Zoya agak merasa bosan, dia melihat pada Lander. Laki-laki itu asik sendiri mengerjakan soal bahasa Inggris. Tidak tahu dari mana soal-soal itu berasal, tapi Zoya benar-benar bosan. Kenapa Lander sangat suka mengerjakan soal? Kenapa juga mengajaknya bersamanya.
"Kenapa tidak duduk di sana aja sih? Kan enak Lo nulisnya kalau ada di meja!" Zoya tidak mengerti, kenapa Lander mengajaknya duduk di lantai, diantara rak buku dan tembok.
"Di sini dingin. Lagian di sana banyak orang. Males gue dilihatin!" Lander menarik salah satu buku dari rak di depannya, memberikannya pada Zoya. "Baca ini aja!"
"Hah!" Zoya menerima buku tersebut, ternyata itu adalah buku cerita berbahasa Inggris. "Lah, kok ada buku cerita nyempil!"
"Lo aja yang gak tahu, di sini banyak tersedia buku cerita kayak n****+ gitu, tapi berbahasa Inggris dan ada komik Jepang juga malah. Tapi jarang aja yang minat!"
Zoya mencebikkan bibirnya, Lander terlihat bangga sekali hanya karena memberikan informasi tersebut. Seolah-olah laki-laki itu menunjukkan kalau dia tahu semuanya tentang perpustakaan sekolah ini.
"Orang bakal ngira kita lagi sengaja mojok di sini!" Zoya agak bersyukur, rak paling pinggir jarang diminati, karena bagian buku-buku berbahasa Inggris. Jadi tidak ada yang menemukan mereka.
Lander melihat pada Zoya. Saat itu Zoya juga tidak sengaja menoleh ke arahnya. Sehingga mereka saling bertatapan. "Kan emang lagi mojok!"
Zoya pikir dia salah dengar, tapi kemudian ada tangan besar mengusap rambutnya. Apa-apaan itu? Lander tidak sedang mabuk kan? Apakah dia melakukannya dengan tidak sengaja?
"Jangan pegang-pegang!" Zoya memukul tangan Lander.
"Kenapa, takut baper ya?" Lander menyeringai, kemudian seperti tak melakukan salah, kembali melanjutkan mengerjakan soal.
Zoya mendekatkan wajahnya, dia memperhatikan wajah Lander. Kenapa Lander bersikap berbeda baru sekarang? Kenapa dulu tidak? Apakah karena ini hanya mimpi? Atau memang beneran dia sedang bermimpi panjang?
"Udah gue bilang, gue gak suka sama Lo lagi!" Zoya lagi-lagi merasakan jantungnya tidak berdebar-debar, padahal Lander sudah bersikap agak manis padanya.
Lander hanya merespon dengan berdehem. Dia bahkan seperti tidak mempercayai apa yang Zoya katakan. Padahal Zoya sendiri sangat bersungguh-sungguh.
"Kalau Lo kencan sama seorang cewek, Lo bakal ajak dia kemana?" Zoya tiba-tiba agak penasaran, bagaimana Lander akan memperlakukan kekasihnya. Meskipun dia juga sebenarnya penasaran, wanita seperti apa yang cukup beruntung bisa meluluhkan hati Lander.
Lander menoleh menatap Zoya. "Gue ajak ke apartemen!"
"Ih, m***m. Lo mau ngapain ajak dia ke apartemen?" Zoya kaget mendengar jawaban Lander. Tidak menyangka laki-laki itu akan menjawab hal seperti itu.
Lander menyipitkan matanya. Arti tatapan menunjukkan betapa dia meremehkan pemikiran Zoya. "Otak Lo minta dicuci. Lo mikir apaan, begok!"
Zoya membuka lebar matanya, mencoba mencerna ucapan Lander. "Hah, kok jadi otak gue? Ya gak salah dong gue mikir gitu, lagian sebenarnya gak masalah kalo Lo mau ajak cewek Lo ke apartemen. Kan udah gede!"
Zoya terbiasa melihat teman-teman modelnya kencan dengan banyak laki-laki, dan mereka biasanya melakukan kencan hingga pagi, yah seperti itulah. Dia tadi terkejut, karena tidak menyangka Lander akan seberani itu, ternyata Lander sama seperti laki-laki di luar sana.
Lander menjepit wajah Zoya dengan kedua tangannya, kemudian mendekatkan wajahnya. Dia bisa melihat Zoya kaget dan tegang. Tersenyum miring, dia hanya ingin menuip kepala Zoya. "Kepala Lo harus ditiup, biar setannya ilang!"
"Hah?" Zoya kebingungan.
Lander kembali mengerjakan soal. Tapi dia jadi terus ingin tertawa mengingat apa yang dipikirkan Zoya tentangnya. Bahkan gadis itu masih terlihat sedang berpikir sekarang.
"Gue bakal ajak dia ke apartemen. Masakin dia makanan, kita akan makan bareng setelahnya. Karena untuk gue, orang yang gue ajak ke tempat yang sangat pribadi buat gue, artinya orang itu spesial!" Lander menjelaskan sambil tersenyum, tapi tangannya masih aktif mengisi soal.
Zoya mengangguk mengerti, ternyata dia yang berpikir kejauhan. Mungkin karena sebenarnya jiwanya sudah dewasa, jadi dia berpikir agak jauh. Setelah memahaminya, Zoya tiba-tiba ingat jika dia juga pernah dimasakin makanan sama Lander di apartemennya. Apakah artinya dia spesial. Dia tidak menyangka dirinya dianggap seperti itu. Tapi apakah artinya dia dan Lander saat itu sedang berkencan?
"Jangan terlalu keras berpikir, otak Lo bisa eror nanti!" Lander meledek, dia tertawa ringan melihat ekspresi bingung di wajah Zoya. Terlihat sekali gadis itu sedang berpikir keras.
Zoya menyenggol lengan Lander dengan bahunya. "Lo pasti bo'ongin gue. Udahlah, gue paham kok kalo Lo suka kencan kayak orang dewasa, lagian kan Lo udah legal!"
"Ya ampun!" Lander jadi gemas, dia mengacak-acak rambut Zoya.
"Ih, jangan rusakin dandanan gue!" Zoya kesal, sejak tadi Lander terus menyentuhnya sembarangan.
Zoya menggeser posisi duduknya, hingga agak berjauhan dengan Lander. Baru dia membuka bukunya, tidak mau bicara dengan Lander. Laki-laki itu sulit ditebak.
Meskipun Zoya telah menggeser duduknya, pada akhirnya mereka duduk berdekatan lagi. Membicarakan hal-hal Absurd, hingga kadang Zoya jadi kesal. Lander sangat suka dengan sengaja mengejek Zoya, tapi bersikap seolah-olah apa yang dikatakannya bukan ejekan.
Zoya tahu Lander hanya ingin menggodanya, tapi meskipun begitu dia masih juga kesal. Mereka beda frekuensi, jadi pembicaraan mereka sering tidak nyambung. Juga pemikiran Lander selalu berlawanan dengan pemikiran Zoya. Meskipun tahu akan bertengkar, mereka tetap saling bicara.
Sebenarnya bukan karakter Lander, mau bicara omong-kosong seperti itu. Sepertinya Lander tanpa sadar tidak masalah dengan hal tersebut. Dia cukup menikmati waktunya yang digunakan untuk mengobrol dan mengerjakan soal. Dia seorang jenius, jadi meskipun sedang bicara, dia masih bisa mengerjakan banyak soal.
Selama mereka di perpustakaan, Zoya berhasil tidak menghubungkan kejadian di masa depan, dia benar-benar tidak mau kesakitan lagi.
Ditemani Zoya yang kebosanan dan hampir ketiduran. Lander memberikan Zoya beberapa pertanyaan untuk dijawab. Zoya pandai berbahasa Inggris, mendengar Zoya berbahasa Inggris ternyata sangat berbeda. Pelafalan yang fasih, membuatnya tampak hebat. Padahal ini bukan pertama kalinya dia mendengar Zoya berbicara bahasa Inggris.
"Bukankah kita harus segera kembali, meskipun guru tidak akan masuk, tapi pasti ada tugas. Ayo kembali!" Zoya melihat jam tangannya, sebenarnya jam istirahat sudah berakhir lima belas menit yang lalu.
"Hm!" Lander juga setuju. Dia bangkit dan merasa kesemutan pada kakinya. Jadi dia mengaduh.
"Luruskan dulu kaki Lo! Lagian ada kursi malah duduk di lantai!" Zoya juga merasa kalinya pegal, dia menyalahkan Lander atas itu.
Lander memukul pelan kepala Zoya dengan buku. Gadis itu sangat pandai mengomel.
Tapi Zoya yang dulu mengejar-ngejarnya memang secerewet itu. Dia pikir akhir-akhir ini Zoya agak berbeda, sikapnya jadi jauh lebih dewasa dan sangat tenang, tapi ternyata sifat aslinya masih menempel kuat.
"Gue balik duluan ke kelas. Gue gak mau ya kalau digosipin sama anak-anak!" Zoya buru-buru bangkit dan berlari keluar.
Dia buru-buru langsung pergi ke kelasnya. Saat itu dia melihat Raksa di tangga, laki-laki itu sedang bicara dengan temannya.
"Dari mana, kok sendirian?" Raksa meninggalkan temannya begitu saja, mengikuti langkah Zoya.
"Dari perpustakaan. Kelas Lo juga lagi kosong?" Zoya menggandeng lengan Raksa.
"Hem!" Raksa mengeluarkan permen dari sakunya, kemudian memberikannya pada Zoya. "Ini!"
"Wah!" Zoya melepaskan tangannya dan langsung membuka permen tersebut.
Raksa mengantarkan Zoya sampai kelas. Teman-teman Zoya melihatnya, dan mereka berpikir Zoya dan Raksa adalah real kakak-adik yang akur. Tapi sebenarnya mereka jadi terlihat seperti sepasang kekasih.
"Lo sama Raksa sejak tadi?" Tisa membelikan makanan untuk Zoya, tapi dia tidak menemukan Zoya, saat kembali ke kelas.
Zoya hanya merespon dengan mengangguk. Dia tidak bermaksud berbohong, hanya malas untuk menjelaskan.
Hanya Alam yang tahu kalau tadi Zoya pergi bersama Lander, tapi pulangnya bersama Raksa. Dia berwajah muram, karena Zoya dikelilingi banyak laki-laki. Mengagumi Zoya dalam diam adalah jalan ninjanya.