Mungkin tak lagi sama

1022 Words
Zoya benar-benar mentraktir Gerald secangkir coffee americano setelah sesi pemotretan. Laki-laki itu penggemar berat segala jenis kopi. Sedangkan Zoya, dia hanya butuh kopi saat dirinya ingin tetap terjaga saja. Karena setelah minum kopi, Zoya akan merasakan detakan jantungnya menjadi lebih cepat, hingga akhirnya membuatnya tetap terjaga, lebih parah lagi tidak bisa tidur selama dua hari penuh. "Seharusnya kita ajak Mia dan Ariel juga. Sangat jarang bisa menikmati suasana tenang di cafe ini!" Gerald sangat suka datang kesini bersama temannya atau hanya sendirian. Dan suasana cafe biasanya selalu ramai. Zoya mengangkat pandangannya dari layar ponselnya. Dia melihat pada Gerald yang duduk di depannya. Menatapnya penuh peringatan. "Lo udah janji, kita akan menyembunyikan tentang ini sampai gue naik panggung catwalk!" Tertawa, Gerald langsung melirik Zoya mendengar bagaimana gadis itu tidak terlalu mempercayainya. "Tenang aja, gue inget. Zo, Lo ngerasa gak kalo akhir-akhir ini Lo terlalu serius. Sampai gak bisa bedain mana yang hanya sekedar obrolan santai dan obrolan serius!" "Mm." Zoya tidak bermaksud menanggapi lebih jauh. Tentu saja ada yang berbeda, karena yang duduk di hadapan Gerald sekarang adalah Zoya yang sudah pernah berusia tiga puluh tahun. Cara berpikirnya jelas sudah berubah. Saat akhirnya kembali menjadi Zoya diusia belasan, kembali melewati waktu yang sangat mustahil untuk dipercaya, jiwanya tetap lah bukan lagi Zoya usia belasan yang sebenarnya. "Wah, jodoh!" Gerald tiba-tiba berseru dengan senyum aneh di wajahnya. Zoya tentu tidak mengerti maksud dari perkataan Gerald barusan. Dia menanyakan pada Gerald melalui alisnya yang naik dan matanya yang melebar. Karena terlalu malas untuk membuka suara. "Ada gebetan Lo tuh. Dia liatin kita tadi. Pas gue tatap balik, dia langsung memalingkan muka. Orang pintar memang selalu sok!" Gerald berkomentar tanpa ragu, dia sudah biasa melontarkan komentar seperti itu, apalagi tahu kalau Zoya selalu mengagumi Lander terlepas dari sikap sombongnya. Zoya mengikuti arah pandang Gerald. Dan melihat jauh di belakangnya, Lander sedang duduk sendirian dengan buku yang sedang dibacanya, tapi ada earphone terpasang di telinganya. Tidak tahu laki-laki itu sebenarnya sedang membaca buku atau mendengarkan musik. "Biarkan saja, dia selalu suka sendirian!" ucap Zoya yang sedikit mengangkat ujung bibirnya, membentuk senyum tipis sebelum akhirnya kembali fokus pada ponselnya. Melihat Zoya yang bereaksi seperti itu, Gerald tidak bisa tidak heran. Tersenyum sambil menggelengkan kepalanya, dia begitu takjub, karena ternyata Zoya tidak tertarik untuk menghampiri gebetannya yang sedang sendirian. Sebelumnya dia berpikir, Zoya akan langsung bersemangat untuk mendekati Lander, betapa mengejutkannya melihat Zoya bahkan tidak menatap laki-laki itu lebih dari satu menit. "Lo masih Zoe Pyralis temen gue yang bucin Lander sejak kelas satu SMA, bukan? Wah, Mia sama Ariel pasti gak akan percaya, teman mereka yang bucin akut pada anak terpintar di sekolah hanya bereaksi seperti ini!" Gerald tidak berniat berhenti menggoda gadis cantik yang duduk di depannya itu, karena dia sangat tahu Zoya begitu menyukai Lander. Hal yang langka melihatnya menunjukkan ketidaktertarikan pada Lander. Memutar bola matanya, Zoya sangat ingin membungkam mulut Gerald dengan sepatunya. Laki-laki itu mengatakannya terlalu keras, orang-orang di sekitar jadi melihat ke meja mereka. "Capek gak sih Ge, suka sama orang yang bahkan gak melirik kearah Lo. Anggap aja, gue udah capek!" Zoya tidak menjelaskan secara langsung kalau dia tidak lagi tertarik dengan Lander. Bagaimanapun, laki-laki itu menjadi penyebab dia kembali ke masa lalu dan menjadi remaja lagi. Lander benar-benar berhutang banyak padanya. Gerald malah tertawa, dia mengulurkan tangannya untuk menepuk puncak kepala Zoya. "Gak tahu itu hanya keputusasaan atau yang sebenarnya. Tapi orang yang akan benar-benar menyesal adalah laki-laki itu. Karena mengabaikan gadis cantik kesayangan kami!" Zoya yang hampir marah, karena Gerald meragukan ucapannya dan berpikir dia hanya sedang putus asa terhadap perasaannya pada Lander. Tetapi karena Gerald mengatakan tentang kesayangan kami, dia tidak merasa terlalu kesal lagi. Yah, meskipun dia tahu pada akhirnya pertemanannya dengan Gerald, Mia dan Ariel hanya berlangsung singkat, tidak seperti pertemanannya dengan Tisa, tapi setidaknya dia tahu kalau pertemanan singkat itu tidak palsu. "Baiklah, jangan bahas tentang hal seperti itu lagi. Lebih baik nikmati kopimu. Setelahnya antar gue balik!" Zoya kembali melihat pada layar ponselnya. Sesekali akan menyahuti ucapan Gerald. Laki-laki itu terus saja memiliki bahan pembicaraan yang bisa membuatnya kesal dan merasa senang secara bersamaan. Zoya baru menyadari, kalau Gerald sebenarnya selalu menjadi orang yang menyenangkan. Di sisi lain, Lander baru menyelesaikan bacaannya. Dia mengangkat pandangannya untuk melihat kedua orang di depan itu masih asik berbincang. Melepaskan earphone yang sama sekali tidak terhubung dengan musik apapun dari ponselnya, karena itu hanya caranya untuk menunjukkan 'Aku suka sendirian, jangan ganggu aku!' ketika berada di tempat umum. Semua hal yang dikatakan Gerald, dia mendengarnya. Meskipun tidak semuanya, tapi sudah cukup untuk membuat dia merasa tidak terlalu senang. Gadis itu juga biasanya tidak akan melewatkan kesempatan untuk menyapanya, setiap kali bertemu di manapun itu. Tapi sekarang, bahkan gadis itu tidak memberikan wajah seolah-olah mereka tidak saling mengenal. Ketidaksengajaan bertemu dengan mereka di tempat ini. Lander yang lebih dulu berada di tempat itu. Jadi dia melihat semuanya sejak pertama Zoya dan Gerald baru memasuki cafe. Saat Gerald membuat Zoya tertawa hanya karena sentuhan kecil. Saat Gerald yang selalu memberikan perhatian pada Zoya dalam hal kecil sekalipun. Dan terakhir, saat Gerald melihat keberadaannya. Itu terakhir kali Lander memperhatikan mereka, memilih untuk kembali fokus pada bacaannya. Mencoba tidak terganggu dengan keberadaan keduanya. Membereskan buku dan ponselnya, Lander langsung pergi untuk pulang setelah menyelesaikan p********n. Dia dulu selalu melakukan hal seperti ini ketika melihat Zoya. Berusaha sebisa mungkin menghindarinya. Karena gadis itu selalu mencoba untuk mencuri perhatiannya dan hal tersebut membuatnya muak. Tapi, dia tidak menyangka akan merasa lebih tidak nyaman saat gadis itu sama sekali tidak menyapanya. Berjalan kembali menuju apartemennya, Lander hanya perlu menyebrang jalan, dan berjalan lagi sekitar lima ratus meter untuk sampai ke apartemennya. Dia terbiasa berjalan kaki jika hanya untuk pergi di sekitar kawasan apartemen. Bisa dibilang sekalian menghemat. Hidup sendiri di Jakarta, merantau dari kota Jogja tanpa siapapun bersamanya, membuat Lander berpikir bijak tentang keuangannya. Meskipun keluarganya cukup mampu bahkan jika dia pergi dengan taksi kemanapun dia pergi. Atau mengisi bahan bakar motor yang biasa dia gunakan untuk ke sekolah. Dia memiliki cukup untuk hidup tanpa berhemat sekalipun. Akan tetapi dia adalah Lander, anak yang selalu memiliki perhitungan menuju masa depannya tanpa ingin melakukan hal yang sia-sia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD