Setelah seorang guru mengetahui apa yang terjadi pada Zoya, dia buru-buru mencari keberadaan Zoya di ruang kesehatan. Melihat bagaimana kondisi kakinya yang terkilir, mendapatkan keluhan besar dari Zoya agar kakinya segera mendapatkan perawatan, guru itu membawa Zoya ke rumah sakit bersama dengan Lander.
"Kamu seharusnya tidak meremehkan lukanya, pantas jika Zoya marah padamu!" Guru itu awalnya hanya diam mendengarkan pertengkaran Zoya dan Lander sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Dia bisa melihat keduanya sama sekali tidak berniat berdamai.
"Iya pak!" Lander tidak ingin membela diri atau mengakui kesalahan. Dimatanya, Zoya hanya sedang mencari perhatiannya seperti biasa. Meskipun dia menemukan jika kaki yang terkilir memang agak serius, tapi tetap saja baginya Zoya agak terlalu melebih-lebihkan.
Kedua laki-laki itu sedang menunggu di luar ruangan, karena dokter sedang menangani kaki Zoya di dalam sana. Guru itu berharap Lander mau bersikap lunak tidak berkata kasar pada Zoya. Dia biasa mendengar bagaimana guru-guru lain memuji kepintaran Lander. Tapi dia bisa melihat karakter siswa pintar di depannya itu agak sulit dihadapi. Meskipun sangat sopan dan pandai menempatkan diri, tapi juga terlihat keras kepala. Tidak salah jika Lander juga dikenal sangat ambisius.
"Pak guru, anda bisa masuk. Dokter ingin bicara!" Seorang perawat membuka pintu dan menunjukkan sapaan ramah sebelum meninggal ruangan tersebut.
"Ayo, kita lihat kondisinya!" ajak guru itu pada Lander. Dia meminta Lander ikut masuk ke dalam, agar Lander bisa menumbuhkan rasa empati yang seharusnya. Disengaja atau tidak disengaja, Zoya terluka karenanya.
Dokter mengatakan kondisinya tidak terlalu serius, Zoya akan baik-baik saja dalam seminggu. Memar di kakinya sudah tertutup oleh perban elastis yang membalut bagian pergelangan kaki Zoya. Hanya perlu minum obat untuk mengurangi rasa nyeri, dan Zoya juga sudah diperbolehkan dibawa pulang.
Guru yang bertanggung jawab atas kondisi Zoya berterimakasih pada dokter. Dia langsung akan menyelesaikan masalah administrasi agar Zoya bisa dibawa pulang. "Zoya bapak akan menghubungi papamu tentang kondisimu sekarang. Jangan sedih, kamu mendengar bukan bagaimana tadi ucapan dokter. Kakimu akan segera membaik!"
Melihat Zoya masih memiliki kemarahan dan kesedihan di wajahnya, guru mencoba menghiburnya. Dia tidak tahan melihat wajah cantik siswinya itu bersedih. Menepuk punggung Lander, guru menyerahkan tugas menghibur Zoya padanya. "Bapak akan menebus obatnya dan mengurus p********n. Bersikaplah lebih lembut dan tunjukkan rasa simpatimu!" Guru itu berbisik pada Lander di kalimat terakhir.
Lander tidak menunjukkan ekspresi lain dan bahkan terlihat tidak ingin repot-repot membuang suaranya. Sibuk dengan ponselnya, dia bahkan tidak berniat menunjukkan kepeduliannya.
"Lo … sebaiknya jangan berada di dekat gue!" Zoya masih merasakan sakit pada kakinya, melihat laki-laki itu ada di ruangan bersamanya menambah perasaan kesalnya.
"Hah, seharusnya gue yang ngomong gitu!" Lander mengangkat wajahnya sekilas, dan tidak berniat lama-lama melihat wajah marah dari gadis itu.
Zoya sudah merasakan sakit membayangkan dia tidak bisa berjalan dengan baik, kakinya yang berharga terluka karena laki-laki itu, tapi laki-laki itu masih menunjukkan sikap yang menyebalkan. "Di kehidupan ini, gue berharap gak pernah melihat Lo sedetik pun!"
Lander mendengarnya. Dia tidak berniat menanggapi kemarahan Zoya terhadapnya. Kejadiannya tidak disengaja. Zoya yang tidak hati-hati dan menabraknya. Tapi sejak tadi gadis itu sangat marah padanya, seolah-olah dia sengaja menabraknya.
"Lo yakin? Lo mungkin akan menyesali kata-kata yang baru aja Lo ucapin barusan!" Lander masih menunjukkan ekspresi meledek, dia berjalan mendekat untuk menyentuh perban di kaki Zoya.
Zoya menggerakkan kakinya sedikit, air matanya mengalir mengingat bagaimana dia di kehidupan sebelumnya selalu mengagumi Lander dengan sepenuh hati, meskipun tidak mendapatkan balasan yang dia inginkan. Tapi sekarang Lander adalah satu-satunya orang yang paling dia tidak sukai.
Lander melihat penolakan Zoya. Tapi hal tersebut malah membuatnya tertarik. Berpikir mungkinkah Zoya sedang memainkan trik. Dia bergerak mendekat hingga wajahnya tepat di depan wajah cantik gadis itu, melihat jejak basah di pipinya dan juga kemarahan di matanya. "Jangan buat diri lo menyesal. Lo yakin gak mau ngelihat gue?"
Menahan napas, Zoya mendapatkan serangan aroma maskulin, saat laki-laki itu tiba-tiba mendekatkan wajahnya. Tidak mengerti maksudnya, Lander bersikap seperti seorang idol yang tidak mau kehilangan penggemarnya.
"Menjauh lah, gara-gara Lo kaki gue terluka!" Zoya bukan lagi anak remaja yang mudah terbawa perasaan, dia sudah berusia tiga puluh tahun di kehidupan sebelumnya. Hatinya sudah mati rasa akibat tertelan oleh rasa kesepian yang mencapai puncak, sampai dia menginginkan kematian.
"Lo mundur dari olimpiade, kenapa?" Tiba-tiba Lander menanyakan hal tersebut, membuat Zoya linglung. Bahkan jika dia tidak berniat menjawab pertanyaannya, Lander juga tidak berhak mempertanyakan keputusannya.
"Bukan urusan Lo!" Zoya memalingkan wajahnya, tatapan mata Lander terlalu dalam, bahkan dia juga bisa mendengar deru napasnya. Tangannya masih berada di d**a Lander menahan laki-laki itu agar tidak bergerak lebih dekat lagi.
Lander melihat telinga Zoya yang memerah. Dia menyembunyikan senyumnya, gadis itu bilang tidak lagi ingin melihatnya, tapi masih merasa malu. Apakah seperti itu caranya marah? Diam-diam merasa malu dan bahkan mengatakan kata-kata yang sebaliknya.
"Gue lebih suka Lo yang jadi perwakilan, dengan begitu sekolah akan memiliki satu peluang lebih besar untuk memenangkan lebih banyak!" Lander mungkin tidak suka dengan bagaimana Zoya selalu mencari cara untuk menarik perhatiannya, tapi dia tidak mengabaikan pencapaian yang seharusnya sekolah dapatkan. Semua sangat tahu Zoya sangat bagus dalam bahasa Inggris, tapi gadis itu membuat masalah dengan sengaja tidak mengerjakan ujian seleksi tertulis. Lander penasaran dengan tujuannya.
Mengerutkan keningnya, Zoya pikir Lander adalah orang yang paling tidak peduli dengan keberadaannya. Apakah laki-laki itu hanya sedang mengejeknya?
"Gue gak tertarik untuk ikut. Dan bukan urusan Lo!" Zoya belum memberitahukan alasannya pada teman dekatnya, kenapa dia akan memberitahu laki-laki menyebalkan di depannya.
"Sangat disayangkan, gue mau Lo yang ikut!" Lander mengulurkan tangan menyeka jejak basah di pipi gadis itu. Tidak tahu kenapa dia mengatakannya, tapi melihat bagaimana ekspresi gadis itu terus berubah-ubah dari malu, bingung dan marah sedikit menyenangkan untuknya. "Lo senang?"
"Enggak, kenapa harus senang. Dasar gila!" Zoya menelan ludahnya susah payah. Dia mendorong laki-laki menjauh dengan segala usaha. Tidak membiarkannya mempermainkannya lebih jauh.
"Menyebalkan, Lo bahkan tetap terlihat cantik saat marah!" Lander tertawa meledek.
Mengerucutkan bibirnya, Zoya tahu Lander tidak suka dengan wanita cantik. Itu adalah alasan utama yang dikatakan Lander, kenapa laki-laki itu sama sekali tidak suka dengannya. Dia memegang pipinya. Bagaimana mungkin laki-laki itu mengatakan hal jahat seperti itu. Membuat wanita cantik jadi merasa tidak bersyukur. "Hei, lo memuji atau menghina! Gue gak peduli!"
Tertawa, Lander menyentil hidung Zoya sebelum bergerak menjauh. Kemudian seolah-olah percakapan tadi tidak pernah terjadi, Lander kembali sibuk dengan ponselnya.