dari Lo?" Sebelum menaruh curiga, Navo lebih suka langsung mempertanyakannya. Lander tidak merespon, dia hanya menatap tajam pada Sari. Tatapan penuh tuduhan itu membuat Sari jadi takut. Dia bersembunyi di balik kekasihnya. Terlalu malu untuk melepaskan gelangnya, karena artinya orang-orang akan tahu dia mengakui milik orang lain. "Itu punya gue!" Lander menjawab kecurigaan Navo. Karena tahu beberapa orang jadi salah paham, karena dia meminta gelang yang sedang dipakai oleh kekasih temannya. "Hah? Ini kan gelang cewek!" Sari benar-benar tidak mau menyerah, karena terlalu banyak orang melihat mereka saat ini. Lander menyunggingkan senyumnya. Dia mengalihkan tatapannya pada Navo. "Itu punya cewek yang suka sama gue! Ada nama gue terukir di gelangnya. Coba aja cek kalau gak percaya!" Mendengar ucapan Lander, Navo hendak langsung memastikannya. Tapi kekasihnya sudah lebih dulu melakukannya. Sari sudah melepaskan gelang tersebut, dan dia akhirnya menemukan nama Lander di sana. Terkejut dan malu, Sari memberikannya pada Navo. "Gue gak suka sama Lander, jadi ini bukan punya gue!" Sari langsung berjalan keluar dengan sedih, dia bahkan menangis dan langsung berlari. Navo hendak memanggil kekasihnya, tapi dia kemudian melihat gelang tersebut untuk memastikan ada nama Lander di sana. "Jadi, ini punya siapa?" Navo ingin memastikan, kalau cewek yang dimaksud Lander menyukainya itu bukan kekasihnya. Karena kekasihnya begitu senang saat memakai gelang itu tadi. Dan dia tahu karakter kekasihnya, Sari tidak akan mengambil milik orang lain. Lander tidak menjawab dengan lisannya, tapi arah tatapannya sudah cukup menjelaskan. Dia menatap pada seorang gadis yang tertidur lelap dengan duduk bersandar ke tembok, terlihat begitu cantik bahkan dalam tidurnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD