Hampir hilang

1495 Words
Zoya tidak pergi ke sekolah pada hari itu, padahal dia ada ulangan di tiga mata pelajaran. Bukannya tidak bertanggung jawab, hanya saja dia sudah tanda tangan kontrak untuk ikut fashion show di hari itu. Zian sudah meminta izin langsung pada wali kelas Zoya, dan meminta untuk Zoya bisa mengambil nilai harian susulan. Tentu saja bisa dibereskan, Zoya mendapatkan izin dari gurunya. Shana membawakan makanan Zoya ke kamarnya. Putrinya itu ternyata baru saja selesai mandi. "Makan lah. Setelah itu segeralah turun!" Zoya memeluk mamanya, tidak lupa ciuman pipi. "Mama akan anterin Zoya, kan?" "Ya dong. Nanti mama akan merekamnya untuk dikirim ke papa!" Shana tidak akan membiarkan putrinya sedih, karena papanya tidak bisa datang untuk melihatnya tampil di panggung catwalk. "Hem, papa harus melihatnya!" Zoya akan memastikan, dia mendapatkan pujian dari papanya. Zian ada perjalanan bisnis ke Singapura, sudah sejak dua hari lalu. Dia memiliki banyak pekerjaan akhir-akhir ini. Sang putri selalu menelponnya setiap malam, seolah-olah dia akan pulang lama. Begitu mendengar dari sang istri kalau Zoya ada fashion show, dia akhirnya mengerti, Zoya ingin dia ada di momen itu bersamanya. Sangat disayangkan, dia benar-benar tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. "Mama, Zoya sayang mama!" Zoya mengatakan kalimat yang sama hampir setiap hari dalam sebulan ini. Shana juga sudah terbiasa mendengarnya. Dia membalas ungkapan sayang putrinya dengan kecupan di punggung tangan sang putri yang tengah memeluknya dari belakang. "Mama paling mencintaimu!" Shana kemudian melepaskan pelukan sang putri. Membiarkannya untuk segera makan, karena beberapa menit lagi mereka sudah harus datang ke tempat acara. Zoya memakan makanan yang dibawakan mamanya. Dia memakan dengan sangat pelan, sambil mendengarkan musik. Beberapa hari terakhir, emosinya sulit dikontrol. Mendekati hari ujian, kemudian sebentar lagi juga menuju hari kelulusan, dia tidak bisa merasa tenang. Tapi musik membantunya merasa rileks. — Shana mengendarai mobilnya sendiri, Zoya tengah makan cemilan dan duduk dengan tenang di sebelahnya. Mereka tekena macet, padahal beberapa menit lagi Zoya sudah harus di-make up. "Sayang, bisakah kau kecilkan musiknya!" Shana susah pusing karena kemungkinan mereka akan terlambat, tapi putrinya malah masih menyalahkan musik dan asik makan. "Okay, mama!" Zoya mematikan musiknya. Dia mengerti mamanya sedang merasa kesal. Zoya memperhatikan bagaimana mamanya cukup panik. Beberapa kali juga mendapatkan telepon dari maneger, mamanya pasti cukup tertekan. "Mama, Zoya turun sini ya?" Zoya melepaskan sabuk pengamannya, dan mengambil tas kecil di jok belakang. "What? Jangan aneh-aneh, kenapa malah turun?" Shana tentu bingung, dia sudah panik, tapi putrinya malah akan pergi sendirian. Zoya mengecup pipi mamanya. "Makasih udah anterin Zoya. Nanti mama nyusul aja, Zoya akan naik taksi di blok depan. Zoya tahu jalannya!" Tanpa menunggu jawaban mamanya, Zoya sudah turun dari mobil dengan tas selempang kecil. Dia hanya membawa dompet dan ponsel dalam tas itu. Baginya itu sudah cukup. Dia mengenali jalanan itu, karena dekat cafe tempat biasa dia membeli kopi. Dia bisa naik taksi dari sana menuju lokasi. Di dalam mobil, Shana melihat putri cantiknya sudah berlari hingga ke tepi jalan dan akan menyebrang ke jalan seberang. Sungguh, dia tidak tahu putrinya begitu manis. "Dia sudah besar, Zian. Tapi kita masih memperlakukannya seperti anak kecil!" — Zoya baru sampai lokasi, setelah menempuh perjalanan dengan taksi dalam waktu dua puluh menit. Membayar taksinya, dia langsung turun dan berlari masuk ke gedung tersebut. Benar saja, teman-temannya sudah mendapatkan makeup, dan beberapa lagi baru selesai berganti pakaian. Dia diomeli oleh maneger, dan dibantu untuk berganti pakaian. "Kamu membuatku hampir jantungan!" ujar maneger Zoya, dia agak menyesal tidak datang ke rumah Pyralis dan menjemput sendiri anak itu. "Mbak, tolong makeup!" Perancang baju yang memakai jasa Zoya juga agak kesal. Dia panik, karena salah satu modelnya tak kunjung datang. Padahal Zoya adalah model utamanya. "Bersiap dengan cepat, aku akan melihat bajumu lagi nanti!" Perancang itu akan memeriksa kembali semua modelnya, sebelum naik ke panggung. Karena Zoya masih belum makeup, dia memeriksa yang lain. Zoya melepaskan gelang dari tangannya. Karena kurang cocok dengan pakaian yang saat ini dikenakannya. Dia menggunakan aksesoris yang disiapkan designer. Hanya dalam beberapa menit Zoya sudah siap. Dia langsung berdiri bersama para model lainnya, memastikan penampilannya sudah sesuai. Perancang yang mendesign baju itu, sudah mengatakan kalau tema pakaian sangat cocok dengan images Zoya. Elegan, anak muda, dan simpel. Untuk itu Zoya akan menjadi center dalam acara fashion show dengan pakaian yang akan dipamerkan. — Beberapa foto Zoya bersama para model lain sudah langsung beredar, setelah acara peragaan busana. Karena sebelumnya sudah ada sesi pemotretan. Zoya terlihat begitu cantik tanpa senyum, elegan dan manis. Panduan yang sulit ditemukan, dari model lainnya. Pakaian dan pakaian itu terlihat sangat menyatu. Acaranya berlangsung lancar, meskipun Zoya hampir mengacaukannya. Zoya mendapatkan buket bunga dari mamanya. Entah kapan mamanya membeli buket bunga tersebut. Dia juga mengambil beberapa foto bersama mamanya. "Aku akan berganti pakaian. Mama tunggu di sini ya!" Zoya mengikuti maneger-nya. Dia pergi ke ruangan ganti, di ruangan itu sudah ada beberapa model lainnya. Ketika bajunya telah, Zoya mencari tas kecilnya. Dia langsung akan kembali menemui mamanya, hingga dia menyadari tasnya kosong. Ponselnya, uang tunai, dan gelangnya hilang. Manager melaporkan hal tersebut pada pihak keamanan, juga pada perancang busana. Sebenarnya ada banyak orang yang berkerja bersama mereka, jadi bukan hanya pada model saja yang berada di ruangan itu tadi. Sangat sulit untuk menemukan kembali barang-barangnya. "Ponselnya sudah dimatikan, artinya orang yang mengambilnya sangat waspada!" Maneger sudah mencoba menelpon, tapi nomor Zoya tidak lagi aktif. Mereka pergi ke ruangan cctv untuk mengecek jejak pelakunya. Shana juga sudah tahu tentang insiden kehilangan yang dialami putrinya. Dia tidak terlalu panik, karena jika memang hilang, maka tidak ada yang bisa dilakukan. "Aku mengenalinya. Mama, tolong selesaikan ini. Bilang untuk tidak perlu dilanjutkan permasalahannya, aku akan mengambil kembali ponselku, setelah ini tunggu saja aku di rumah!" Zoya tahu yang mengambilnya ada asisten make up artist yang tadi membantu mendadaninya. "Hati-hati, jika tidak bisa menemukannya, tidak perlu mencarinya. Jangan pergi sendirian!" Shana mengingatkan sang putri. Shana mengerti maksud sang putri, dia bicara pada perancang busana untuk tidak perlu menyelidiki lebih jauh. Dan meminta manager untuk mengurus kelanjutannya. Dia sendiri langsung mengambil barang-barang Zoya dan kembali ke mobilnya. — Zoya mendatangi sebuah rumah kecil, bersama makeup artist yang bertanggung jawab atas perilaku asistennya. Bahkan orang itu meminta maaf berkali-kali, padahal bukan kesalahannya juga jika salah satu anak buahnya melakukan hal tersebut. Seorang wanita dengan koper di tangannya sangat terkejut, saat melihat bosnya datang bersama model cantik itu. Dia akan lari, tapi ternyata ada beberapa orang keamanan yang datang bersama mereka. "Tunggu, kamu bisa memiliki uangnya. Tapi kembalikan ponselku dan gelang itu!" Zoya tidak marah, dia bahkan merasa kasihan. Karena mungkin saja orang itu memang sangat butuh uang. Apalagi juga pasti akan terancam dipecat. "Pina, kamu tidak tahu siapa orang yang kau curi barang-barangnya itu? Jika dia tidak berbaik hati, mungkin polisi yang akan datang ke sini. Kembalikan miliknya!" Makeup artist itu merasa sangat malu pada Zoya, dia juga sangat marah. "Tolong mbak, aku tidak mau dipenjara. Aku hilaf!" Wanita bernama Pina itu sudah sangat ketakutan. Tidak menyangka perbuatan akan ketahuan secepat itu. "Aku tidak bermaksud mengambilnya. Sumpah!" Pina mulai menangis karena takut. Zoya meminta barang miliknya, tapi dia menolak dikembalikan uangnya. "Hariku sudah cukup melelahkan. Kamu bukan hanya membuat bosmu malu, tapi kamu membuat kekacauan di tempat tadi. Untung saja acaranya sudah selesai!" Zoya memasukkan ponselnya ke saku, dan memakai gelang itu kembali. Itu milik Luna. Dia akan berbalik pergi, saat wanita bernama Pina itu meneriakinya. "Kamu sangat kaya, orangtuamu bisa membeli ponsel itu lagi, bahkan gelang itu. Kenapa kamu sangat pelit? Aku tidak mengambil banyak, aku butuh uang untuk adikku bayar sekolahnya. Kamu masih muda, kamu mungkin tidak mengerti dan berpikir aku hina, tapi kamu hanya tidak tahu, hidup orang sepertiku sangat sulit. Kenapa Tuhan tidak adil, dia memberimu banyak hal yang dinginkan orang lain!" Pina juga sebenarnya sudah tahu siapa Zoya. Putri tunggal seorang pengusaha. Zoya tidak menyangka wanita itu masih berani bicara, dan tidak merasa bersalah. Karena kesal, Zoya berbalik lagi menatap wanita yang meneriakinya. "Pina, kamu sangat memalukan. Seharusnya kamu meminta maaf. Masih untung nona ini tidak memenjarakanmu!" Bahkan bosnya saja tidak habis pikir dengan Pina. Zoya hendak menampar wajah Pina, tapi dia tidak mau mengotori tangannya. "Kamu tidak tahu apapun!" Zoya tahu apa yang dikatakan Pina, adalah apa yang banyak orang-orang pikirkan tentangnya. Dia beranjak pergi dari rumah itu. Berjalan kaki hingga ke jalan besar sendirian. Dia naik taksi untuk pulang. Badannya terasa sangat lemas, dia kelelahan. Secara mental dan fisik, hari ini cukup melelahkan untuknya. Bahkan kata-kata dari wanita bernama Pina itu juga masih terngiang-ngiang di ingatannya. Menatap gelang di tangannya, Zoya sangat takut gelang itu benar-benar hilang tadi. Padahal sebelumnya, dia juga ingin membuangnya. Tapi kini, dia berpikir gelang itu harus tetap bersamanya. Tiba di rumah, Raksa sudah berada di rumahnya. Sepertinya laki-laki itu sudah menunggunya sejak tadi di teras. Mengetahui dia sangat lemah, Raksa langsung membantu menopang tubuhnya. "Kenapa pergi sendirian? Tidak semuanya bisa kamu lakukan sendirian!" Raksa mengomel. "Mama gue dimana?" Zoya tidak melihat keberadaan mamanya. "Ada, dia menunggumu di dalam!" Raksa menjawab masih dengan nada kesal. "Berhenti mengomel, gue udah capek!" Zoya mengeluh, dia ingin segera mandi dan tidur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD