Hari-hari disekolah adalah hari yang sibuk bagi para siswa, terutama bagi anak yang akan mengikuti olimpiade.
Seharusnya Zoya tidak menjadi salah satunya. Tapi gurunya ternyata tidak melepaskannya begitu saja. Di tiap kali kesempatan, gurunya memanggilnya untuk membantu temannya yang akan olimpiade untuk berlatih melakukan percakapan verbal menggunakan bahasa Inggris. Hampir tidak ada bedanya, jika dia ikut olimpiade atau tidak. Membuat Zoya benar-benar merasa lelah.
"Zoya, bisakah jika kita berlatih lagi diluar jam sekolah? Rasanya menyenangkan. Overall, training with you is almost like facing a competition!" ucapnya tanpa menutupi kegembiraannya, jika awalnya dia tidak terlalu percaya diri dengan kemampuannya, tapi Zoya membuatnya merasa lebih mudah hanya dengan melakukan percakapan dalam bahasa Inggris.
"Sorry, gue tidak bisa. Bisa menyempatkan waktu untuk membantumu di jam sekolah seperti ini saja, lo sebenarnya sudah sangat banyak mengambil waktu milikku!" Zoya hendak membereskan buku tugasnya.
Saat membantu temannya itu bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, Zoya juga sembari mengerjakan tugas sekolahnya. Karena dia tidak memiliki waktu saat di rumah. Sepulang sekolah, Zoya memiliki jadwal rutin yang bergantian antara les tiga mata pelajaran penting, dan kelas modeling di hari kamis, Jumat, sabtu. Hanya Minggu hari bebas untuk Zoya dari hari-hari yang melelahkan.
"Begitu ya, maaf merepotkanmu!"
Zoya hanya menanggapi dengan senyum tipis. Dia bangkit dari duduknya dan akan langsung pergi. Tapi karena agak terburu-buru, dia tidak melihat seseorang melintas di belakang kursinya. Ruangan yang dipenuhi oleh anak-anak yang akan ikut olimpiade itu memang agak penuh sesak. Zoya seharusnya berhati-hati.
"Ah, sakit!" Zoya merasakan sakit di bagian kakinya. Terjatuh setelah bertabrakan, dia melukai kakinya akibat jatuh dalam posisi berputar menghindari kepalanya dari menghantam kursi, tapi malah akhirnya kakinya terkilir.
"JANGAN SENTUH!" Zoya berteriak, saat ada tangan yang menyentuh kakinya.
Rasa sakit yang begitu menyakitkan, masih coba tahan oleh Zoya. Dia merasa emosional, karena memikirkan keadaan kakinya. Dia masih harus menghadiri kelas modeling, dengan keadaan kakinya, dia tidak bisa menggunakan high heels dan berjalan dengan baik.
"Zoya, coba gue lihat! Kayaknya kaki Lo terkilir!" Navo berjalan menuju kekacauan, dia berjongkok di dekat Lander, temannya itu hanya bersikap santai setelah membuat Zoya terjatuh karena bertabrakan dengannya.
"Gak perlu!" Zoya mencoba bangkit, dia benar-benar kesal hingga hampir menangis. Tidak mempedulikan buku-buku miliknya, dia hanya ingin mencoba berjalan dan pergi.
"Dia hanya bermain drama!" Lander bicara dengan santai, tanpa memperdulikan kemarahan gadis di hadapannya.
Zoya mendengarnya, membuatnya lebih marah lagi pada laki-laki ambis di depannya. Tidak peduli jika laki-laki itu menganggapnya sedang berpura-pura, tidak mencoba meyakinkannya juga, toh tidak ada yang bisa dilakukan pada laki-laki b******k itu.
"Dia benar-benar kesakitan. Jangan ngomong sembarangan!" Navo memperingatkan Lander dengan ekspresi tak percaya. Orang-orang di sana merasa bersimpati dan hendak menolong Zoya, meskipun gadis itu menolak disentuh, tapi Lander malah bersikap memalukan seperti itu.
Lander mengalihkan tatapannya melihat pada kaki Zoya. Dan seperti yang dikatakan Navo, gadis itu kesakitan saat mencoba menapakkan kakinya pada lantai. Tapi Zoya masih keras kepala tidak mau dibantu siapapun.
"Aghh!" Zoya merasa seperti melayang, saat tubuhnya diangkat begitu saja oleh seseorang.
"Lo …!" Zoya tidak berpikir orang itu memang Lander.
Lander menunjukkan senyum sarkasme. "Ini kan yang Lo mau, berada dalam gendongan gue! Usaha Lo tadi ternyata gak sia-sia kan?"
"b******k! Turunin gue!" Zoya yang sudah merasa kesal, karena menyakiti kakinya yang berharga, mendengar ucapan Lander membuatnya semakin marah saja.
"Kenapa? Lo malu? Tapi bukankah tujuan Lo nabrak gue karena ingin simpati dari gue? Tidak perlu berpura-pura lagi, dan diam lah!" Lander hampir menjatuhkan Zoya dari punggungnya, karena gadis itu memberontak.
Zoya tidak tahan lagi. Lander memiliki tingkat kepercayaan diri yang hampir tak tertolong. Dia kemudian menggigit telinga laki-laki itu sebagai pembalasan.
"Ahh! Begok! Apa yang Lo lakuin!" Lander merasa sangat sakit, dia langsung reflek melepaskan Zoya, tapi gadis itu tidak mau berhenti menggigitnya.
Anak-anak tertawa melihat keduanya yang bertengkar dan akhirnya saling menggoda. Setidaknya itu yang mereka pikirkan, saat melihat Zoya dan Lander bertengkar di lorong.
"Kau anak anjing atau serigala!" Lander memegangi telinganya. Dia yakin jika tidak buru-buru menjauhkan gadis itu darinya, mungkin sekarang dia akan melihat daun telinganya lepas dari tempatnya.
Zoya mengabaikan kemarahan Lander. Dia mencoba berjalan dengan berpegang pada sisi tembok sebelahnya. Benar-benar sangat sedih, melihat kakinya tidak bisa dipijakkan. Padahal sekitar sebulan lagi, dia harus mempersiapkan diri, berjalan di catwalk untuk pertama kalinya di hadapan papa dan mamanya.
"Jangan mempersulitku!" Lander sudah membawa Zoya dengan mengangkatnya dengan kedua tangannya di bagian depan tubuhnya.
Lander melihat kesedihan Zoya saat akan meninggalkannya tadi. Dia akhirnya sadar jika Zoya tidak berpura-pura. Gadis itu benar-benar kesakitan dan tidak sedang berakting untuk mendapatkan perhatiannya. Itulah kenapa akhirnya dia merasa bertanggung jawab untuk membawanya ke ruang kesehatan.
Zoya juga tidak memberontak lagi. Dia sudah melihat kalau dirinya tidak bisa berjalan dengan kakinya yang terkilir. Tidak mau memperparah kondisinya, dan tidak mau mempermalukan dirinya lagi. Meskipun masih sangat kesal, dia menahannya. Bahkan dalam posisinya saat ini, dia enggan melihat pada wajah Lander. Merasa lebih baik jika tidak melihatnya.