Melihat gelang yang kembali melingkar di tangannya, Zoya hanya terus memandanginya. Pikirannya kembali membawanya pada waktu ketika berada di pernikahan Luna dan Lander. Apa kesalahannya, hingga dia terlempar ke masa lalu, dan menjalani kehidupan ini sekali lagi? Padahal jika dia mati karena luka tusukan Luna sangat fatal, dia sama sekali tidak menaruh dendam. Kematian adalah suatu waktu yang kadang dia inginkan.
"Kenapa sih, Zoya?" Tisa merasa ada yang aneh dengan temannya itu, karena terlihat tidak seperti biasanya. Raut wajahnya sangat suntuk.
"Lo balik duluan aja, gue masih pengen di sini!" Zoya malas menjelaskan apapun, karena perasaannya juga saat ini sedang kacau.
"Heh, yakin Lo?" Tisa semakin curiga ada yang tidak beres dengan temannya. Dia mengulurkan tangannya untuk mengusap bagian kepalanya, khawatir jika keanehan Zoya adalah akibat dari terkena lemparan bola tadi pagi.
Di tempat duduknya, Lander tampak mencuri pandang pada sosok Zoya. Dia juga melihat kekhawatiran di wajah Tisa. Tidak bisa tidak mengerutkan keningnya, karena dia bisa melihat ada yang berbeda dengan sikap Zoya.
"Lander, Lo udah minta maaf belom ke Zoya. Gara-gara Lo, Zoya sampai pingsan tadi!" Tisa tiba-tiba meneriaki Lander, karena hanya laki-laki itu yang bisa di salahkan, jika benar terjadi sesuatu pada kepala Zoya.
Lander tampak tidak peduli. Dia langsung bangkit dan akan keluar dari kelas tersebut. Tapi dia kemudian merasakan kepalanya ditimpuk oleh sesuatu. Rasanya tidak terlalu sakit, tapi membuatnya sangat marah.
Berbalik dengan ekspresi wajah kesal, Lander langsung mencari pelaku pelemparan. Mengambil pena di lantai, dia akan memberikan pelajaran pada orang yang telah berani melakukannya.
"Lihat, Lo cuma ditumpuk sama pena gitu aja marah. Apa lagi temen gue! Lo kenain bola basket kuat banget sampai dia pingsan!" Tisa agak takut saat melihat wajah kesal Lander, sebelum Lander menyalahkannya, dia segera menyalahkannya lebih dulu.
Lander menghampiri meja Zoya. Dia meletakkan dengan keras pena tadi di hadapan Zoya dan Tisa. Tapi tatapannya lebih terarah pada Tisa yang berdiri di sebelahnya.
"Gak usah cari perhatian! Karena gue tetep gak akan tertarik. Bilangin ke temen Lo ini, untuk gak usah sok nge-drama!" Lander memperingatkan Tisa, tapi ucapannya untuk menyakiti Zoya.
Di sekolah itu, siapa yang tidak tahu kalau Zoya menyukai Lander. Dan Lander terus saja menolaknya. Karena tidak ada yang bisa meluluhkan hati seorang Lander. Tidak heran jika Lander pikir Zoya sedang berpura-pura memainkan peran korban tak bersalah, karena jika itu adalah Zoya di masa lalu, sesuatu seperti itu mungkin saja dilakukan. Zoya sangat menyukai Lander, hampir segala cara dilakukan untuk menunjukkan rasa sukanya.
"Apa maksud Lo? Gila ya, Lander Lo gak akan mati hanya dengan mengucapakan kata maaf, apa susahnya sih? Malah nuduh Zoya nge-drama lagi!" Tisa sangat tidak terima, Lander terlalu besar kepala, semua juga karena Zoya terus memujanya. Akibatnya, laki-laki itu jadi tidak bisa menghargainya.
Zoya dari tadi hanya diam. Tapi kemudian dia bangkit dari duduknya, tangannya menarik kerah kemeja Lander untuk mendekatkan wajah mereka. Mata mereka saling bertatapan, karena Zoya memiliki tinggi hampir sama dengan tinggi badan Lander.
"Lo punya hutang sama gue! Semua karena Lo! Berhenti bersikap arogan!" Zoya melepaskan tangannya pada baju Lander, dan menarik Tisa untuk pergi dari sana.
Zoya sudah sangat paham dengan sikap Lander, laki-laki yang dia kagumi ketampanannya, kecerdasannya itu memang selalu bersikap seperti itu persis dengan apa yang ada di ingatannya. Bahkan sampai akhirnya mereka lulus sekolah pun, Lander akan tetap menunjukkan sikap tidak menyukainya.
Setelah berada di luar kelas, Tisa langsung memeluk temannya itu. "Nah gitu dong, gue gak nyangka lo bisa lakuin itu ke Lander!"
-
Di dalam kelas, Lander masih dibuat terkejut dengan apa yang baru dikatakan oleh Zoya. Itu pertama kalinya Zoya bicara dengan marah seperti itu padanya. Apa maksudnya dengan hutang? Apa karena terkena bola basket? Lander merasa awalnya sikap Zoya agak berlebihan, tapi kemudian dia tahu kalau Zoya memang terlihat sangat marah padanya. Terlihat dari tatapannya barusan.
"Sial, gue telat!" Lander ada jadwal latihan basket, dia seharusnya sejak tadi ke lapangan.