Pasien VIP

1030 Words
Sejak kejadian itu, Raksa selalu ditemani oleh perawat kemanapun dia pergi. Padahal dia tidak melakukan kesalahan besar, hanya sedikit kesalahpahaman.  "Dokter Alam pasti khawatir kalau tahu kau nongkrong di atap gedung lagi!" Fikar tidak tahu bagaimana memahami remaja seperti Raksa, tapi dia tahu cara bicara dengannya.  Raksa menoleh sekilas, dia kembali fokus dengan gambarannya. Sore hari, dengan cuaca mendung, dia paling menyukai berada di atap pada saat itu. Berhasil menipu perawat, akhirnya dia bisa sendirian di sini. Tapi malah datang dokter Fikar.  "Aku tidak mengerti apa hubunganmu dengan wanita itu, tapi sepertinya wanita itu tidak pernah datang lagi!"  "Dia akan datang!" jawab Raksa yakin.  Dia yakin bisa bertemu dengan Zoya melalui Tisa. Tentu dia tidak boleh putus asa. Setidaknya sebelum kematiannya, dia ingin bertemu dengan gadis itu.  "Papaku kembali masuk berita utama, dia mungkin tidak akan datang dalam waktu cukup lama!" Raksa melihat ke bawah, dimana ada beberapa orang berlalu lalang di bawah sana. Dia dulu merindukan rumah, kini dia tahu bukan rumah yang dirindukannya, tapi kedua orangtuanya.  "Kau juga percaya dia akan masuk penjara?" Fikar agak terkejut, karena Raksa selalu yakin papanya tidak bersalah. Tapi dari apa yang dikatakannya, sepertinya anak itu sudah berhenti percaya.  Raksa tidak tahu, dia ingin percaya kalau papanya tidak mungkin terlibat dalam kasus korupsi. Tapi, apapun yang terjadi nanti, tidak akan mengubah hubungannya. Papanya pasti punya alasan.  "Papaku hanya manusia, ada kalanya mungkin dia lelah dan membuat kesalahan!" Raksa memejamkan matanya, merasakan embusan angin menerpa wajahnya.  Fikar jadi merasa kasihan dengan anak itu. Masa kecilnya direnggut, setelah bisa bernapas lega masa remajanya kembali direnggut. Terkurung dalam tubuh lemah dan terjebak dalam belenggu rumah sakit. Anak itu tahu hidupnya sulit, sehingga tidak ingin mempersulitnya lagi dengan membenci papa dan mamanya.  "Yah, jangan terlalu dipikirkan. Kau tidak mau kembali? Bukan hanya kau yang akan sakit, aku juga jika tetap di sini lebih lama lagi!" Fikar merasakan udaranya semakin dingin, dia akan mengajak anak itu masuk.  Mengerti maksud ucapan Fikar, Raksa menyetujui jika mereka harus kembali. Sebentar lagi juga akan turun hujan. "Ayo!" ajaknya sambil membereskan alat-alat gambarnya.  "Jika bukan karena aku, pasti dokter lain akan panik!" Fikar menggerutu. Karena fakta Raksa pernah ingin bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atap gedung rumah sakit, pasti akan menimbulkan perasaan waspada saat anak itu berada di atap sendirian.  Keduanya menuruni tangga, Fikar berjalan sambil merangkul pundak Raksa. Secara diam-diam sedikit mendekapnya, karena bisa merasakan dinginnya tubuh Raksa.  "Kau lihat dokter Luna. Dia galak, tapi kemampuannya terkenal cukup hebat!" lagi-lagi Fikar mengajak bergosip.  "Memangnya dia dokter apa?" Raksa melihat dokter itu agak sombong. Sebenarnya karena dia jarang melihatnya.  "Dokter bedah. Dia seharusnya sudah menikah, tapi tunangannya membatalkan pernikahan tepat sebelum akad dilaksanakan. Sangat menyedihkan!" Fikar tidak begitu mengenal dekat dokter Luna. Tapi tetap saja mendengar kabar tersebut, dia ikut sedih tiap melihatnya.  "Karena apa?" Raksa jadi agak penasaran.  "Entahlah, katanya sih karena tunangannya berselingkuh!" Fikar terlihat agak ragu saat mengatakannya, karena ada banyak kabar bertebaran.  Raksa mengernyit, dia baru sadar yang berbicara dengannya adalah dokter Fikar. Tukang gosip di rumah sakit tersebut. "Aih!"  "Hei, kenapa kau berlari meninggalkanku!" Fikar berusaha mengejar langkah Raksa, remaja itu berlari meninggalkannya. Padahal dia yang menjemputnya dari atap.  — Karena pembicaraannya dengan dokter Fikar, Raksa jadi ingin menggambar wajah dokter Luna. Meskipun jarang bertemu dan tidak mengenal baik karakternya, tapi dia menggambarkan dokter Luna yang kesepian. Meskipun tidak pernah diperlihatkan di wajahnya, seorang wanita pasti merasa terluka setelah dicampakkan oleh laki-laki yang akan dinikahinya.  "Kau sudah minum obatmu?"  Raksa kaget saat mendengar suara seseorang. Karena fokus menggambar, dia sampai tidak mendengar ada yang masuk ke ruangan rawatnya. Dan orang itu adalah dokter Alam.  "Kenapa dokter masih di sini?" Raksa kaget, karena dokter Alam biasanya sudah pulang sore hari. Tapi ini sudah sangat larut, dan dokter Alam masih di sini.  "Ada pasien yang membutuhkan pantauanku!" jawab dokter Alam sambil mengecek kondisi Raksa, karena dokter Fikar baru memberitahu kalau Raksa agak demam.  "Aku? Aku hanya sedikit demam!" Raksa kurang suka dengan keberadaan dokter Alam. Dokter yang selalu mengingatkannya tentang keadaannya yang sakit.  Dokter Alam sedikit menaikkan ujung bibirnya. "Bukan, pasien lain!"  "Kau pasti kesal, karena tidak bisa pulang!" Raksa sangat tahu itu.  Dokter Alam menatap remaja di depannya. Raksa mungkin bosan, dia memahami hal itu. Atau mungkin juga memikirkan tentang kasus yang menjerat papanya. Tapi dia belum pernah melihat anak itu menangis, kecuali saat Raksa ingin bunuh diri hari itu.  "Pasien di ruangan VIP, dia seorang wanita muda. Katakan, kenapa waktu itu kau ingin masuk ke ruangannya?" Alam memberikan sedikit informasi tentang pasien, demi mengetahui tujuan pasiennya hingga ingin menerobos ruangan VIP.  Raksa langsung mengangkat pandangannya, dia terkejut mendengar Informasi kalau yang ada di ruangan VIP, yang dikunjungi oleh Tisa adalah seorang wanita muda. Jantungnya berdebar kencang.  "Bolehkah aku tahu namanya?"  Menggeleng, Dokter Alam duduk di pinggiran tempat tidur. Dia menghirup napas panjang. "Pasien VIP biasanya ingin namanya dirahasiakan. Tapi anehnya, bahkan aku juga tidak dapat mengetahui namanya. Mungkin gadis itu seorang artis!"  "Artis?" Raksa mengulangi yang dikatakan dokter Alam barusan.  "Jadi, katakan apa tujuanmu hari itu? Kau sepertinya juga tidak tahu siapa orang di dalam sana, bukan? Kenapa kau ingin masuk ke sana?" Dokter Alam memperjelas tujuannya membahas masalah itu lagi.  Raksa memperhatikan dokter Alam. Dia tidak tahu akan mengatakan apa. Tidak mungkin dia mengatakan melihat seseorang yang pernah ada di mimpinya.  "Kupikir aku mengenalnya. Bisakah dokter mencari tahu tentang pasien di ruangan VIP itu?" Raksa tidak bisa menjelaskan, tapi dia merasa dokter Alam lah yang bisa membantunya.  "Kupikir? Jangan bercanda, Raksa. Ruangan itu dijaga ketat, selain karena kondisi pasien, pasti juga ada alasan lainnnya. Aku tidak akan bertindak hanya karena kau berpikir mengenalnya!" Dokter Alam agak menyesal bicara dengan Raksa, karena anak itu masih tidak mau mengatakan tujuannya.  Raksa hanya diam, dia juga tidak tahu. Dia hanya bisa berharap Tisa datang lagi ke rumah sakit ini, dia bisa langsung menemuinya untuk menanyakan tentang Zoya.  "Dokter bisa pergi kalau sudah selesai!" Raksa mengusir dokter Alam dari ruangannya. Dia jadi semakin penasaran, siapa sebenarnya pasien VIP yang koma itu. Apakah mungkin? Tidak! Raksa langsung menghilangkan pemikiran itu.  "Fokus saja pada kondisimu, Raksa. Jangan lakukan kekonyolan, hanya karena bosan. Menganggu pasien lain akan membuatmu dipindahkan dari rumah sakit ini!" Dokter Alam kini menganggap kalau Raksa memang hanya iseng. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD