Hari itu Raksa memperhatikan lorong menuju ruangan VIP. Dia mulai menebak-nebak siapa yang sakit? Siapa yang coba dikunjungi oleh Tisa? Kapan wanita itu akan datang lagi ke Rumah sakit, sehingga dia bisa menanyakan tentang Zoya padanya.
Dia telah mencari tahu tentang Zoe Pyralis, mengumpulkan banyak informasi tentang wanita cantik itu. Zoya adalah supermodel yang sering memiliki jadwal bepergian keluar negeri. Memiliki beberapa tempat singgah, hingga media kesulitan menemukan keberadaannya. Terdapat juga berita yang menyebutkan Zoya sedang liburan dan tempatnya tentu dirahasiakan. Dari pencariannya, baru Raksa ketahui, kalau mamanya Zoya sudah meninggal beberapa tahun lalu. Status Zoya saat ini masih lajang, artinya wanita itu kini sendirian. Membuatnya khawatir.
"Ada apa?" Alam bersama perawat baru saja akan memeriksa kondisi pasien di lantai tersebut, dan menemukan Raksa sedang berdiri melamun menatap lorong VIP.
Raksa menoleh, dia menatap sebentar mata dokter Alam. Kemudian tertunduk dengan disertai gelengan. "Tidak!"
"Kembali ke ruanganmu!" Alam juga tidak peduli tentang apa yang sedang pemuda itu lakukan. Dia langsung berlalu menuju ruangan terdekat dimana pasiennya telah menunggunya.
Raksa memperhatikan punggung dokter Alam, dia tidak berani bertanya kepadanya tentang Zoya. Bagaimanapun, setahunya Alam dan Zoya tidak begitu dekat di mimpinya. Dan dia juga tidak bisa menanyakan tentang Zoya begitu saja. Bagaimana jika dokter Alam bertanya dari mana dia tahu kalau mereka dulu teman sekolah. Pasti akan rumit, jika melihat karakter dokter Alam, laki-laki itu juga pasti tidak akan mau menjawabnya.
"Apakah aku harus bertanya padanya atau tidak? Bagaimana caranya aku bertanya?" Raksa sangat ingin bertemu dengan Zoya secara nyata, tapi dia tidak tahu harus memulainya dari mana.
"Apakah Tisa akan datang lagi?" Raksa sangat berharap bisa melihat Tisa lagi.
Kembali ke ruangannya, Raksa hanya bisa menunggu sesuatu yang tidak pasti. Apa lagi yang bisa dilakukannya?
—
Setelah libur kemarin, Fikar harus kembali memulai aktivitas seperti biasa. Dia datang ke Rumah Sakit agak siang. Saat itu dia melihat Raksa di bangku teras. Sangat jarang anak itu duduk di sana. Dia pun langsung menghampirinya.
"Pagi!"
"Sudah siang!" jawab Raksa tanpa mengangkat pandangannya dari buku sketsa. Dia tahu itu dokter Fikar hanya dari suaranya.
"Kenapa duduk di sini? Menunggu gurumu datang?" Fikar ikut duduk di sebelah Raksa.
Menggeleng, Raksa melirik sekilas pada dokter Fikar. "Guruku hanya bisa datang seminggu tiga kali. Dan hari ini bukan jadwalnya!"
"Lalu, kenapa kamu ada di sini? Menunggu mama atau papamu?" Fikar ingat jika Raksa pernah mengatakan ingin laptop baru, karena laptop lamanya dia rusak. Apakah karena itu anak ini ada di sini?
"Tidak, mama dan papaku sibuk. Aku tidak pernah menunggu mereka!" Raksa mengulangi ucapannya yang sudah sering dia ucapkan pada perawat atau dokter yang menanyakan tentang orangtuanya.
Fikar menghirup napas panjang, menghembuskan dengan pelan. Raksa terlihat sedang dalam mood yang tidak bagus. Jadi dia harus sabar. "Kamu menunggu kiriman laptop?"
"Aku mendapatkan laptop dari mama yang dikirimkan kurir pagi ini!"
Lagi-lagi Fikar mencoba memaksakan senyum, anak itu jadi mengesalkan. Jadi apa yang sedang ditunggunya?
"Aku menunggu orang ini lewat!" Raksa menunjukkan hasil gambarannya pada dokter. Dia menggabungkan ingatan di mimpinya dengan apa yang dilihatnya kemarin tentang sosok Tisa. Dia berharap jika wanita itu datang lagi ke sini, akan ada yang memberitahunya.
Fikar memperhatikan sosok wanita yang digambar Raksa dalam bentuk sketsa. Dia seperti mengenalinya. "Siapa dia? Kerabatmu?"
Mengambil buku sketsa dari tangan dokter, Raksa memperhatikan gambarannya. "Dia temannya kakakku!"
"Hei!" Fikar tertawa, tahu anak itu mengerjainya. "Jangan bicara omong-kosong, kau mau menipuku? Kau anak tunggal, semua di sini juga tahu!"
Raksa malas menjelaskan, dia memang anak tunggal. Tapi memangnya anak tunggal tidak boleh memiliki kakak? Apalagi jika kakaknya secantik Zoya. Meskipun mungkin hanya dia yang merasa seperti itu. Zoya pasti membencinya.
"Tapi aku sepertinya pernah bertemu dengan wanita ini. Dia menuju lorong ruangan VIP!" Fikar sekarang sudah yakin dengan ingatannya.
"Hah, kau juga pernah melihatnya? Bisakah kau memberitahuku ruangan VIP mana yang dimasukinya?" Raksa menatap dokter Fikar penuh harap. Tapi dokter Fikar terlihat hanya diam dan bingung. "Aku sudah bertanya pada staf rumah sakit, mereka tidak bisa memberitahuku karena aturan!"
Fikar masih bingung, kenapa juga Raksa penasaran dengan wanita itu. "Kerahasiaan pasien VIP terjaga dengan baik. Lagi pula kenapa kau mau tahu?"
"Bisakah jawab saja pertanyaanku. Lagipula aku tidak bertanya tentang hal yang lebih pribadi!" Raksa agak kesal.
Fikar tidak tahu tentang siapa saja pasien VIP yang dirawat di sini. Bagaimana dia akan menjawabnya? "Hanya staf yang bisa mengakses datanya dan dokter mereka sendiri. Kenapa kamu kesal?"
"Dokter biasanya suka bergosip!" Raksa menggerutu.
"Dasar!" Fikar mendengar gerutuan Raksa, dia jadi kesal juga sekarang.
"Kau tahu ruangan VIP yang dijaga ketat oleh dua orang berbadan tegap. Nah, wanita itu sepertinya mengunjungi ruangan itu. Tapi aku tidak tahu pasti. Sudahlah, aku bisa jadi stres bicara dengan bocil!" Fikar bangkit dari duduknya, dia masuk meninggalkan Raksa.
Raksa tidak tahu apakah dengan dia tahu tentang pasien VIP yang dikunjungi Tisa, dia akan bertemu lagi dengan Tisa atau tidak. Tapi setidaknya, mungkin dia bisa bertanya nomor telepon Tisa pada pasien VIP tersebut.
Ide rasa cukup bagus, tapi saat dia mencoba untuk menemui pasien VIP di ruangan yang dijaga ketat tersebut, dia malah diusir. Tidak tahu siapa yang sebenarnya ada di dalam sana, kenapa tidak boleh menemuinya sebentar saja.
"Ada apa ini?" Seorang dokter melihat ada pemuda dengan pakaian pasien sedang berhadapan dengan dua orang penjaga.
"Dia hendak masuk, meskipun dilarang!" ujar salah satu penjaga.
Raksa agak malu, dia hanya ingin bisa menemukan Tisa. "Aku hanya ingin bicara dengan pasien di ruangan ini!"
Semua orang memandangi Pemuda berwajah pucat. Terutama sang dokter. "Kau sedang bercanda? Kau tidak mengenal pasien dan ingin menerobos masuk. Apa yang coba kau bicarakan dengan pasien koma?"
Raksa langsung melebarkan matanya terkejut. Dia tidak tahu kalau pasien VIP yang kemungkinan dikunjungi Tisa adalah pasien Koma. Menundukkan kepalanya, dia tidak bisa berkata-kata ditatap begitu oleh dokter.
"Kau pasien yang juga dirawat di lantai ini? Artinya kau pasiennya dokter Alam, benar?" Dokter itu bertanya, Raksa hanya menjawab dengan anggukan.
Dokter itu meminta Raksa untuk kembali ke ruangannya. Tapi kemudian dia langsung menghubungi dokter Alam tentang masalah yang dilakukan pasiennya.
Dokter Alam mendengarkan dengan kening berkerut. Saat ini dia sedang di toilet, seorang dokter menelponnya dan mengeluh tentang pasiennya. Dia agak terkejut itu adalah Raksa, anak tidak biasanya akan mengganggu orang lain.
Dia mengatakan pada dokter yang memberitahunya, akan menanyakan langsung pada pasiennya. Karena semua pasti ada penjelasannya, kenapa anak itu ingin masuk ruangan VIP.
Sayangnya, dokter Alam tidak mendapatkan penjelasan apapun dari Raksa. Anak itu hanya terus diam dan meminta maaf. Apalagi yang bisa dilakukannya?