Pesan yang dihapus

1205 Words
Baru saja selesai mandi, Zoya langsung ingin tidur saja, tapi karena sejak tadi dia belum sempat membalas pesan teman-teman dekatnya, dia secara pribadi membalas pesan mereka. Tidak semua, hanya yang harus dibalas saja. Menemukan pesan dari Alam, Zoya langsung membukanya. Laki-laki itu pasti mengalami hari yang cukup melelahkan, tapi masih sempat mengkhwatirkannya. Meskipun Zoya mengerti, mungkin karena hari ini dia mengejutkannya. Membalas pesan Alam, Zoya kemudian berpikir mereka tidak sedekat itu untuk berkirim pesan di malam yang cukup larut. Dia akhirnya mengurungkan niatnya untuk membalas pesan yang sudah dia kirimkan, dan segera menghapusnya, sebelum Alam membacanya. Dalam pesan itu, Zoya meminta Alam mentarktir, karena dia sedang merasa senang. Tapi pesan itu sudah terhapus sekarang. Dia sebelumnya tidak pernah mengenal sosok Alam dalam ingatannya sampai mereka lulus dan bahkan dia tidak pernah tahu namanya sampai akhir. Tapi sekarang, Alam sudah menjadi salah satu teman sekelas yang cukup sering berinteraksi dengannya, dibandingkan dengan teman laki-laki di kelasnya. "Pasti ada tujuan yang belum aku ketahui dibalik perkenalan kita!" Zoya cukup yakin, karena satu-satunya orang yang tiba-tiba masuk dalam kisahnya adalah Alam. Padahal seharusnya mereka tidak saling mengenal. Berbeda dengan Elen, karena dia memilikinya dalam ingatan. Tapi Alam? Dia seperti menyusup. Zoya meletakkan ponselnya, dia membaringkan tubuhnya. Meletakkan ponselnya ke atas meja dan langsung menarik selimut menutupi tubuhnya. Matanya terpejam, tapi bayangan saat tadi dia berjalan di runway, melihat kedua orangtuanya menyaksikannya, menciptakan ingatan yang begitu indah. Sudah langsung jatuh tertidur, Zoya sangat damai dalam lelapnya. Dia tidak mendengar saat ponselnya berbunyi, tanda ada pesan baru lagi masuk. — Di apartemennya, Lander memperhatikan pada ponselnya lagi. Video Zoya yang berjalan di runway dikirim oleh Navo. Laki-laki itu bilang mendapatkannya dari temannya, dan Video asli di dapatkan dari akun official milik sponsor penyelenggara acara fashion show di Senayan. Zoya menjadi topik perbincangan, karena gadis itu menjadi model termuda yang debut bersama para seniornya, tapi malah tampil paling memukau. Gadis itu terlihat lebih dewasa dari usianya, dan yang membuat Lander mengerutkan keningnya, ada berita juga tentang gelang yang dikenakan Zoya. Beberapa perdebatan terjadi, karena ternyata gelang itu bukan dari sponsor atau aksesoris yang disediakan designer yang berpartisipasi dalam acara itu. Mereka memperbesar detil gelang dan memperkirakan harganya setara dengan harga mobil mewah. "Apa-apaan? Saat gelang itu ditemukan oleh Sari, Zoya bahkan tidak repot untuk mencarinya. Kenapa juga dia mengenakannya di sekolah!" Lander merasa gelisah, apa yang membuatnya merasa sangat gelisah, adalah karena ada namanya dalam gelang tersebut. Kenapa Zoya akan membuat gelang mahal dengan namanya yang terukir di atasnya. Dia melihatnya sendiri dengan matanya. Lander mengirimkan pesan pada Zoya, "Seberapa banyak kau menyukaiku?" Dia merasa begitu kesal. Lander telah mengirimkan pesan itu, tapi tiba-tiba dia merasa seharusnya tidak perlu mengirimi gadis itu pesan. Mengingat tentang kata-kata yang diucapkan Zoya terakhir kali, membuatnya menghapus pesan itu untuknya dan juga untuk Zoya. Dia mencoba untuk tidak lagi memikirkan hal yang tidak perlu. Beranjak dari sofa, berjalan menuju kamarnya. Karena besok adalah hari terakhir turnamen basket, dan timnya akan main dalam babak semifinal, Lander sadar dirinya harus memiliki waktu istirahat yang cukup. — Pagi itu, Zoya mengambil kacamata untuk dikenakannya, dan melihat penampilan pada cermin. Dia telah memiliki beberapa tonjolan yang lebih baik di tubuhnya dari pada terakhir kali. Usahanya melakukan workout sebelum tidur, olahraga ringan bersama mamanya di ruangan gym di rumahnya sendiri, dan tari tiang saat dia merasa memiliki waktu bersantai. Usahanya benar-benar tidak sia-sia. Mengancingkan kemeja sekolahnya, Zoya merasa sangat siap untuk pemotretan besok. Dia memiliki jadwal yang hampir selalu bertabrakan antara les dan juga jadwal yang berhubungan dengan modeling. Benar-benar susah menjadi pelajar sambil mencoba berkarir. Tapi hal baiknya, dia memiliki orangtua yang mengkhwatirkannya. Itu hal paling menakjubkan. Mengambil tas di atas meja belajarnya, Zoya juga meraih ponselnya. Dia mengecek pesan masuk lagi. Mengerutkan keningnya, dia menemukan pesan yang telah di hapus dari Lander. Menggeleng dan mengabaikannya, Zoya melihat pada akun media sosialnya. Ada banyak notifikasi masuk. Tambahan followers yang membludak, juga unggahannya mendapatkan banyak respon. Zoya tidak melihat papanya sedang menunggunya di dekat tangga untuk menuju ke meja makan bersama. Zoya sibuk menggulir layar sambil kakinya melangkah perlahan menuruni tangga. Sebenarnya Zian hendak menegur Zoya, karena fokus pada ponsel tanpa memperhatikan langkahnya. Tapi dia tiba-tiba malah jadi memperhatikan wajah putrinya. Kacamata dan juga poni itu seperti menyembunyikan kebenaran, jika yang kemarin tampil memukau banyak orang adalah gadis nakal itu. Matanya berkaca-kaca menatap sang putri. Senyumnya begitu lebar, saat sang putri melambaikan tangan menyapanya. Membalas senyumnya dengan senyuman yang lebih lebar lagi. "Papa sangat tampan seperti biasanya. Apakah kali ini mama yang memilihkan dasi ini?" Zoya membenahi dasi yang dikenakan papanya, karena kurang kencang. Dia ingat, kemarin malam mamanya bercerita, jika sebelum berangkat ke acara fashion show, mamanya dan papanya sempat berdebat tentang dasi. Menganggukkan kepala, Zian harus mengakui, kalau penampilannya sangat buruk tanpa sentuhan tangan sang istri. Pilihan jenis sepatu, warna kemeja ataupun hal kecil seperti jam tangan, semua itu ditangani dengan baik oleh sentuhan tangan terampil sang istri. "Kami akan pergi ke kantor bersama. Ada rapat penting, dan karena papa dan mama sekarang memiliki putri yang mulai dikenal, kami tidak ingin mempermalukannya dengan penampilan yang buruk!" Zian menyisir rambutnya dengan tangannya, mengakibatkan itu malah jadi berantakan. Zoya memutar bola matanya malas. Dia tahu papanya hanya menggodanya. Membenahi rambut sang papa yang sedikit rusak akibat kesombongannya sendiri. Memeluk lengannya, kemudian menariknya untuk segera berjalan menuju meja makan. Karena mamanya sedang menyiapkan makanan di sana dan menunggu mereka. "Wah, apakah kita berada di toko bunga? Kenapa ruang makan ini terlihat seperti taman, hanya kurang beberapa lebah saja!" Zoya mengatakannya dengan nada antusias, tapi pada nyatanya dia hampir membuat wajah jelek, karena aromanya sangat kuat. Shana tahu putrinya sedang menyindir dekorasi ruangan yang baru diubahnya itu dengan ketidaksukaan. Padahal, dia hanya tidak mau menyia-nyiakan bunga-bunga cantik yang didapatkan Zoya dari acara kemarin. "Awalnya mama hendak menaruhnya di ruang tengah atau juga ruang tamu, tapi tidak cocok dengan koleksi pajangan milik mama. Tidak mungkin juga ditaruh di kamar, karena kita mungkin tidak akan nyaman dengan aroma yang tidak familiar. Akhirnya ruangan ini yang paling sempurna. Tenang saja, begitu bunganya layu, mama akan membuangnya!" Shana memiliki prinsip tidak suka menyianyiakannya apapun. Zian dan Zoya yang sejak awal tidak terlalu berminat mendengar alasan wanita cantik yang sedikit cerewet itu, mereka memilih diam saja. Apapun yang berkaitan dengan rumah ini, Shana memiliki kuasa penuh untuk melakukan apapun sesukanya. Bisa juga disebut daerah kekuasaan. "Wah, Raksa minta di-sleding! Belum juga dibaca, pesannya sudah dihapus!" Zoya mengeluhkan perbuatan tetangganya itu. Tapi meskipun begitu, Zoya sempat membaca sekilas bagian depan dari pesan tersebut. Itu mengenai melihat semifinal. Tidak tahu kenapa, tapi anak itu malah menghapus pesan, sebelum dia sempat membuka pesan untuk membaca keseluruhannya. Di depan gerbang rumah Zoya, Raksa memarkirkan mobilnya. Dia mendesah dengan ekspresi lesu. Padahal tadinya dia sangat bersemangat untuk menyuruh Zoya segera keluar. Karena dia akan mengajaknya nonton turnamen bola basket dan bolos pelajaran. Tapi begitu dia ingat tentang kabar yang sempat heboh kemarin, dia mengurungkan niatnya. Zoya mungkin akan merasa tidak nyaman melihat pertandingan, karena sudah pasti Lander sebagai ketua tim akan main. Dia tidak percaya Zoya menyukai Lander, tapi dia percaya Zoya tidak akan suka dengan kabar dirinya yang patah hati karena Lander. Raksa tidak mau merusak kebahagiaan Zoya. Lebih dari apapun, dia tidak akan menyakiti perasaan putri kesayangan keluarga Pyralis. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD