Bisa memasak 2

1307 Words
Tidak bisa berkata-kata, Zoya benar-benar tidak tahu Lander pandai memasak. Bahkan dia berpikir laki-laki yang memakai apron berwarna hitam itu bukan Lander, bagaimana mungkin laki-laki itu Lander. Terlalu keren, saat tangannya sangat cekatan dan begitu mahir dengan peralatan masak milik mamanya. "Gue mau medium rare!" Request Zoya, saat Lander akan membalik daging dalam pan. Lander melirik sekilas pada sosok cantik yang sedari tadi tidak melepaskan pandangan darinya. Yah, dia terbiasa ditatap seperti itu oleh Zoya. Bukan hal baru jika Zoya terpesona olehnya. "Lo biasa masak ya? Gue pikir setiap waktu Lo digunain buat belajar doang!" Zoya tidak tahu bagaimana laki-laki itu bisa memiliki otak cerdas, semua mata pelajaran hampir semua bisa dikuasai olehnya. Hanya ada satu pemikiran, Lander telah menghabiskan seluruh hidupnya untuk belajar. "Gue bukan anak manja kayak Lo. Yang makan aja harus dilayani, urus diri sendiri aja gak bisa. Lo pasti gak pernah kebayang kalau orangtua Lo udah gak ada. Hidup Lo bakal kacau, gue jamin itu!" Lander langsung melontarkan ejekan, dia merasa dirugikan karena harus datang ke rumah gadis itu, hanya karena dia tanpa sengaja menjadi penyebab dari cindera yang dialaminya. Gadis manja yang mengeluhkan lukanya seperti terkena musibah besar. Dilihat dari bagaimana gadis itu memang lah seorang anak tunggal, tidak heran jika dia dimanjakan dengan begitu baik. Lander tidak tahu, kalau ucapannya barusan mengingatkan Zoya tentang Zoya yang berusia dua puluh lima tahun telah menjadi yatim piatu. Hidupnya tidak berantakan, karena orangtuanya tidak membiarkannya kekurangan materi setelah mereka meninggal. Ada banyak hal yang diberikan orangtuanya, tapi Zoya merasa dirinya belum memberikan apapun. Kesuksesan yang dia raih saat itu baru terjadi setelah dia menjadi yatim piatu. Melihat gadis itu tidak merespon ledekannya seperti biasa, Lander menoleh dengan tatapan heran. Gadis itu sedang melamun. Tidak mungkin kata-katanya barusan melukainya bukan? "Malah bengong. Dimana tempat piring?" Lander selesai dengan steak medium rare yang baru dipotong, tinggal menaruhnya di piring. Zoya mengusap bekas sentilan di keningnya. Laki-laki itu tidak hanya menghinanya, tapi juga menyakiti keningnya. "Lo kan bisa tanya baik-baik, sakit begok!" Jika bukan karena laki-laki itu telah bersusah payah memasak untuknya, dia pasti akan langsung mengusirnya. Lihat saja gayanya yang selalu sombong dan angkuh. Selalu menganggap dirinya lebih baik dari orang lain. Sayangnya, dalam hal kemampuan, Lander memang menguasai banyak hal. "Di sana! Hati-hati ambilnya, piring di rumah gue mahal!" Zoya ganti menyombongkan diri, karena memang mamanya memiliki koleksi piring mahal untuk pajangan ataupun untuk sehari-hari, bahkan untuk satu piring makan saja harganya jutaan. Peralatan makan lainnya seperti sendok dan gelasnya juga tak kalah mahal. Zoya saja tidak berani membayangkan jika piring mahal koleksi mamanya itu pecah. "Gue bukan Lo!" Lander tidak ceroboh seperti Zoya, itu yang coba dia katakan. Lander selesai dengan daging dan telur rebus, tapi dia masih memiliki sayuran yang belum direbus. Dia tidak yakin apakah sayuran rebus bisa cocok dengan steak dan telur rebus, itu adalah ide Zoya. Gadis itu juga bahkan minta telur setengah matang, untung saja dia juga pandai memasak telur setengah matang. Sebenarnya Zoya tahu Lander memang sangat menyebalkan, tapi melihat bagaimana laki-laki itu mau memasak untuknya, dia akan mentolerir hal tersebut. Lagi pula, dia tidak membantu apapun, hanya duduk diam memberitahu beberapa letak barang sebagai pemilik rumah. Selagi Lander sedang merebus sayuran, Zoya memperhatikan steak yang menggoda penciumannya. Menelan ludah, dia berniat untuk mencicipi lebih dulu. "Jangan coba-coba sentuh sampai gue selesai masak! Hargai gue dong! Tunggu sebentar lagi!" Lander kebetulan akan mengambil sumpit untuk mengecek tingkat kematangan sayur, membuatnya memergoki Zoya yang hendak mencuri start. "Iya-iya. I'm waiting!" Zoya memutar bola matanya malas. Laki-laki itu sangat tidak menyenangkan. Begitulah kenapa banyak anak yang tidak terlalu menyukai sikapnya, selain sangat ambisius, Lander juga orang yang tidak asik. Tidak memberikan kelonggaran untuk hal-hal kecil yang menurutnya tidak sesuai. Lander melihat gadis itu menunggu dengan patuh. Menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis. Meskipun Zoya berubah jadi galak dan terlihat membencinya, tapi dia tahu gadis itu tidak benar-benar bisa membencinya. Bagaimanapun, tidak mungkin bagi seseorang tiba-tiba merubah sikapnya. Mereka akhirnya duduk berhadapan, ada makanan di depan mereka yang siap disantap. Lander menuangkan air putih ke gelas Zoya dan gelasnya. Barulah saat itu mereka sama-sama mulai makan dalam diam. Agak risih bagi keduanya, karena itu pertama kalinya mereka makan bersama. Tapi, Zoya hanya sebentar merasa tidak nyaman, setelahnya dia sibuk menikmati rasa makanannya. "Kunyah dengan benar!" Lander menegur cara makan Zoya. Meskipun terlihat anggun, tapi Zoya makan seperti tanpa mengunyahnya, begitu cepat. "Hem! Aku tidak perlu menghitung untuk mengunyah sampai tiga puluh dua kali kan?" Zoya tidak suka ditegur, padahal dia hanya terlalu menikmati makanannya. Rasa dalam daging yang lembut itu seperti melelah di lidahnya. Baru saja Lander menegur cara Zoya makan, gadis itu kemudian tersedak. Lander tidak menunjukkan kepeduliannya, dia tetap makan dengan santai dan tenang. Bahkan saat gadis itu mengumpat, dia berpura-pura tidak mendengar apapun. "Gara-gara Lo ngajakin gue ngomong!" Zoya menyalahkan Lander dengan suara lirih. Dia merasakan sakit pada tenggorokannya, bahkan air matanya sampai keluar, karena rasa sakitnya. Mereka berdua makan bersama, tapi masih tidak bisa akur. Satunya merasa gadis di depannya terlalu konyol, dan satunya lagi merasa laki-laki di depannya terlalu menyebalkan. Mereka sama-sama tidak suka dengan kebersamaan mereka. "Habis makan gue mau langsung balik!" Lander mengupaskan kulit telur, karena Zoya bahkan mengupas telur sampai ke bagian putihnya. Terlihat kuning telur yang hanya setengah matang itu keluar berantakan. "Ya, bagus deh. Jadi gue gak perlu dengerin kata-k********r dari mulut Lo!" Zoya dulu selalu menerima kalimat ejekan dari mulut Lander, matanya buta oleh kekagumannya dan telinganya tuli karena mengagumi. Tapi Zoya yang sekarang tentu tidak akan suka mendengar ejekan seperti itu. Lander menjejalkan telur utuh ke mulut Zoya, lalu menepuk puncak kepala gadis itu. "Lo emang gak tahu terimakasih!" "Ih! Tangan Lo kotor. Bau amis lah rambut gue!" Zoya ingat tangan yang digunakan untuk menyentuh kepalanya itu baru saja mengupas telur, dan belum mencucinya. Lander tersenyum miring, melihat gadis itu protes dengan mulut penuh. Sehingga suaranya tidak terlalu jelas. Jangan lupakan wajah kesalnya, itu membuatnya terlihat sangat semakin konyol. Dan satu hal yang pasti, Zoya tetap terlihat cantik. Membawa piring kotor miliknya ke wastafel. Lander mencucinya sekalian, dia tidak memperdulikan gadis yang masih mengunyah dengan ekspresi kesal di belakangnya. Melihat jam tangannya, dia ingat ada latihan basket di sekolah bersama anak-anak yang telah dia pilih dalam Tim untuk ikut turnamen. Dia tidak suka terlambat, jadi artinya dia harus segera pergi dari rumah itu. Menoleh untuk melihat Zoya yang akan mengupas telur lain, Lander buru-buru menghampirinya dan merebutnya. "Makan lagi nanti, cuci tanganmu!" Lander mengangkat Zoya dari duduknya menuju wastafel, agar gadis itu bisa mencuci tangannya. Zoya agak gugup, saat Lander membantunya mencuci tangan. Meskipun laki-laki itu terlihat terburu-buru, tapi tidak harus sampai membantunya menggosok tangannya juga. "Biar gue aja!" Lander tidak memperdulikan ucapan Zoya. Dia bahkan membantu mengeringkan dengan tisu. Tak membuang waktu lama, dia mengangkat lagi tubuh gadis itu. "Lo buru-buru? Ya udah tinggalin aja gue!" Zoya merasa tidak nyaman, karena Lander melakukan apapun semuanya tanpa bicara apapun. "Gue bisa nunggu Gerald datang, tadi dia bilang akan datang. Lo bisa pergi!" Zoya sebenarnya memperhatikan, saat Lander melihat jam tangannya dengan raut wajah cemas. Jadi dia sudah menebak kalau Lander punya rencana lain dan mungkin akan terburu-buru. Setelah Zoya mengatakan hal tersebut, Lander langsung menurunkan Zoya ke kursi. Karena kebetulan dia belum melangkah jauh. Awalnya dia berniat membawa gadis itu kembali ke kamarnya. Tapi kemudian dia berubah pikiran. "Yah, minta laki-laki itu datang! Lo emang nyusahin!" Lander benar-benar meninggalkan Zoya di dapurnya. Dia bahkan berlari kecil tanpa sedikitpun menoleh melihat ke belakang. Terdiam, Zoya melihat punggung laki-laki itu yang mulai menjauh. Dia agak terkejut, laki-laki itu benar-benar meninggalkannya begitu saja. Dia tidak bisa berkata-kata, apakah laki-laki itu masih manusia? Setidaknya ucapakan kata-kata baik sebelum pergi. "Dasar anak muda!" "Dia pasti telah berjuang keras bertahan di sini!" Zoya tertawa. Dia seharusnya tidak terlalu terkejut. Yah, melihat laki-laki itu mau memasak untuk mereka makan saja sudah sangat diluar dugaan. _
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD