Datang menjenguk

1554 Words
Zoya adalah putri satu-satunya yang mereka miliki, saat putrinya terluka, hati Ayah begitu terluka dan ibu akan sangat khawatir. Itu yang dipikirkan banyak orang, tapi kenyataannya tidak seperti itu. "Mama terus saja marah, padahal Zoya sedang sakit!" Zoya tidak benar-benar berani mengeluh atas kekesalan mamanya. "Yak! Anak nakal! Tahu sedang sakit, tapi masih ingin pergi mengikuti kelas modeling. Setidaknya tunggu sampai kakimu sembuh!" Shana bahkan menepuk kepala Zoya, menunjukkan kekesalannya. Putrinya jadi semakin keras kepala, tentang keinginannya yang agak terburu-buru ingin menjadi model. Padahal untuknya sebagai orangtuanya, dia hanya ingin Zoya fokus pada sekolahnya dulu, apalagi dengan keadaannya sekarang. "Jangan keras-keras, Ma! Ada Mia, nanti dia mendengarnya!" Zoya masih belum ingin memberitahu tentang keinginannya menjadi model pada teman-temannya, kecuali Gerald yang memang ikut berpartisipasi dalam pemotretan kemarin. Shana tidak bisa berdebat lagi dengan putrinya. "Baiklah, mama akan minta Mia naik ke sini. Dia langsung berlari ke sini saat mendengar kamu terluka!" Zoya bisa merasa lega, mamanya menahan Mia untuk menunggu di ruang tamu, padahal biasanya Mia selalu bisa langsung naik ke lantai dua dimana kamarnya berada. Hal tersebut dilakukan mamanya, karena Mia memiliki potensi membantunya keluar dari rumah ini. Sedangkan mamanya tidak memberikannya izin pergi kemanapun sampai dua hari kedepan. Dan semua ini karena Lander. Di ruang tamu, Shana akan menyuruh Mia ke kamar Zoya. Tapi yang dia lihat sekarang ada tamu lainnya yang duduk di sana. Dia langsung mengenalinya, karena Zoya memiliki banyak foto anak itu di ponselnya. "Malam Tante! Saya Lander, teman sekelas Zoya!" Lander memperkenalkan dirinya, meskipun mereka sudah beberapa kali tanpa sengaja bertemu di sekolah, tapi ini pertama kalinya dia bertemu langsung dan bahkan pertama kali baginya berkunjung di rumah keluarga Pyralis. Mia sudah berdiri di dekat mamanya Zoya. Berbisik padanya tentang remaja laki-laki di depannya. Memberitahukan kalau remaja itu yang disukai Zoya. Shana tersenyum mendengar Mia mengatakannya, padahal dia sendiri juga sudah tahu. Lihat saja, sebenarnya itu sudah menjadi rahasia umum. Benar-benar memalukan. Lander agak canggung, karena wanita cantik yang memiliki kemiripan dengan wajah Zoya itu tersenyum setelah gadis muda yang dia ketahui sebagai teman Zoya berbisik padanya. Bisa dia tebak, temannya Zoya itu pasti sedang mengatakan sesuatu tentang dia. "Duduk lah, nak. Atau kamu bisa ikut Mia naik ke lantai atas. Zoya sedang merajuk, karena tidak bisa pergi kemanapun untuk sementara waktu!" Shana bisa melihat remaja di depannya itu cukup tampan, berkarakter kuat dan tidak memiliki senyum ramah. Bergaya seperti karakter tokoh utama di film aksi. Lander agak terkejut, karena mamanya Zoya menunjukkan sikap santai, jauh berbeda dengan Zoya. Tapi kecantikan mereka hampir sama, satu terlihat anggun, satu cantik dengan gaya nakal. "Jika Tante mengizinkan!" Lander tentu tidak menolak, dia sudah datang, akan sia-sia jika tidak melihat gadis itu. Mia tersenyum licik, dia memeluk mamanya Zoya dan buru-buru membimbing Lander menuju kamar Zoya. Dia akan memberikan kejutan pada temannya, membayangkan bagaimana terkejutnya Zoya saat melihat Lander menjenguk ke rumahnya, Mia hampir tidak sabar. "Gue pikir orang kayak Lo benar-benar bukan laki-laki. Tapi sekarang gue tahu, Lo laki-laki!" ucapan Mia barusan membuat Lander mengerutkan keningnya, karena dia terlahir sebagai laki-laki tentu saja dia laki-laki. Maksud sebenarnya dari ucapan Mia, dia mendengar banyak cerita dari Zoya tentang bagaimana Lander tidak tertarik dengan kecantikannya, dan bagaimana Zoya sangat keras dalam belajar agar terlihat pintar di depan Lander, tapi sama sekali tidak bisa menarik perhatian laki-laki itu. Zoya selalu mendapatkan kekecewaan, dan hal lucunya Zoya sama sekali tidak gentar. Melihat laki-laki itu pada akhirnya datang untuk menjenguk Zoya, Mia tentu merasa senang untuk temannya. Yah, hanya orang gila yang akan terus mengabaikan gadis cantik dan baik seperti Zoya. Meskipun agak angkuh, tapi Zoya bukanlah gadis jahat dan juga tidak suka merugikan orang lain. Seharusnya itu cukup untuk melengkapi keindahan fisiknya. Dan Lander adalah laki-laki beruntung, karena Zoya selalu mengaguminya terlepas dari penolakan yang diberikan. "Lo gak bawa apa-apa? Buah kek, atau apa gitu?" Mia menoleh ke belakang, dan Lander memang datang dengan tangan kosong. Lander masih dengan ekspresi datar, dia balik menatap pada tangan kosong Mia. Membuat gadis itu tertawa karena tahu maksud tatapannya. "Gue pasti bawa dong!" Mia menunjuk pada Lander, tidak lupa ada senyum licik juga di wajahnya. "Dengan gue masuk ke kamarnya bareng Lo aja, dia pasti akan lupa dengan rasa sakitnya. Ah, untung gue cepat-cepat lari ke sini, jadi bisa bareng sama Lo!" Lander tidak bisa berkata-kata pada gadis tak tahu malu di depannya. Sangat pantas menjadi temannya Zoya. Mungkin sudah sangat langka menemukan gadis yang masih memiliki rasa malu di dunia modern sekarang ini. Mia membuka pintu kamar Zoya setelah mengetuk dan memanggilnya. Meskipun dia sering berkunjung ke rumah Zoya, tapi kesopanan seperti itu masih dia lakukan. Menghargai privasi seseorang artinya juga sedang menjaga privasinya. Maka tidak akan ada orang yang akan meremehkan tentang menghormati privasi orang lain. "Masuk lah, Mia. Jika Lo bawain gue buah tangan!" Zoya bercanda sembari tangannya sibuk mencomot camilan dan memasukkan ke dalam mulutnya. Dia tahu yang mengetuk pintu pastilah Mia. "Gue bawa!" Mia langsung membuka pintunya, meskipun tidak bawa sekalipun dia juga akan tetap membuka pintu. Gadis nakal yang sedang terluka pada kakinya itu butuh bujukan agar tidak merasa bosan dan sedih terkurung di rumah. Zoya menjilat jarinya yang terdapat bumbu dari keripik yang baru dimakannya. Kemudian menarik tisu basah untuk membersihkannya. Mematikan laptopnya, dia menoleh melihat pada Mia yang baru saja masuk. Tapi pandangannya terfokus pada sosok tinggi yang berjalan di belakang Mia. Uhuk! Uhuk! Zoya terbatuk-batuk, dia seperti melihat hantu. Padahal siang tadi dia sudah mengatakan pada laki-laki itu agar menjauh darinya, tapi sekarang laki-laki itu malah datang ke rumahnya. Tidak! Tapi bahkan berdiri di kamarnya dengan gaya sombong. "Gue mau langsung ke sini setelah sepulang sekolah, begitu denger lo sakit. Tapi Gerald melarang, karena temen-temen kelas Lo juga datang menjenguk. Tapi kayaknya ada yang tertinggal!" Mia langsung berlari dari rumahnya yang memang tidak jauh dari rumah Zoya. Masih satu kompleks perumahan, dan yang dia maksud tertinggal adalah Lander. Zoya menyentuh kepalanya yang baru saja diusap oleh Mia. Dia membiarkan Mia duduk di dekat kakinya, melihat bagaimana kondisi kakinya yang dililit perban elastis. Tapi tatapannya sendiri masih fokus pada sosok laki-laki yang terlihat tidak berniat membuka suaranya. Merasa suasananya sangat canggung, Mia agak bingung. Apakah seperti ini yang akan terjadi saat Lander dan Zoya bertemu. Pantas saja hubungan mereka tidak berkembang, karena terlalu kaku. "Kalian akan saling menatap sampai kapan? Apakah gue harus pulang sekarang?" Mia awalnya berpikir Zoya akan sangat senang melihat kedatangan Lander, tapi sekarang bahkan dia tidak melihat sedikitpun senyuman di wajah temannya. Zoya mengalihkan tatapannya pada Mia. Dia baru tersenyum, karena Mia pasti sangat khawatir dengan keadaannya. Tangan Mia menyentuh pada perban di kakinya dengan lembut, seolah-olah takut menyakitinya. "Gue baik-baik aja, Mia!" "Benarkah? Tapi Gerald bilang Lo pasti lagi nangis. Dia bahkan bilang gue harus hibur Lo!" Mia awalnya juga berpikiran Zoya hanya sedikit melukai kakinya, buktinya Zoya bisa langsung dibawa pulang setelah diperiksakan dari rumah sakit. Tetapi, Gerald berkata padanya kalau Zoya akan sangat bersedih dan terluka. Mendengar ucapan Mia, Zoya langsung tersenyum. Gerald mengatakan hal tersebut, karena laki-laki itu tahu dia ingin ikut berpatisipasi di sebuah acara bulan depan dan berjalan di catwalk. Kakinya adalah bagian penting yang seharusnya tidak boleh terluka. Yah, Gerald tidak salah. Karena dia sebelumnya memang sangat bersedih. "Dia memang menangis!" Suara bariton itu mengambil fokus dua wanita yang bercakap-cakap. Dia seolah-olah mengatakan kalau apa yang dikatakan Gerald tidak salah. Gadis itu memang memang bersedih. Zoya mengepalkan tangannya. Dia menatap tajam pada sosok Lander yang masih terus menatapnya dengan ekspresi datar. Tidak tahu apa tujuannya datang ke rumahnya, tapi Zoya tahu Lander tidak akan datang atas dasar rasa simpati. "Dan semua ini gara-gara Lo!" Zoya melemparkan bantal di sebelahnya pada Lander dengan sekuat tenaga. Tapi bantal itu bisa ditangkap dengan mudah. "Hah, kok bisa gara-gara Lander?" Mia penasaran, dia pikir seharusnya Lander tidak akan bersikap kasar pada Zoya meskipun tidak menyukainya. "Gue bakal bertanggung jawab. Gue bakal anter kemanapun Lo pergi sampai kali Lo sembuh. Tidak perlu berpikir berlebihan, karena itu bukan kehendak gue. Itu perintah guru! Jadi jangan persulit gue!" Zoya dan Mia sama-sama hanya diam mendengarkan ucapan Lander. Zoya sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Apakah dia telah mengubah jalan ceritanya terlalu jauh? Karena di kehidupan sebelumnya, seharusnya Lander selalu berusaha menjauh darinya. Dan dia akan selalu mengejarnya sebagai penggemar setia. Tapi di kehidupan keduanya ini, dia sudah sadar, dan berniat menjauh dari Lander. Kenapa malah jadi laki-laki itu yang malah mendekat padanya? "Ah, jadi itu kenapa Lo datang. Mau ngasih tahu hal ini. Bukan ide buruk! Gue gak tahu kenapa Lo bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada Zoya, tapi ini takdir!" Mia tersenyum puas. Dia akhirnya melihat hal menarik. Selama ini dia, Gerald dan Ariel merasa Lander terlalu sombong, karena tidak mau melihat rasa kagum Zoya padanya. Akhirnya Zoya tidak lagi terlihat mengenaskan. "Gak perlu, gue udah bilang buat Lo jauh-jauh dari gue!" Zoya tentu tidak akan suka dengan hal tersebut. Lander adalah alasan dia kembali ke masa ini. Bahkan dia tidak tahu bagaimana akhir dari semua ini, akankah dia kembali ke hidupnya di usia tiga puluh tahun. Atau sebenarnya dia sudah mati dan mendapatkan keajaiban. Tapi satu hal yang dia tahu, dia tidak mau melihat dengan Lander. "Gue gak butuh pendapat Lo. Gue dateng cuma ingin memberitahu ini!" Mia melihat Lander dan Zoya sebenarnya sedang berselisih. "Hei, kalian bisa bicara baik-baik. Atau gue perlu kasih saran?" "Gak!" "Gak!" jawab Lander dan Zoya kompak. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD